I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 144
Disclaimer: this novel is not mine to own.
๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ
"Aku tidak pernah merasa iri pada orang lain." kataku kalem dengan sebuah senyum kecil di wajah.
Eric-sama hanya mendengus saat mendengarnya.
"Apa yang menyenangkan dari menganggap semua orang lebih rendah darimu? Saat kau masih kecil, aku berpikir kalau kau adalah anak yang selalu berusaha sebaik yang kau bisa. Tapi sekarang aku tahu jika semua itu hanya kebohongan belaka." ucapnya dengan tatapan menghina.
Fakta bahwa Eric-sama tahu bagaimana kerja keras yang kulakukan dulu menunjukkan jika aku masih sangat jauh dari wanita jahat yang ideal. Wanita jahat yang sesungguhnya tidak akan membiarkan orang lain melihat kerja kerasnya, apapun yang terjadi.
Kesimpulannya, kata-kata Eric-sama malah menjukkan kerja keras yang kulakukan selama ini pada seluruh penghuni kelas.
"Terima kasih. Aku senang mendengarnya."
"Kau pikir aku sedang memujimu?"
"Ya." kataku sambil tersenyum. "Setidaknya itu yang terlihat di mataku."
Mata Eric-sama berkilat marah. Bolehkah aku menyombongkan diri karena bisa membuatnya mengeluarkan tatapan membunuh seperti itu? Aku yakin tidak ada orang lain yang bisa membuat Eric-sama semarah ini.
Atmosfer kelas kembali memanas.
Aku menatap para ekstra yang ada di kelas ini... Mereka selalu dipaksa merasakan atmosfer seberat ini setiap kali aku menampakkan diri. Tapi maaf saja, aku tidak merasa kasihan pada mereka semua. Jika mereka semua berkumpul di sini, akan ada lebih banyak orang yang menyaksikan aksi wanita jahatku.
"Kau tahu, Liz tidak pernah lari dari masalah yang mendatanginya."
"Apa?" ucapku saat mendengar perkataan Eric-sama yang sangat tiba-tiba.
"Tidak peduli seberapa sulit masalah itu, Liz akan tetap berdiri dan menyelesaikannya hingga tuntas. Dia gadis yang seperti itu. Dia adalah gadis yang mau mengulurkan tangannya untuk para bangsawan yang membencinya. Dia adalah orang yang mau mengorbankan dirinya sendiri jika memang itu yang dibutuhkan. Sat ada srrigala yang tidak sengaja masuk ke akademi, dia langsung menempatkan dirinya sendiri diantara binatang itu dan para bangsawan yang ada di belakangnya. Liz melakukan semua itu meski kakinya gemetaran karena takut."
"Tungu, tunggu, tunggu... Ada serigala yang masuk ke dalam akademi? Di tempat ini?" tanyaku tiba-tiba. Penjelasan Eric-sama terlalu berbelit hingga aku tidak tahan untuk melemparkan pertanyaanku. Aku tidak percaya jika hewan berbahaya seperti itu muncul secara tidak sengaja... Mungkin saja ada seseorang yang sengaja membawanya ke dalam akademi...
Akan tetapi Eric-sama tidak menghiraukan pertanyaanku dan terus membanjiri kami dengan pujiannya pada Liz-san.
"Kapanpun Liz memiliki waktu luang, dia pasti akan pergi ke kota untuk bermain dengan para anak-anak. Liz selalu memikirkan apa yang terbaik untuk kerajaan ini." ucap Eric-sama dengan mata berbinar. "Tapi bagaimana denganmu? Kau hanya bisa bermalas-malasan dan tidak melakukan apapun. Kau selalu memandang rendah orang lain... Kau lah yang sampah di sini." ujar Eric-sama tanpa ampun.
Wooow... Dia memanggiku sampah? Jadi sekarang dia menggunakan hinaan yang kubuat untuk menghinaku? Apa dia tidak bisa menciptakan hinaan lain yang lebih kreatif?
Setelah Eric-sama berkata seperti itu, semua orang yang ada di kelas merasakan aura membunuh yang sangat kuat dari arah belakangku. Sensasi haus darah yang menguar dari 4 orang yang ada di belakangku terasa sangat kuat hingga semua orang merasa sangat ketakutan. Aku saja sampai merinding saat merasakannya.
Aku langsung berbalik untuk memastikan keadaannya.
Saat aku melihat wajah mereka ber-empat, aku hanya bisa terdiam. 'Aku tidak mau membuat mereka jadi musuhku.' Kata-kata itu langsung muncul di kepalaku.
Tatapan haus darah dari Henry-oniisama, Gilles, Mel, dan Duke-sama berhasil membungkam mulut mereka semua. Apa ini skill baru yang mereka miliki? Apa mereka punya jurus rahasia yang tidak mereka beritahukan padaku?
Ngomong-ngomong, jurus rahasia ini juga berhasil membunuh beberapa fans Duke-sama. Sepertinya jantung mereka terlalu lemah untuk sensasi se-ekstrim ini.
"Jangan ikut campur. Jangan mengatakan apapun. Dan jangan memukul siapapun." kataku yang berusaha membuat mereka kembali tenang.
Aku tidak tahu apa mereka mendengar kata-kataku atau tidak, aku langsung berbalik setelah mengatakannya dan menatap laki-laki yang baru saja menghinaku.
Sepertinya Eric-sama merasa sangat terkejut saat merasakan nafsu membunuh yang ditujukan kepadanya. Aku yakin jika sekarang dia sama sekali tidak menghiraukanku.. Yah, aku bisa mengerti kondisinya. Saat seseorang merasakan nafsu membunuh diarahkan kepadanya, secara otomatis dia akan fokus pada hal tersebut dan mengabaikan hal lainnya.
Dipanggil sampah memang membuatku marah, tapi aku masih bisa menahan diri. Meski begitu rasa haus darah dari empat orang yang ada di belakangku sama sekali tidak berkurang. Ya ampun, padahal sudah kuperingatkan...
"Hei, Eric-sama. Apa kau berpikir jika Liz-san yang siap mengorbankan dirinya untuk alasan sepele adalah sesuatu yang bisa dibanggakan? Kau hanya membuat semua orang mengetahui kebodohannya."
Perkataanku membuat semua mata tertuju ke arahku sekali lagi, sesuai perkiraanku. Setelah itu aku menatap Eric-sama dengan ekspresi wanita jahat andalanku: senyum jahat dan tatapan menghina.
"Liz-san punya kebiasaan buruk seperti salah menentukan prioritas. Meski dia tahu jika keberadaannya sangat berharga untuk kerajaan ini, dia malah mencoba membuang nyawanya untuk beberapa nona muda yang membencinya. Jika dia cerdas, dia tidak akan asal mengorbankan diri seperti itu. Jika dia mati, tidak akan ada orang yang bisa menggantikannya."
"Alicia-chan! Keberadaanmu juga tidak akan bisa digantikan oleh orang lain!" teriak Liz-san dengan suara berapi-api. Dia terlihat khawatir padaku.
"Tapi kenyataannya memang seperti itu." kataku dengan nada bosan.
Mata cantik itu melebar saat mendengarnya.
"Ada banyak orang yang bisa menggantikanku. Jika aku tidak ada di sini, semuanya masih bisa berjalan lancar lewat cara lain." ucapku. "Tentu semua orang ingin menjadi seseorang yang spesial. Tapi kenyataannya tidak begitu. Jika kau mencari orang pintar, kau bisa menemukan mereka sebanyak yang kau mau. Orang yang bisa menggunakan sihir? Mereka ada banyak di sini. Tapi.. Kau boleh mencari ke seluruh penjuru dunia. Kau tidak akan bisa menemukan orang lain yang memiliki kemampuan sepertimu, Liz-san."
Suaraku memang tidak keras, tapi kurasa mereka semua bisa mendengarku dengan jelas.
"Jika kau hanya melihat manusia hanya sebagai angka dan kemampuan, itu memang benar. Tapi... Manusia bukan hanya sekedar itu saja. Mereka memiliki sesuatu yang membuat mereka tidak bisa digantikan oleh orang lain."
"Tentu, aku setuju denganmu. Tapi, dari sudut pandang yang lebih luas, satu-satunya orang yang tidak tergantikan di sini hanya kau, Liz-san. Dan mengingat dunia yang akan kau jalani di masa depan, kau harus mulai mengeraskan hatimu serta menyiapkan para penganti yang kau perlukan."
"Apa maksudmu? Kenapa aku harua melakukan itu?"
"Suatu hari nanti, saat kau dipanggil untuk melindungi kerajaan ini... Apa yang akan kau lakukan jika salah satu penasihatmu tiba-tiba terluka dan terpaksa mundur dari gsris depan?" tanyaku dengan nada ramah. Meski begitu aku yakin jika di mata mereka aku terlihat seperti iblis mengerikan.
"Apa kau pernah berpikir kenapa pimpinan sebuah organisasi tidak hanya 1 orang saja? Kenapa para pimpinan itu memiliki wakil, atau letnan, atau komandan di bawah mereka?"
"Kau... Kau tahu apa soal Liz!? Dia adalah gadis yang sangat luar biasa! Dia tidak perlu berubah. Jika ada kekurangan dalam dirinya, kamilah yang akan membantunya!"
Eric-sama tiba-tiba memotong pembicaraanku dengan Liz-san. Suaranya terdengar sangat emosional.
Seertinya mengubah cara berpikir saintess lebih sulit dari yang kuduga. Apalagi jika para pengagumnya selalu menyela seperti ini.
Di luar, wajahku tetap terlihat tenang, tapi dalam hati aku menghela nafas berkali-kali.
"Liz adalah orang yang selalu menghadapi rasa takutnya meski dengan tubuh gemetaran. Dia adalah gadis kuat yang sangat menawan." kata Eric-sama sambil menatap lurus ke arahku.
Harusnya kau tidak mengucapkan semua itu kepadaku... Ucapkan itu langsung pada Liz-san!
Meski Eric-sama tidak mengatakannya secara langsung, wajah Liz-san tetap terlihat merah saat mendengarnya.
Aku melihat semua PDA (public display of affection) itu tanpa mengatakan apa-apa. Pada titik ini aku sudah tahu jika Eric-sama sudah kalah. Liz-san berhasil mendapatkannya.
Lalu aku... Aku sudah mengatakan semua yang harus kukatakan, jadi aku akan langsung pulang ke kabin. Aah... Rasanya aku ingin makan kue sekarang.
"Kalau begitu, aku undur diri dulu." kataku sambil berbalik pergi.
Aku masih bisa merasakan banyak tatapan tajam yang mengarah padaku, tapi aku tidak menghiraukannya sama sekali. Aku hanya ingin pergi dari sini dan bersantai sepuasku.
"Memangnya apa yang kau tahu soal Alicia?" tanya Duke-sama dengan suara dingin.
Aku tidak tahu ekspresi macam apa yang sedang ditunjukkan oleh Eric-sama, tapi aku bisa menebaknya. Dia mungkin tidak pernah menyangka jika Duke-sama akan bertanya seperti itu padanya.
Aaah... Aku ingin lihat bagaimana wajahnya saat ini. Tapi tidak keren jika aku melakukannya. Karena itu aku terus berjalan pergi dengan Gilles yang berada tepat di sampingku, Henry-oniisama, Mel, dan Duke-sama pun mengikutiku dari belakang.
Tidak ada yang berbicara saat kami berlima pergi meninggalkan kelas itu.
Aku tidak khawatir, tapi hingga sekarang Henry-oniisama sangat akrab dengan mereka semua... Apa tidak apa-apa kalau dia mengikutiku seperti ini?
Di sepanjang perjalanan pulang aku terus memikirkan Henry-oniisama dan juga masalah lainnya. Saking seriusnya aku berpikir, aku sampai tidak menyadari keberadaan Gilles yang ada di sampingku, atau telapak tangannya yang mengeluarkan darah.
Gilles POV. Alicia 13 tahun, Gilles 9 tahun.
"Hei, Alicia. Bukannya ini sudah cukup untuk hari ini?" tanyaku saat sudah tidak kuat melihat latihan sihir gadis itu.
Alicia selalu menghabiskan semua waktu yang dia punya--dari pagi hingga malam-- untuk melatih sihirnya.
Dia akan terus berlatih dan berlatih tanpa istirahat, tapi tidak ada kemajuan sama sekali. Tidak peduli apapun yang dia lakukan, levelnya tidak kunjung naik. Perkembangan sihirnya terhambat, mungkin...? Kecepatan naik levelnya dulu memang sangat luar biasa, jadi kemacetan kali ini terasa aneh untukku. Mungkin saja... orang normal memang tidak bisa naik level secepat Alicia.
Aku tidak punya konsep pasti mengenai sihir, tapi aku tahu... Jika Alicia sudah memutuskan sesuatu dia tidak akan pernah menyerah atau berhenti.
"Tidak. Aku tidak boleh berhenti sekarang. Ini adalah waktu yang penting untukku."
"Kau selalu melakukan itu setiap hari. Apa hari ini memang se-spesial itu? Kau kan bisa istirahat?"
"Tidak ada gunanya bekerja keras tanpa henti."
"... Apa maksudmu?" 'Bukannya itu yang kau lakukan tiap hari?'
"Maksudku, berlatih tiap hari bukan tujuan akhirku. Aku tidak berencana untuk bekerja keras selamanya. Aku hanya ingin meningkatkan levelku secepat mungkin."
"Agar kau bisa mengejar Liz Cather?"
Saat mendengar pertanyaanku, Alicia terlihat sedih dan sedikit kesepian.
Aku merasa jika Alicia saat itu adalah Alicia yang sebenarnya. Dia menunjukkan perasaan yang selama ini dia sembunyikan di balik topeng kegigihan dan kesombongan yang dia miliki.
"Tidak peduli seberapa keras aku berusaha, aku tidak akan pernah bisa mengejarnya. Tapi... Setidaknya aku ingin ada di panggung yang sama dengan Liz-san. Meski aku tidak bisa mengalahkannya, setidaknya aku bisa mengimbanginya selama beberapa menit. Jika aku tidak bisa melakukannya, bagaimana bisa aku membuatnya mau mendengar nasihat dan arahanku?
Mataku bersiborok dengan mata Alicia. Saat dia selesai berbicara dia tersenyum ke arahku. Senyum itu terlihat sendu tapi juga sangat indah.
Alicia paham jika sampai kapanpun, dia tidak akan pernah bisa menyamai kekuatan sihir milik Liz Cather. Aku yakin dia pasti lebih memahami hal ini dibandingkan semua orang yang ada di dunia ini.
Dan mungkin itu adalah alasan kenapa dia sangat terobsesi pada saintess itu. Semua itu karena Alicia berusaha keras untuk mengejarnya. Jika Alicia ingin berdiri sejajar dengan Liz Cather, dia tidak boleh membuang waktunya dengan percuma.
Padahal Alicia sudah berusaha sekeras ini. Meski begitu dia tidak pernah merasa yakin apakah dia bisa mengejar Liz Cather atau tidak. Mungkin Alicia berpikir seperti itu karena dia tahu jika kerja kerasnya tidak akan mendapat balasan apa-apa.
Alicia mungkin sudah mengetahuinya sejak dulu, karena itu yang dia tahu hanya 'Hasil adalah segalanya'.
Alicia tahu jika sesuatu yang dijamin oleh kerja keras adalah rasa percaya diri... Dia pasti memegang teguh hal itu sambil terus bekerja keras demi mengejar 1 orang jenius yang diberkahi kekuatan sihir yang sangat luar biasa itu... Dan mungkin Alicia juga tidak suka jika ada orang lain yang mengetahui kerja kerasnya.
Penyebabnya bukan hanya karena kerja keras itu terlihat tidak keren di mata Alicia... Dia mungkin merasa jika kerja keras yang dia lakukan untuk mendapatkan kepercayaan dirinya yang sekarang bukanlah sesuatu yang harus diketahui oleh banyak orang.
Tentu tebakanku bisa saja salah. Mungkin Alicia tidak berpikiran seperti itu. Tapi pada akhirnya, semua itu adalah pendapatku mengenai Alicia.
Lalu, dari dasar hatiku yang terdalam aku berdoa... Semoga hari di mana Alicia bisa mengalahkan Liz Cather tiba dengan cepat.
"Jagan terlalu memaksakan diri, oke." kataku. Alicia hanya tersenyum simpul saat mendengarnya.
"Aku tidak akan memaksakan diri sampai melukai diri sendiri, kok. Tapi aku akan tetap berusaha semaksimal mungkin."
... Jika mereka melihat Alicia yang sesungguhnya, mereka pasti akan jatuh hati dalam sekejap. Mereka akan langsung terpesona dan ingin terus berada di sampingnya.
Aku berharap hari seperti itu akan datang... Tapi, di sudut hatiku, aku juga berdoa agar tidak ada orang lain yang bisa melihat Alicia yang sesungguhnya.
Aku tahu jika ini terdengar menyedihkan, dan aku juga merasa tidak bisa mengatasi sifat labilku ini. Meski begitu, pikiran seperti itu saja tidak akan cukup kuat untuk merubah apa yang sedang kurasakan saat ini.
Komentar
Posting Komentar