NGNL Vol. 6 Chapter 4 Part 6
Disclaimer: Not mine
XXXX
“.... Alles lösen...!”
Shuvi mengaktifkan semua senjata, semua mantra, semua alat
yang dimiliki oleh Ex-Machina dengan seluruh kekuatan yang dia miliki...
menyibakkan sayap palsunya... Sesuatu yang ada hanya
untuk membunuh dan menghancurkan—sepasang sayap besi yang berkilat mengerikan.
“... Wah! Kau bermaksud meluapkan semua rasa frustasimu?...
Silahkan!”
Setelah itu Jibril juga menyibakkan sayapnya yang seakan memancarkan cahaya—dan kemudian menyeringai. Ireguler—Jibril. Level kekuatannya tidak diketahui. Meski Shuvi memiliki semua senjata yang dimiliki Ex-Machina, dia tidak akan bisa menghancurkan Jibril. Itu adalah kesimpulan yang dia dapatkan. Durasi maksimal bertahan hidup dari serangan Jibril: tidak bisa diestimasi.
Tapi Shuvi tetap menganggukkan kepalanya. Tidak masalah.
“... Forme... Combat algorithm for unknown—diaktifkan.”
Saat seluruh unit klusternya menyaksikan apa yang dia perbuat,
Shuvi merasa jika mereka sedang terkesiap dan terkejut dengan semua error yang
dia hasilkan. Shuvi berpikir. Apa yang
membuat mereka terkejut? Jika musuhmu itu sesuatu yang tidak diketahui, semua yang bisa kau lakukan
hanya mengantisipasi semua yang tidak bisa kau antisipasi. Jangan mencoba untuk
memahaminya. Jangan berusaha untuk membuat kalkulasi. Cukup percaya pada apa
yang kau rasakan dan bergerak—hanya itu.
Bertahanlah... jangan
mati sebelum 251 detik.
Logikanya bertanya... Bisakah
aku?
Errornya menjawab... Kenapa
bertanya begitu?
Manusia berhasil
bertahan hidup dengan semua kondisi ini—hampir selamanya. Di titik ini, apa
konsekuensi yang bisa didapatkan dari 4 menit dan 11 detik?
“... Shuvi...”
“Apa?”
“Aku belum... mengatakannya... namaku...”
Namaku... nama yang
diberikan Riku padaku... diriku... yang berharga...
Jibril menatap Shuvi dengan tatapan tidak percaya, tapi dia
membalas perkataan Shuvi dengan cara membungkukkan badannya.
“Begitukah? Namaku Jibril. Senang berjumpa denganmu. Karena
itu...”
....
“.... Selamat tinggal.”
XXXX
Malaikat itu terbang diatas area yang hancur lebur tak
berbentuk.
“... Aku tidak pernah menyangka jika rongsokan sepertimu akan
membuatku sangat kesal... Kau berani juga.”
Jibril mulai mengeluh karena dia tidak bisa menghancurkan
satu Ex-Machina—Prüfer—dengan mudah seperti biasanya.
“... Aku tidak boleh... mati... belum... Aku tidak mau...
matiiii!!”
Shuvi menggerakkan semua bagian tubuhnya hingga melewati
batasnya. Sendinya terkena tembakan plasma dan meleleh menjadi besi putih. Dalam badai serangan Jibril,
Shuvi tidak bisa melakukan deteksi dan bereaksi dengan baik, karena itu dia
hanya bisa berdiri. Shuvi mengaktifkan semua senjata milik Ex-Machina,
menggunakan semua ilmu yang dia dapat dari Riku, bertahan dan bertahan seakan seluruh
hidupnya bergantung pada usahanya saat ini.
-Jangan berada di atas panggung musuhmu. Jangan biarkan
mereka mendapatkan kontrol pertarungan.
-Buat musuhmu menurunkan pertahanan mereka. Buat mereka
berpikir jika mereka berhasil mendapatkanmu.
-Ganggu pikiran musuhmu. Guncang mereka dengan segala cara
yang kau miliki.
-Jangan membaca gerakan lawanmu. Tuntun mereka kemana kau
ingin mereka pergi...
Kau tidak bisa bereaksi pada serangan mereka? Antisipasi
semuanya.
Kau tidak bisa mengantisipasi serangan mereka? Dikte mereka.
Karena itu, Shuvi terus menghindar, membalas, dan
membatalkan serangan Jibril. Rasa takjub Flügel itu berubah menjadi
amarah. Semua Ex-Machina yang ada di cluster Shuvi tidak bisa lagi mengikuti
pergerakannya dan hanya bisa berkata Error.
Tapi... yang tampak di mata Shuvi hanya angka yang ada di depan matanya.
72 detik...
... Hei... Riku...
kenapa ya...?
Saat Shuvi memegang tangan Riku, satu jam terasa sangat
cepat...
Shuvi yang tidak bisa menahan serangan Jibril pun kehilangan
bagian kanan tubuhnya.
51 detik...
Riku... sekarang...
satu detik... terasa... sangat lama..
Gelombang serangan cahaya dari Jibril hampir mengenai tangan
kiri Shuvi.
“... !? Lösen... Umweg!”
Alat ‘pengubah arah’ yang dipanggil Shuvi dengan kecepatan
cahaya itu hampir tidak bisa membelokkan serangan Jibril, karena itu arah
serangan Flügel
itu berubah dari tangan kirinya menjadi ke bagian dadanya.
“... Setidaknya kau mati sebagai rongsokan dengan benar...
Kau benar-benar menyusahkan.”
Saat Shuvi mendengar kata-kata Jibril, dia bertanya.
24 detik...
“... Mati...? Apa...
maksudmu...?”
Memang benar, sekarang Shuvi tidak bisa bergerak. Dia sudah mengorbankan kemampuan menghindarnya. Tapi... Shuvi tersenyum, tatapan matanya
terlihat sangat sendu. Di tangan kanannya—dijari manisnya—ada sebuah cincin
yang ingin dia lindungi...
....
“... Begitukah? Kalau begitu, aku ‘minta maaf’ karena telah
memanggilmu rongsokan.”
Apa yang barusaja Jibril rasakan, Shuvi tidak tahu soal itu.
Tapi, deg. Spirit Flügel itu
berdetak ngilu seakan permintaan maaf itulah serangannya. Saat terbang di atas Shuvi
yang sudah tidak berdaya, halo miliknya membentuk pola yang rumit. Setelah itu Jibril
merentangan tangannya dan berkata.
“Madam, Aku
mengakuimu sebagai musuh yang harus kulenyapkan—seorang musuh yang pantas untuk
menerima kekuatan penuh dari Flügel.”
Jibril mengumpulkan banyak sekali spirit dari udara. Jumlah
spirit itu jauh lebih besar dari semua senjata yang dimiliki oleh Ex-Machina.
Flügel
itu mengumpulkan, menekan, dan memadatkan semua spirit itu dan memanifestasikannya
sebagai sebuah tombak yang muncul di tangannya.
Pendobrak Surga.
Tidak salah lagi. Flügel merubah hampir seluruh tubuh
mereka menjadi pure spirit corridor
junction nerves, mengambil semua kekuatan yang ada dalam koridor spirit itu dan
menembakkannya dalam satu serangan—senjata terkuat milik Flügel.
Ex-Machina juga memiliki senjata yang meniru Pendobrak Surga milik Flügel.
Dan ini bukan kali pertamanya Shuvi melihat serangan itu. Tapi, Pendobrak Surga
milik Jibril—kekuatannya yang begitu luar biasa, jika dibandingkan dengan
Pendobrak Surga yang pernah dicatat oleh Ex-Machina... dalam memori Shuvi...
keduanya sangat amat berbeda dalam segi kekuatan. Wajah Shuvi terlihat menyesal
dan sedih.
Ireguler—Jibril... benar-benar tidak bisa dikalkulasi...
<Sin-kronisasi...
se..lesai.>
Transimi memberitahunya hal itu saat kekuatan besar milik
Jibril sedang bersiap untuk menghancurkan tubuhnya.
Oh... Aku tidak pernah
melihatnya hingga sekarang...
< Üc207Pr4f57t9, nama baru—Prayer Shuvi...>
Angka yang ada di depannya
berubah menjadi tulisan Sinkronisasi selesai...
<Tugas telah diteruskan pada kami. Akses untuk
beristirahat telah disetujui—selamat bermimpi indah.>
Saat Pendobrak Surga
mulai berjatuhan, Shuvi menatap wajah Jibril dan tersenyum.
... Game ini... Shuvi yang... menang...
“...!?”
Shuvi tidak
menghiraukan wajah tidak nyaman yang diperlihatkan Jibril dan kemudian
mengatakan kata-kata terakhirnya.
“... Lösen: Kein-Eintrag!”
Dia tidak mungkin bisa
mengubah arah Pendobrak Surga. Seperti janji Jibril, Shuvi akan berubah menjadi
rongsokan... Dia tidak punya kekuatan untuk mengubahnya. Tapi, jika dia
memfokuskan seluruh output dari ‘No Entry’ pada radius 12 milimeter—dia pasti
bisa melakukannya.
Hanya hadiah... dari
Riku... ini... cincin... ini...
Sebuah kekuatan
besar yang dinamai oleh ‘hati’ dari Riku
sebagai absurd dan tidak masuk akal, mulai
menghujaninya. Serangan langsung bisa menghancurkan tubuh dan pikiran Shuvi
dalam... desidetik...
... Tapi, lalu
kenapa? Pendobrak Surga yang berasal dari Jibril terasa sangat lambat. Shuvi
mendeteksi akselerasi tidak normal dalam proses berpikirnya—mungkin ini yang
disebut manusia dengan ‘kilas balik’. Shuvi berpikir, kenapa ini bisa terjadi? Otaknya yang luar biasa pun mulai mencari
jawabannya. Dan otak itu berhasil mendapatkan jawabannya hanya dalam sekejap
saja. Jawaban yang sangat mudah.
... Riku... aku tahu... tanpamu... aku tidak
bisa... melakukan apa-apa...
Meski begitu, Shuvi
tetap mengambil kesimpulan jika dia harus memasang Umweg sendirian. Dia tidak
perlu menghadapkan Riku pada bahaya yang mungkin akan muncul. Itu adalah
kebanggaan yang membuatnya mengalami hal seperti ini. Riku benar sejak awal.
Riku mungkin—pasti—melakukan sesuatu yang bisa mengaburkan Jibril dan kemudian menghindar dari pertarungan ini. Dia yakin itu. Kenapa dia melepaskan tangan
Riku? Padahal dia telah memutuskan untuk mempercayai Riku tanpa keraguan
sedikitpun... Riku meminta agar dia selalu berada di sisinya, selamanya.
Harusnya dia tidak meninggalkan Riku sendirian...
Maaf Riku... Meski begitu... aku akan
menyerahkan... langkah terakhir... padamu...
Shuvi tahu Riku
tidak akan pernah menerimanya.
Tapi Shuvi juga tahu
jika Riku tidak akan bisa menolaknya.
Shuvi tahu jika ini
akan berat untuk Riku.
Shuvi juga tahu jika
Riku tidak akan bisa menyangkalnya.
... Maaf... kakak... aku tidak pernah...
bisa... menjadi... ‘pengantin... cantik’...
Meski begitu...
“... Riku... Hei,
Riku...”
Shuvi memanggil nama
suaminya meski pemuda itu tidak akan bisa mendengarnynya. Mesin penghasil suara
yang dia miliki sudah hancur. Dia tidak bisa menghasilkan suara apapun. Dan
lagi, Riku tidak mungkin bisa mendengarnya... tapi... meski begitu, dia tetap
ingin mengatakannya.
“... Aku...
akhirnya... aku mengerti...?”
Karena sekarang dia
mengingat kata-kata yang tidak pernah bisa dia sampaikan pada Riku.
“... Aku... sangat
bersyukur... bisa... bertemu... denganmu...”
Karena sekarang... Shuvi
sudah memahaminya.
“... Lain kali... Aku tidak pernah...
meninggalkanmu... lagi.”
“... Aku...
benar-benar... mencintaimu...”
Chapter 4-5 Daftar Isi
Chapter 4-7
Komentar
Posting Komentar