I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 67

 Disclaimer: I own nothing.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Seperti yang kuduga, ada banyak orang yang sedang berbaring di dekat plaza. Aku berusaha meminimalkan suara yang kubuat agar tidak membangunkan mereka, kemudian aku berjalan ke arah air mancur.

... Air yang ada di sana sangat menjijikkan. Aku tidak bisa menggunakannya... tapi aku pasti akan menarik perhatian jika menggunakan sihir untuk menjernihkannya.

Apa yang harus kulakukan...? Apa ada cara supaya aku bisa membantunya?

"Sa...kit..."

Aku tidak punya waktu untuk ragu seperti ini. Alicia, kendalikan dirimu! Jika kau gagal menyelamatkan wanita ini, kau tidak akan berhasil menjadi wanita jahat.

Yang kuat harus menolong yang lemah.

Aku membaringkan wanita itu di sebelah air mancur selembut yang kubisa. Dan tanpa memperdulikan reaksi yang akan muncul aku menjentikkan jariku. Suara yang muncul persis seperti suara tembakan pistol di tengah plaza yang sunyi senyap. Dalam sekejap, air yang ada di kolam mulai diselubungi oleh aura yang bercahaya, air itu pun menjadi jernih dengan cepat.

Dengan ujung mataku, aku melihat orang-orang--yang ada di sekitar plaza--mulai terbangun.

Aku melepas jubahku dan mencelupkannya pada air sejernih kristal itu.

"Alicia!?" aku mendengar suara Gilles dari dekat. "Apa yang kau lakukan?" dia bertanya sambil berlari ke arahku.

Aku meliriknya dan melihat kakek Will juga ikut berlari tidak jauh di belakangnya.

"Lebih baik kau segera pergi dari sini! Cepat! Mereka sudah mulai bangun!" teriak Gilles.

Tapi aku tidak punya niat untuk membiarkan wanita ini begitu saja.

"Apa yang mau kau lakukan?" tanya kakek Will yang akhirnya sampai di sebelahku setelah menghindari banyak orang di plaza.

"Aku akan menyelamatkan wanita ini." kataku sambil menatap langsung ke arahnya dan Gilles. Tidak perduli siapapun yang melawanku, aku pasti akan melakukan ini.

"Kalau begitu selamatkan dia."

"Huh?"

"Kakek!? Apa yang kau katakan?"

"Cepat selamatkan dia." kata kakek Will lagi sambil menatap ke arahku.

Aku mengahrapkan hal ini dari kakek Will. Sepertinya setelah kami menghabiskan banyak waktu bersama, dia akhirnya bisa memahami sifatku.

Aku memeras jubahku yang basah. Aku mengenggamnya dengan kuat dan mengagumi air yang menetes dari sana.

Lenganku benar-benar luar biasa.

"Ada air bersih..." gumam seseorang yang ulai sadar dari tidurnya.

Akan jadi masalah jika mereka menggangguku.

Aku pun membuat barrier di sekitar air mancur dengan menggunakan sihirku. Mantra yang kugunakan menciptakan sebuah dinding tembus pandang dengan pola geometris berwarna hitam yang saling berkaitan di permukaannya.

Aku pernah membaca soal ini sebelumnya di buku. Tapi sepertinya tipe barrier yang bisa kau buat berhubungan dengan tipe sihir yang kau gunakan. Sebuah dinding kabut akan muncul jika perapalnya adalah seseorang dengan elemen air.

Aku sudah memeriksa barrierku untuk memastikan tidak ada orang lain yang masuk ke dalam, kemudian aku kembali pada tugasku. Aku mulai dengan mengusap tubuh wanita itu dengan jubah basahku.

Tidak lama kemudian, jubah gelapku dipenuhi dengan kotoran. Tapi meskipun aku terus mengusap tubuhnya, kotoran-kotoran itu seakan tidak mau pergi.

... Tunggu. itu bukan kotoran... itu kulitnya! kulitnya berwarna hitam dan sudah mengeluarkan nanah.

Tanganku berhenti bergerak karena aku merasa sangat kaget.

"Alicia, kau tidak apa-apa?" tanya Gilles sambil memperhatikan wajahku. "Ini normal di sini. Dan kondisinya tidak begitu buruk. Ada banyak orang yang kondisinya lebih buruk darinya." lanjutnya dengan wajah datar.

Aku... aku tidak bisa menyelamatkannya. Sihir kegelapan tidak bisa menyembuhkan luka. Semua mantra yang bertipe kegelapan benar-benar tidak berguna.

Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, karena itu aku mengusap tubuhnya sekali lagi. Aku mengusap wajahnya, lehernya, dan tangannya. Dan kemudian aku mulai mengusap kulit yang ada di kakinya. Beberapa saat kemudian aku terdiam di tempat.

... Area di bawah lulut kanannya sudah mengalami nekrosis. Mungkin itu adalah luka bakar yang sangat parah hingga semua jaringan yang ada di sana benar-benar sudah mati.

Jujur saja, hanya dengan melihat daging mati seperti itu membuatku pening. Ini kali pertamanya aku melihat sesuatu seperti ini. Apa yang bisa kulakukan untuk menolongnya?

Aku tahu aku harus menenangkan diriku, tapi aku tidak bisa. Aku sedang panik dan aku tidak bisa berpikir dengan jernih.

Aku berpikir kalau aku bisa menyelamatkannya... aku sangat bodoh. Aku sudah berpikir terlalu tinggi soal diriku sendiri.

"Alicia, kau tidak apa-apa? Apa ada yang bisa kubantu?" tanya Gilles dengan wajah khawatir.

Aku tidak bisa berpikir, tidak bisa sama sekali! Aku tahu aku sedang bernafas terlalu cepat, tapi aku tidak bisa berhenti.

"Alicia, tenanglah. Semuanya baik-baik saja. Fokus pada pernafasanmu. Ambil nafas panjang dan pelan, bernafaslah."

Aku melakukan seperti yang dikatakan dan mengambil nafas panjang. Saat aku melakukannya, kakek Will menepuk punggungku pelan.

Aku memfokuskan diriku untuk bernafas selama beberapa menit, dan aku merasa seperti semua kembali dalam kendaliku.

"Sihir bisa membantumu. Tidak perduli seberapa tidak bergunanya sihir itu, mereka bisa sangat berguna di saat yang tepat."

"Aku tidak tahu soal itu." ucapku.

"Alicia, kau sangat cerdas. Aku tahu kau bisa menyelamatkan wanita ini."

"Jangan berkata seperti itu! kau tidak tahu soal itu! menyelamatkan nyawa itu sudah terlalu berat untukku. Itu tidak mungkin!" teriakku. Aku tahu aku harusnya merasa senang saat mendengar dukungan dari kakek Will, tapi aku tidak bisa menahan perasaanku. Kata-katanya seakan sedang melemparkan kelemahanku tepat ke wajahku.

Aku tidak pernah mengalami hal seperti ini.

Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Apa yang bisa kulakukan. Pikiranku kosong. Aku sudah membaca banyak sekali buku, mempelajari banyak hal, tapi saat aku membutuhkan semua itu aku sama sekali tidak bisa mengingatnya.

Aku sama sekali tidak punya ide.

Aku berdiri di tempatku sambil menangis.

"Alicia..." Gilles menatapku dan berkata.

Air mata terus keluar dari mataku, dan aku tidak punya keinginan untuk menghentikannya. Mereka mengalir dengan deras dan semakin deras.

"Jangan pernah berpikir untuk menyerah."

Kata-kata kakek Will menggema dalam kepalaku.




Chapter 66     Daftar Isi     Chapter 68

Komentar

Postingan Populer