I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 72
Disclaimer: I own nothing. Ah, males bikin kalimat disclaimer baru...
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Setelah membaringkan Rebecca di kasur, aku berbalik dan menatap Gilles.
"Kenapa kau tersenyum seperti itu? menjijikkan."
"Mengataiku menjijikkan... kasar sekali."
"Kalau begitu? Apa alasannya?"
"Gilles, kau diberi izin untuk bisa ikut ke akademi sihir bersamaku. Yah, pada dasarnya mereka membuatmu berperan menjadi asistenku."
Gilles menatapku dengan bahu kaku.
Apa itu pertanda baik? Jika kau tidak memperliahatkan reaksi lain, aku tidak akan bisa tahu apakah kau senang atau tidak.
"Aku... bisa... keluar dari... sini?"
"Itu benar."
Aku melihat air mata menetes dari matanya.
"Dengan begini aku sudah memenuhi janjiku. Sekarang kita hanya perlu membicarakan di mana kau akan tinggal mulai sekarang... oof!!"
Sebelum aku bisa menyelesaikan kalimatku, Gilles melemparkan dirinya ke arahku. Dia mengalungkan tangan kecilnya ke pinggangku dan memelukku dengan erat.
Aku kaget. Di saat seperti ini, bagaimana aku harus membalasnya? Karena aku tidak pernah mengalami yang seperti ini sebelumnya, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
Aku menatap ke arah kakek Will dengan perasaan ragu Kakek tidak mengatakan apa-apa, dia hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum menyemangati ke arahku.
Kurasa aku hanya harus menghargai perasaan Gilles saat ini. Dipeluk seseorang seperti ini rasanya juga tidak buruk.
Aku meletakkan tanganku di punggung Gilles dan membalas pelukannya. Saat aku memeluk tubuh kecil yang sedang bergetar hebat itu, aku tidak bisa tidak merasakan kehangatan menyebar ke seluruh tubuhku. Dia benar-benar anak yang baik.
XXX
Aku tidak yakin apakah menangis memang benar-benar bisa menghabiskan energi seseorang atau tidak, tapi setelah beberapa menit menangis, Gilles akhirnya tertidur leap.
Aku menatap wajahnya, dan kusadari jika matanya terlihat bengkak. Dia pasti sudah menangis dengan sekuat tenaga.
Aku mengusap kepala Gilles dengan lembut dan kemudian menatap kakek Will. Ini adalah saat untuk menanyakan hal terpenting.
"Kakek Will, apa kau punya pikiran untuk kembali ke istana?"
Saat kakek Will mendengar kata 'istana', wajahnya menjadi kaku dan tidak bisa lagi kubaca.
Aku mungkin sudah memaksanya mengingat sebuah kenangan buruk, tapi aku masih harus tetap bertanya. Karena, jika kekuatanku bisa membuatnya kembali ke sana... aku ingin membantunya sebisa mungkin.
Ini mungkin bukan ide yang bagus untuknya, tapi jika mungkin, aku ingin dia menggunakan pengetahuan dan kebijaksanaannya demi negara ini. Aku tidak ingin laki-laki se-berbakat kakek Will disia-siakan di lubang sampah ini.
Jadi aku ingin dia kembali ke posisi awalnya seperti dulu, bagaimanapun caranya.
Aku sadar jika belakangan ini aku terlalu tinggi menilai diriku sendiri, tapi ini adalah salah satu hal yang tidak akan kubiarkan begitu saja. Aku akan terus bekerja keras hingga nantinya kakek Will bisa berdiri di depan gerbang kerajaan dengan bangga.
"Aku... tidak punya keinginan untuk kembali ke sana."
"Huh?"
"Alicia, saat kau meminta Rebecca menjadi penyelamat desa ini, aku menyadari sesuatu. Aku ingin melihat seberapa jauh tempat menyedihkan ini bisa berubah. Jadi aku ingin tetap di sini dan menyaksikannya sendiri. Yah, tidak secara harafiah tentunya."
Setelah mengatakan pendapatnya, kakek Will tersenyum dan wajahnya kembali cerah. Aku bisa melihat kerlingan di ujung matanya.
Jadi apakah kata-kataku tadi yang membuatnya tidak mau kembali? Apa yang harus kulakukan? Ini semua salahku.
"Alicia, jangan menyalahkan dirimu sendiri."
Lagi. Kakek Will bisa membaca perasaanku yang terdalam seperti sebuah buku. Seriusan deh. Bagaimana caranya dia bisa tahu apa yang sedang kupikirkan?
"Alicia, apa kau tahu betapa bahagianya aku saat tahu jika kau berusaha sekeras ini untukku? Tapi sama seperti dirimu yang sangat ingin membantuku, aku juga ingin membantu desa ini agar bisa bangkit kembali, supaya kami semua bisa melihat hari esok yang lebih baik."
"Tidak, kau salah. Jangan mencoba meromantisisasi perbuatanku. Motifku sama sekali tidak murni seperti kakek. Aku melakukan semua ini karena keuntungan yang akan kudapatkan. Alasan utama kenapa aku ingin kau kembali ke istana adalah karena aku ingin menggunakan kecerdasanmu di sana."
Memberi harapan pada orang lain dan melakukan sesuatu demi mereka bukan maksud dari semua perbuatanku. Semua itu tidak ada dalam deskripsi pekerjaan seorang wanita jahat.
"Kalau begitu kenapa kau terlihat tidak suka saat berpikir jika kau terpaksa meninggalkanku di sini?" tanya kakek Will yang sekarang sedang mencoba menyerang titik lemah argumenku. Dia sama sekali tidak meninggalkan celah untukku.
"Tidak ada alasan untukku pergi ke sana. Kau bisa datang ke desa ini saat kau membutuhkan nasihat dan kemudian menggunakannya sebagai idemu sendiri, iya kan?"
"Tidak! Aku tidak bisa! Aku tidak mau menggunakan cara licik seperti itu! Aku tidak bisa menggunakan hasil kerja keras orang lain demi diriku sendiri. Aku tidak serendah itu!"
Kakek Will menepuk kepalaku dengan lembut, sama seperti yang biasa dia lakukan saat aku sedang merasa gelisah.
"Alicia, aku akan tetap di sini."
Meskipun aku tidak bisa melihat ekspresi kakek saat mengatakannya, kata-kata itu tetap menghujam hatiku hingga ke intinya. Kata-kata itu memberikan kehangatan dan rasa lega untukku.
Emosiku benar-benar naik turun hari ini... sebagai seorang wanita jahat, sepertinya aku masih harus menapaki jalan yang sangat panjang.
"Aku minta maaf karena telah memaksakan keegoisanku kepada kakek." kataku sambil menundukkan kepala.
Meminta maaf adalah sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh seorang wanita jahat. Aku tahu itu, tapi...
Kakek Will adalah satu-satunya supporterku. Dia adalah satu-satunya orang yang bisa kuajak bicara 4 mata tanpa ada rahasia apapun dan dia juga bisa menerima sifatku apa adanya. Aku tidak mau kehilangan dirinya.
Aku sadar jika aku gagal menjadi wanita jahat hari ini. Jadi tidak masalah jika aku menundukkan kepalaku seperti ini kepadanya.
Tapi ini hanya untuk hari ini saja. Ini akan jadi terakhir kalinya aku menundukkan kepalaku pada orang lain.
XXX
Aku menaruh botol yang diberikan ayahanda kepadaku keujung bibir Gilles dan menuangkan cairan berwarna pink ke dalam mulutnya.
Aku tidak ingin membangunkannya, jadi aku hanya memiringkan kepalanya dan memastikan jika dia meminum semua isinya. Setelah itu aku menggendongnya dan berjalan ke arah pintu.
Jika Gilles bangun, aku yakin dia akan membenci setidap detik ini. Dia pasti akan merasa marah karena sudah digendong ala putri seperti ini. Tapi apa yang bisa kulakukan? Ini adalah metode teraman untuk melakukan transportasi.
Aku mengambil macaron yang tadinya mau kuberikan pada Gilles dan kemudian memberikannya pada kakek Will.
"Tolong, kali ini makan macaron ini bersama Rebecca."
"Terima kasih." kata kakek Will sambil tersenyum lembut ke arahku. "Kurasa semuanya sudah tertidur sekarang, tapi untuk jaga-jaga pakai ini." lanjutnya sambil memakaikan jubah compang campingku ke tubuhku.
Aku memberikan anggukan singkat padanya dan berjalan keluar rumah.
Saat aku berjalan ke luar, aku bisa melihat semua penduduk (yang tadinya mengejar kami) sudah tertidur pulas di tanah.
Dan saat aku bilang semuanya...? Tidak ada dari mereka yang masih sadar. Jika itu aku, aku pasti akan menyuruh setidaknya 1 orang untuk tetap bangun dan berjaga...
Aku berusaha untuk tidak membangunkan mereka saat aku menggendong Gilles dan membawanya keluar sepelan yang kubisa. Aku lalu berjalan ke arah dinding kabut dan kemudian memasuki hutan yang ada di baliknya.
Komentar
Posting Komentar