NGNL Vol. 6 Chapter 5. 1 ÷ 0 = Selfless Part 1
Disclaimer: Not mine
XXXXX
“Nya-ha~~. Ji-chan, kau terlalu khawatir!”
Kakak tertua dari semua Flügel—Azrael—berkata dengan nada
ceria sambil melayang di udara.
“Kau ini selalu gampang maraah~~. Oh, tapi! Itu juga
imuuut~! Dan sekarang kau terlihat sangat-sangat imuut Ji-chan. Hhh... rite of
restoration memang membosankan.”
Azrael sangat sayang pada irregular number mereka—Flügel
termuda dari semua saudarinya, Jibril. Flügel yang tidak bisa diprediksi,
tidak bisa diatur, dan selalu pergi kemanapun sesuka hatinya... Jibril. Adik
bungsunya ini bahkan pernah pergi sendirian untuk membunuh satu Dragonia.
Alasan dan tujuan dari eksentrisitas Jibril berada di luar batas pemikirannya,
karena semua itu berasal dari ‘ketidak sempurnaan’ yang diberikan oleh Artosh,
dewa mereka. Meski begitu, semua itu membuat Jibril menjadi lebih manis di
matanya.
Sementara itu, Jibril sedang merasa sangat kesal. Setelah
menggunakan semua kekuatan yang dia kumpulkan dan luncurkan dalam satu
serangan—Pendobrak Surga—sekarang kondisi tubuhnya menjadi seperti ini, dan Azrael terus mengusap pipinya tanpa henti selama seminggu ini. Akhirnya setelah
dia tidak tahan lagi, Jibril pun memulai rite of restoration untuk
mengembalikan energinya yang telah hilang. Sebenarnya Azrael ingin adiknya itu
melakukan restorasi alami... dan itu artinya Jibril perlu menunggu 5 tahun,
tapi...
...
Azrael kembali ke ruang tahta, melipat sayapnya, menurunkan
halo nya, dan berlutut di hadapan tahta raksasa yang ada di depannya.
“Bagaimana dengan Jibril?”
Sesosok laki-laki dengan otot yang luar biasa keras dan kuat
sedang duduk santai di atas tahta itu—dia adalah dewa terkuat, dewa perang, dan
juga pencipta dari Flügel: Old Deus Artosh. Dewa itu memiliki ukuran tubuh yang setidaknya dua kali lipat
dari ciptaannya. Rambut hitam yang sekuat besi, 18 sayap yang membungkus
tubuhnya seperti mantel raksasa. Lalu, mata emas yang seakan bisa melihat ke
kedalaman hati dan pikiran Azrael... Semua itu sudah cukup untuk membuat Flügel
itu kebas. Tapi Azrael tahu. Wibawa yang begitu besarnya bisa membuat orang
lain merasakan takjub dan rasa bahagia... dan itu hanya sebagian kecil dari
kemampuan yang dimiliki oleh penciptanya. Setitik dari air samudra, refleksi
dari kekuatan besar yang sengaja ditunjukkan oleh penciptanya.
“Jibril bertarung dengan Ex-Machina saat dia sedang keluar
sendirian. Dia menghabiskan seluruh energinya untuk menembakkan Pendobrak Surga
dan sekarang sedang berada dalam rite of restoration, yang mulia.”
Azrael melaporkan semua itu dengan suara khidmat seakan dia
sedang berdoa. Tapi jujur saja, Azrael tidak tahu kenapa laporan ini penting
untuk dewanya. Ex-Machina hanyalah rongsokan yang terus berkeliaran... meski
mereka berkelompok, mereka hanyalah rongsokan yang tidak berharga. Azrael sudah
melarang semua Flügel untuk menyerang Ex-Machina, tapi semua itu bukan
karena mereka menganggap Ex-Machina sebagai ancaman untuk Flügel. Melihat kekuatan luar
biasa yang dianugerahkan dewa mereka pada Flügel dilecehkan oleh rongsokan
seperti itu membuat Azrael merasa sangat marah. Jika semua Flügel
melakukan serangan bersama-sama, mereka pasti bisa menghabisi seluruh rongsokan itu
sebelum mereka bisa beradaptasi.
Meski begitu... Kenapa Jibril menembakkan senjata terkuat
mereka—Pendobrak Surga—melawan rongsokan tidak berharga itu?
“... Begitukah? Hahaha... begitukah...?”
Dan kenapa dewanya terlihat terhibur... seakan dia sudah
melihat sebuah pertanda...? Semua pertanyaan itu tidak masuk akal untuk Azrael.
Artosh-sama tidak pernah banyak berbicara. Baginya, memahami apa
yang sedang dipikirkan dan dirasakan oleh dewanya adalah sebuah penghinaan
besar. Dia adalah dewa terkuat. Dia adalah puncak dari segalanya. Dewa
terkuat dan juga dewa perang, Artosh—dewa dari semua dewa. Keberadaan terkuat di jagad raya.
Artosh-sama adalah perwujudan dari perang itu sendiri dan dia tidak memilki rival.
Dia adalah yang terkuat karena itulah faktanya. Tapi... sudah lama sejak Azrael melihat seringai di wajah sang pencipta—ya, seringai liar dan bangga itu. sudah
berapa ribu tahun—puluhan ribu tahun sejak Artosh-sama duduk di atas tahta itu
sambil bertopang dagu? Tapi sekarang dia terlihat sangat bersemangan. Semua
orang yang melihatnya bisa merasakannya.
“Akhirnya tiba juga... seseorang yang mencoba untuk
mengalahkanku.”
Azrael terkejut saat mendengarkan prediksi itu. Tidak mungkin! Azrael merespon sambil
merengutkan alisnya.
“Artosh-sama, tidak ada makhluk yang bisa menyamaimu di
dunia ini.”
Azrael tahu kenapa dewanya berkata seperti itu: Artosh-sama
adalah dewa perang.
Perang berarti pembantaian. Pertarungan, pertikaian, dibunuh
atau membunuh. Mempertaruhkan nyawa dan kematian mereka untuk mengasah jiwa dan
tubuh mereka. Siklus perjuangan ini adalah konsep yang menciptakan dewanya...
ether dari Artosh-sama. Karena itu dia berdiri di medan perang dan memanggil
seluruh emosi negatif yang ada. Rasa
benci! Amarah! Bangkitlah! Pertaruhkan nyawa kalian, kerahkan semua
kebijaksanaan kalian pada orang-orang bodoh yang berusaha melawan. Setelah itu
hancurkan mereka semua—injak mereka dengan kekuatan maha dahsyat—itulah yang
membuatmu menjadi kuat. Siapapun yang bisa menguasai tanah ini dengan
kekuatan, siapapun yang bisa mendefinisikan kekuatan itu—dialah yang akan
menjadi penguasanya.
... Tapi, pembantaian sepihak bukan peperangan. Karena itu
dewanya tidak pernah merasa seperti ini.
“Apa artinya kekuatan yang luar biasa... tanpa adanya
tantangan?”
Artosh-sama berhenti tersenyum dan menolehkan wajahnya ke
arah bumi yang ada di bawahnya. Kemudian...
XXXX
<Pada semua Kӓmpfer: Himmelpokryphen—Lösen—>
Di langit yang ada di belakang Avant Heim, sekelompok sosok
bersayap mengikuti pergerakan Phantasma itu...
<Arah
sasaran—membetulkan koordinat—berhasil—Jangan sampai membunuh mereka, ok?>
<<<Jawohl.>>>
... Lebih dari 1.200 Pendobrak Surga (sebuah serangan yang
nantinya mengubah sejarah dan nasib planet ini) tiba-tiba dilepaskan dan
targetnya adalah... Union.
XXXX
Azrael langsung berteriak saat melihat pancaran cahaya yang
tiba-tiba muncul menerangi mereka semua.
“A-a-apaaaaa!?? Siapa yang menembakkan Pendobrak Surga!?”
“Ti-tidak diketahui! Tidak ada tanda apapun dari Avant
Heim...”
Para Flügel yang mulai memenuhi ruang
tahta terlihat gelisah. Beberapa merapal mantra deteksi dan yang lainnya
terbang untuk memeriksa keadaan. Di tengah semua kekacauan itu, Azrael mengingat cerita Jibril. Rongsokan yang berkeliaran sendirian, bersikap aneh...
Rongsokan yang membuat Irregular Number mereka menembakkan Pendobrak Surga...
“... Ex-Machina... rongsokan
itu...”
Apa yang bisa didapat mereka dari
penyerangan ini? Union yang berada di bawah pasti beranggapan jika Flügel
lah yang melakukannya—dan setelah ini, pertarungan akhir akan segera dimulai.
“Nyahaha~, kalian meremehkan
kami... dasar rongsokan bekas...!”
Setelah menganalisa situasi saat
ini, Azrael terbang dengan wajah menyeramkan, lalu dia meneriakkan perintah
pada Flügel
lainnya.
“Rafil, jatuhkan semua pesawat tempur
Dwarf yang sepertinya akan meluncurkan E-bomb, ajak kelompok 9 sayap
bersamamu. Sarakil, bawa Flügel sayap 10 hingga 18 dan halangi para Elf
itu..."
“He-hehehe-hehehe-hahahahahaha!!”
Saat para Flügel
mendengar suara tawa keras itu, mereka terdiam.
“Hahaha! Begitu! Kau datang untuk
membunuhku? Aku tidak menyangka jika kau akan datang secepat ini. Hahahaha!!”
Saat seluruh Avant Heim bergetar
karena tawa Artosh, Azrael bertanya dengan suara pelan.
“Saya... saya malu mengatakannya,
tuanku... tapi para rongsokan seperti Ex-Machina tidak mungkin bisa
mengalahkan...”
Tapi, dewanya—Artosh—adalah dewa yang
tidak banyak berbicara. Apa yang dia katakan mungkin berasal dari pengelihatan
surgawinya... Atau mungkin karena kapasitasnya sebagai dewa perang... Ya, pasti
begitu.
“Ex-Machina? Kenapa kau mengira begitu?”
Setelah mendengar asumsi Azriel,
Artosh bertanya. Mungkin karena dia sudah mengetahui semuanya, mungkin karena
dia menyambut sesuatu yang sudah dia tunggu selama ini... Artosh menatap ke
ufuk langit.
“Ya. Sudah pasti... yang akan
menantangku—yang terkuat ini—adalah
yang terlemah... Bukan begitu,
‘monyet’?”
Setelah itu Artosh mengangkat tangan
kanannya. Gerakan itu—dan hanya itu saja—berhasil menggetarkan Avant Heim...
membuat ruang dan waktu yang ada di sekitar Phantasma itu retak. Para Flügel yang
berada di ruang tahta berjengit kaget. Dewa mereka bersabda.
“Semuanya—persiapkan diri kalian.”
Chapter4-7 Daftar Isi Chapter 5-2
Komentar
Posting Komentar