NGNL Vol. 6 Chapter 5 Part 3
Disclaimer: Not mine
XXXXX
Serangan sang dewa perang yang tanpa celah itu—Pendobrak
Surganya—bertabrakan dengan senjata pemusnah masal yang sudah dipersiapkan oleh
Union, dan pada akhirnya semua itu membentuk sebuah pemandangan yang menandakan datangnya
kiamat. Seluruh energi itu menyatu dan membentuk matahari kecil, tapi tidak ada
serangan yang bisa membatalkan serangan pihak lain... Malah, seluruh energi itu menyatu menjadi
sebuah vorteks energi. Sebuah pancaran cahaya yang menutupi hukum alam. Sebuah
bencana yang bisa menghancurkan surga dan planet ini... dan mungkin akan terus
ada hingga seluruh galaksi hancur karenanya. Aka Si Anse—sebuah ritus yang bisa
mendetonasi inti Phantasma dalam satu serangan pun mengeluarkan kekuatan besar
yang sudah mereka simpan. Sebuah serangan yang bertujuan untuk mengahancurkan
beberapa Phantasma sekaligus. Elf sudah menembakkan seluruh peluru yang mereka
miliki—18 ritus Aka Si Anse milik mereka. Di waktu yang sama, Dwarf meluncurkan
12 E-bomb mereka. Sebuah senjata yang memiliki kekuatan sepadan dengan Aka Si Anse...
Sebuah senjata yang katanya bisa membunuh Old Deus. Disamping itu, 8 Draconia
memenuhi kontrak mereka dan mengorbankan nyawa mereka untuk menembakkan 8
Far Cry...
“Hingga didesak hingga seperti ini... Apa itu Old Deus yang sebenarnya!?”
Old Deus Artosh memang memiliki kekuatan yang sangat suci
dan mengerikan. Semuanya mungkin beranggapan jika Aka Si Anse yang dioperasikan
dibawah perlindungan sang pencipta Elf—dewa Kainas—sebagai 186 lapis ritus juga bisa dianggap suci. Jadi kenapa perbedaan skala kekuatan mereka sudah
seperti langit dan bumi? Pemandangan planet yang mulai hancur itu pun
menghilang dari pikiran Think saat dia bisa mendengar jawaban Artosh.
“Ketahui tempatmu,
makhluk rendahan yang picik. Berusahalah. Menggeliatlah. Dan sadarilah, hai
para cacing bumi... Meski kalian sudah berusaha sekuat tenaga, kalian tidak
akan pernah bisa meraih surga.
... Think mengesampingkan kewarasannya yang hampir
menghilang, menggeratakkan giginya, dan mulai bersiap. Dia tidak mungkin bisa
menghentikan kehancuran ini... Dia bahkan tidak bisa memahaminya. Terima saja. Ini
adalah kenyataan. Kalau begitu, apa yang akan terjadi pada vorteks energi itu?
Energi yang tercipta dari tumbukan energi yang sudah melampaui dunia ini. Sebuah vorteks energi yang uapnya saja bisa menghancurkan semua koridor spirit dan syaraf sambungan... Dan untuk vorteks energi sebesar itu... hasil yang akan
muncul—seperti yang sudah dituliskan dalam persebaran hukum energi—juga sudah
bisa dipastikan. Vorteks energi itu akan menyatu, menyebar, dan memancarkan
radiasi—ke seluruh arah.
“Pada semua kapal! Untuk semua penyihir yang masih bisa
bergerak... Segera aktifkan Kú Li Anse! Sekarang!!!”
Para Elf langsung mematuhi perintah Think, tapi mereka tahu jika
itu percuma. 25 tahun yang lalu,
sebuah ritus pelindung yang diaktifkan oleh 3000 Elf gagal menahan Pendobrak
Surga dari 1 Flügel. Dibandingkan dengan saat itu, Think sudah membuat sebuah
ritus pelindung yang lebih kuat—ah, lebih tepatnya ritus penyegelan—Kú Li Anse. Ritus yang diaktifkan dibawah perlindungan
Old Deus Kainas pasti bisa menahan Pendobrak Surga. Think yakin soal itu. Tapi,
saat dia menlihat vorteks energi yang ada di depannya, dia hanya tersenyum kecut.
Kenapa, di
depan energi ini, aku ragu jika pelindung milik kami ada bedanya dengan selemba
kertas tipis...
Saat seluruh vorteks energi itu mulai menyatu, menyebar, dan memancarkan
radiasi—energi itu tidak akan bisa diukur lagi. Dan jika dia mempertimbangkan
jarak serang dari Aka Si Anse, semua
orang pasti bisa membayangkannya. Di skenario yang paling bagus sekalipun,
setidaknya setengah dari benua ini akan hancur tanpa sisa. Semua yang ada di medan
perang ini akan mati. Di sebuah tempat dimana hampir semua ras
berkumpul... Kemungkinan terbesar hanya Artosh lah yang akan selamat.
“... Perang besar... Suniaster... Old Deus... Ether...”
“Jangan menebak.” “Jangan berpikir.”—Sentimen seperti itu masih terisisa
dalam alam bawah sadar Think. Dan semua itu menjadi lebih jelas saat dia
menghadapi vorteks energi yang akan menghancurkan dunia dan menghancurkan
semua hal yang ada di permukaan bumi. Old Deus Kainas... Pencipta Elf dan sosok
yang dijuluki sebagai dewa hutan—konsep dari alam itu sendiri. Old Deus: Sebuah
konsep yang syarat aktivasinya adalah doa dan harapan. Semua itu akan menjadi
kumpulan ether yang nantinya akan membentuk sebuah identitas.
Sebuah
konsep yang mendapatkan kesadaran...? Apa itu benar-benar dewa? Memangnya
apa itu...
Ether... Pikiran
Think terus berpacu, tapi...
Huh...
Vorteks energi yang awalnya mengancam keberadaan seluruh aliansi
dan mungkin para Flügel—mulai berubah
arah. Seperti selembar kain yang ditiup angin, vorteks energi itu bergerak
ke arah barat daya. Saat semua Elf menghela nafas lega karena gumpalan energi
itu tidak jatuh ke arah mereka, Think terus memperhatikan kemana arah perginya
gumpalan energi itu. Dia mengerahkan seluruh kemampuannya dan memperkuat
pengelihatannya. Beberapa saat kemudian dia bisa melihat...
“... Ex-Machina...? Kenapa...?”
Di balik vorteks energi luar biasa itu, ada banyak Ex-Machina
yang berjajar seperti sebuah tirai.... Dan dalam sekejap semua Ex-Machina itu tertelan
dan menghilang tanpa bekas sedikitpun. Think Nirvalen melihat semua itu. Dalam sekejap,
sesuatu melintas dalam kepalanya: Tidak
mungkin. Tidak mungkin. Tidak mungkin. Tidak mungkin... Think adalah Elf yang berhasil
membuat sebuah ritus rumit yang bisa membakar koridor spirit dan sistem syaraf
sambungannya. Dia terus mencari dan akhirnya dia menemukan 2 sosok. Itu
artinya... gampangnya... ‘Semua sudah sesuai dengan rencana’. Hingga saat-saat
terakhir—seseorang sudah mempermainkannya.
Hal itu membuatnya menunjukkan senyum mengerikan dan kemudian dia berbisik.
“... Kenapa... Ternyata kalianlah hantunya... iya kan... monyet?”
XXXX
Di atas sebuah bukit dimana jarak antara surga dan dunia seakan
menghilang...
“... Laporan dari Zeichner—reproduksi berhasil dilakukan, output
mencapai 72,08%. Sinkronisasi dimulai.”
Ex-Machina yang terlihat seperti wanita itu menyampaikan
laporannya para Riku dan kemudian dia mengangkkat tangannya.
“Lösen—Org.
0000—Stalemartyr—aku menyerahkannya padamu.”
Dari udara kosong yang ada di sekitar Riku, sebuah senjata
seukuran gedung kecil muncul dan menusuk bumi. Vorteks energi yang baru saja
mereka lihat, gumpalan energi yang menjadi tanda akhir dunia—sesuatu yang tercipta dari menyatunya Pendobrak Surga, Aka Si Anse, E-bombs, dan Far
Cry... seluruhnya menyatu—lebih dari 70% dari semua kekuatan itu berhasil
direproduksi oleh Ex-Machina dan menjadi senjata yang sekarang dia pegang. Riku
sendiri—dan mungkin seluruh manusia—tidak akan bisa mengangkat senjata ini.
Senjata ini memiliki tinggi beberapa kali tinggi Riku, dan kelihatan terlalu
besar untuk disebut sebagai senapan... Dan lagi, bentuk senjata ini lebih mirip
seperti pasak. Moncong ‘senjata’ ini tertanam di dalam tanah, dan larasnya
berdiri tegak—menunggu seseorang menarik pelatuknya. Ya, senjata itu sedang
menunggu Riku menarik pelatuknya. Mata Riku terlihat hitam dan tidak
memancarkan kehidupan sedikitpun. Riku terus menatap pelatuk yang ada di
tangannya tanpa ekspresi apapun. Dia juga tidak mengatakan apa-apa hingga
Ex-Machina yang ada di sebelahnya memberikan laporan terbaru.
“Lapor:
Unit ini akan pergi ke medan tempur. Karena itu...”
Sebelum Ex-Machina itu pergi, Riku menghentikannya dan bertanya.
“Barusan... Untuk membuat senjata ini... Berapa banyak alat... yang rusak?”
“Jawab:
Input berasal dari 21 cluster. 5 unit masih bertahan. 4.802 unit lenyap.”
“... Masih ada 5 unit yang tersisa, kah?”
“Afirmasi:
Apa kau punya pertanyaan lain?”
“Aku hanya ingin memastikan... Aku akan menunggu
kalian menghancurkan ether Artosh, lalu aku akan menarik pelatuk senjata ini
dan menusuk inti planet ini... Kemudian Suniaster akan muncul. Iya kan?”
“Afirmasi:
Tidak akan ada yang mati dalam pertempuran ini. Peraturanmu akan tetap berlaku.”
Riku menutup mata kelamnya dan terus menggenggam cincin milik
Shuvi.
... Huh,
simpel sekali...
Chapter5-2 Daftar Isi Chapter 5-4
Komentar
Posting Komentar