I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 82

 Disclaimer: Lihat Daftar Isi

**********###**********

Ya, sikapku pada kakak dan teman-teman mereka memang sudah berubah. Jadi kurasa tidak aneh jika Henry-oniisama akan menyadari jika aku memang sengaja melakukannya. Terutama jika dia bisa lepas dari pengaruh cuci otak Liz-san dan bisa berpikir dengan mandiri.

Hm... cuci otak... aku memang merasa sedikit bersalah karena telah menyebutnya seperti itu, tapi sebutan itu keluar dari mulut Henry-oniisama sendiri. Dan karena Liz-san bisa membuat orang banyak setuju dengan cara berpikirnya, kurasa kemampuan seperti itu juga sangat diperlukan. Itu karena cara berpikir Liz-san tidak sepenuhnya benar dan agar mereka tidak menyadarinya... sedikit cuci otak memang diperlukan.

"Dan siapa anak laki-laki itu? Aku tidak pernah dengar soal dia sama sekali."  tambah Henry-oniisama saat melihatku yang tidak menjawab pertanyaannya.

Anak laki-laki yang dimaksud Henry-oniisama mungkin adalah Gilles, iya kan? Aku memang merasa sedikit aneh karena tidak ada seorangpun yang bertanya soal Gilles kepadaku. Tapi di saat yang sama aku juga merasa lega, karena itu artinya aku bisa menyembunyikan rahasia Gilles dengan lebih mudah.

"Dia asistenku."

"Kau tahu kalau bukan itu yang kumaksud."

"Ya, aku tahu."

Henry-oniisama menghela nafas. Dia tahu jika dia tidak akan bisa melakukan apa-apa jika aku memang tidak ingin menjawab pertanyaannya.

Kakakku memang hebat, dia sangat memahamiku. Terima kasih Tuhan, kau sudah membuatnya menyerah soal Liz-san.

"Dan juga, kakak harus tahu kalau aku sama sekali tidak sedang merencanakan apa-apa sekarang." kataku sambil tersenyum sepolos yang kubisa. Tapi karena Henry-oniisama sanngat memahamiku, dia pasti tahu kalau aku sedang berbohong.

"Jadi kau tidak akan memberitahuku apa-apa?" komplain Henry-oniisama dengan wajah kecewa. Dia terlihat cemberut.

Tapi aku juga tidak bisa melakukan apa-apa. Aku sudah bersumpah untuk merahasiakan hal ini. Aku tidak bisa mengatakan jika kegiatanku sebagai wanita jahat adalah caraku untuk mengawasi Liz-san.

Tunggu dulu... jika Henry-oniisama bisa menyadari kalau Liz-san bukan tipenya, apa itu artinya ada target lain juga belum jatuh cinta kepada heroine?

Jujur saja pikiranku langsung tertuju pada Duke-sama, tapi aku tidak tahu apa alasannya. Aku tahu jika dia menyukaiku, tapi aku tidak tahu apakah dia menyukaiku sebagai adik atau sebagai kekasih.

Kuharap sih yang pertama.

"Henry-oniisama, apa kau tahu siapa saja yang tidak suka pada Liz-san?"

"Itu agak sulit, tapi setidaknya untuk saat ini mereka semua terlihat menyukai Liz."

"Kurasa itu masuk akal. Kalian juga tidak punya alasan untuk membencinya."

"Secara penampilan, iya. Meskipun apa yang ada di dalamnya adalah hal yang sangat berbeda." katanya sambil melihat atap.

Apa yang sedang dia pikirkan? Tunggu, kalau dilihat dari wajah Henry-oniisama saat ini, kurasa aku bisa menebak apa yang akan dia lakukan setelah ini...

""Aku ingin bicara dengan anak laki-laki itu."" kata kami bersamaan.

Mata Henry-oniisama membulat dan dia langsung menoleh ke arahku.

Aku tahu kalau dia akan mengatakan itu.

Tapi apa tidak apa-apa kalau mereka berdua bertemu? Itu bukan masalah besar kan. Hanya saja, kalau dilihat dari sifa mereka, aku merasa jika mereka berdua bisa menjadi teman... masalahnya adalah, apakah Gilles mau membuka hatinya pada Henry-oniisama atau tidak. Dan karena alasan itu aku tidak mau mereka berdua bertemu.

Aku sama sekali tidak berniat mendapatkan sekutu atau apa sekarang!

Tapi, jika Henry-oniisama mau membatu mewujudkan mimpiku menjadi wanita jahat, kurasa tidak apa-apa.

"Jadi? Boleh tidak?" Henry-oniisama meminta sambil menunjukkan mata anak anjing.

Aku tercekat saat melihatnya.

"Baiklah. Silahkan."

Mata henry-oniisama berkerlip saat mendengar jawabanku. Tidak sepertiku, Henry-oniisama sepertinya punya kebiasaan untuk menunjukkan isi hatinya di wajahnya.

Jika dia memutuskan untuk mendukungku, kami karus melakukan sesuatu agar dia bisa menunjukkan poker face yang sempurna.

"Trims, Ali!" katanya dengan bahagia.

Sebenarnya kakak tidak harus berterima kasih kepadaku. Aku hanya memutuskan untuk memberimu kesempatan, itu saja. Mungkin saja di masa depan aku tidak akan bekerja sama denganmu... ya, ini hanya ujian!

Sekarang... bagaimana reaksi mereka berdua saat bertemu ya?




Komentar

Postingan Populer