I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 147
Disclaimer: Novel ini bukan punya saia...
🦊🦊🦊
Saat kami berjalan masuk ke dalam gedung, semua mata menatap kami.
Mereka terang-terangan menatap kami, tapi tidak ada yang mengatakan apa-apa. Lorong ini dipenuhi banyak orang, tapi keheningan tempat ini terasa tidak alami dan sangat mencekam.
"Aku bisa tahu apa yang mereka pikirkan hanya dari tatapan mereka." kata Gilles sambil mengamati keadaan sekitar.
Dia benar. Semua tatapan benci itu memberi kami banyak sekali informasi.
Mereka menatap kami seakan kami adalah penyakit berbahaya atau mungkin mereka menganggap kami sebagai sebuah bencana alam yang tidak mereka inginkan. Apa mereka ingin menjaga harga diri mereka dengan tidak mengatakan apa-apa? Menurutku, sikap mereka yang seperti ini malah lebih tidak sopan... dan mungkin lebih buruk dari beberapa hari yang lalu.
"Hey, Alicia? Saat kau menyebut mereka semua sebagai sampah... itu yang kedua kalinya kan? Yang pertama kau menyebut para preman itu sebagai sampah dan yang kedua kau bilang mereka ini lebih buruk dari sampah. Sepertinya ejekanmu pada 4 gadis itu berakibat sangat ekstrim."
Bahuku langsung kaku saat mendengar perkataan Gilles.
"Eh? Aku pernah menyebut orang lain sampah sebelum itu? Aku tidak ingat..." jawabku dengan mata terbelalak dan wajah bingung. Mata Gilles juga ikut terbelalak saat menyaksikan reaksiku.
Kapan aku mengatakan hal seperti itu?
Aku yakin aku bisa mengingat semua perkataanku, dan memanggil seseorang dengan sebutan sampah adalah ejekan yang sangat serius. Jadi aku yakin aku pasti akan ingat saat mengatakannya... Tapi, meski aku sudah berusaha mengingatnya, aku sama sekali tidak ingat kalau aku pernah melakukannya.
"Itu saat kita berdua diculik oleh para preman yang dibayar seseorang. Kau juga menyebut mereka sampah."
"Oh... aku tidak ingat."
"Masuk akal... kau sangat fokus untuk mengalahkan mereka saat itu." kata Gilles dengan serius.
Aku memang ingat saat aku membunuh mereka, tapi aku sama sekali tidak ingat apa yang kukatakan saat itu.
"Ali-chan~~." panggil Curtis-sama dengan nada ceria dari arah belakangku. "Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?"
"Baik. Dan sepertinya kau juga baik-baik saja seperti biasanya." kataku sambil melirik orang-orang yang ada di belakang Curtis-sama. "Apa kau sendirian?"
Curtis-sama menyeringai seperti kucing yang baru saja mendapatkan mainan baru.
"Oh, kau kecewa karena Duke tidak bersamaku?"
"Tidak! Aku cuma... merasa aneh karena kau berjalan sendirian, Curtis-sama."
"Ah! benar juga~. Biasanya aku ditemani beberapa gadis manis, iya kan?"
"Ya. Biasanya kau ditemani gadis manis dengan otak kosong." kataku sambil tersenyum manis ke arahnya.
Untuk sesaat, wajah dan senyum Curtis-sama terlihat kaku, tapi dia berhasil kembali seperti semula dan menyeringai ke arahku.
"Ada apa ini? Kau cemburu?"
"Sama. Sekali. Tidak." kataku sambil tersenyum lebar.
Cemburu pada Curtis-sama... Sesuatu yang tidak mungkin sekali.
Sebagai wanita jahat, aku harus dan wajib berkata buruk pada wanita lain. Dan lagi, aku sangat yakin jika aku lebih pintar dari para gadis yang biasanya bergelantungan disekitar Curtis-sama... Jadi, itu artinya ejekanku pada mereka memiliki dasar yang sangat kuat.
Jika aku lebih bodoh dari mereka, aku tidak akan berani mengatakan semua itu.
"Pastinya kau tidak akan menceramahiku soal menghina orang lain, iya kan?" tanyaku tanpa berpikir lebih jauh.
Mata Curtis-sama dan Gilles membulat saat mendengar pertanyaanku.
"... Tidak. Karena mereka memang benar-benar lebih bodoh darimu, Ali-chan. Baik level sihir dan akademik mereka, semuanya lebih rendah darimu." kata Curtis-sama dengan senyum menggoda.
Tidak kusangka... ah, tunggu. Mungkin tidak begitu? Aaah, aku tidak tahu lagi.
Apa Curtis-sama ada di kelompok Liz-san, atau mungkin tidak? Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan...
"Kau berpikir seperti itu? Menurut semua orang yang ada di sekolah, aku adalah gadis idiot yang tidak pernah berusaha." kataku sambil nyengir. Mataku terus menatap mata Curtis-sama.
Curtis-sama tersenyum kecut saat mendengar perkataanku.
"Aku mungkin tidak berasal dari 5 keluarga utama, tapi aku masih bisa membedakan antara orang cerdas dan bodoh."
"Aku bukan bangsawan, dan aku bisa tahu itu." timpal Gilles.
Sekarang akulah yang tersenyum kecut.
"Kau tahu... Ali-chan?" tanya Curtis-sama dengan tatapan serius.
"Apa?" tanyaku yang kaget karena perubahan ekspresinya yang sangat mendadak.
"Liz itu pintar... tapi pikirannya terlalu pendek."
"Ya, aku tahu itu."
"... Aku mengerti. Tapi, Liz adalah saintess kan?"
Curtis-sama mengatakan dengan sangat pelan hingga hanya aku yang bisa mendengarnya.
Aku langsung menatapnya saat mendengar pertanyaan itu.
Hanya dari tatapan matanya, aku bisa tahu jika dia tidak sedanv menanyakan hal itu. Sepertinya dia sudah yakin jika Liz-san adalah sang saintess.
"Darimana kau tahu?"
"Siapapun yang melihat perlakuan yang mulia raja kepadanya pasti tahu. Dan lagi, hal itu sangat jelas jika melihat sihir yang dia miliki. Bisa menggunakan semua atribut... jika dia bukan saintess maka itu akan menjadi sangat tidak normal."
"Aku tidak percaya jika rahasia negara sepenting ini bisa bocor dengan mudah." gumamku pelan.
"Dia gadis polos yang lugu. Dan dia beranggapan jika seluruh dunia adalah tempat yang indah dan aman."
"Ya. Aku juga tahu soal itu." kataku sambil memutar mata, tapi sepertinya Curtis-sama tidak tersinggung dengan sikapku. Dia hanya mendekat ke arah telingaku dan diam selama beberapa detik.
Dia tidak bergerak dan tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya bernafas di samping telingaku. Setelah beberapa detik, dia mengambil nafas panjang dan berbisik pelan di sana.
"... Yang mulia raja sedang menggunakan sifat baik dan pemberanimu. Ini hanya spekulasi pribadiku, tapi kurasa suatu hari nanti dia akan memintamu agar mau menjadi bayangan saintess."
Setelah mengatakannya Curtis-sama langsung berjalan pergi. Sosoknya menghilang di ujung lorong sebelum aku bisa mencerna semua perkataannya yang sangat mendadak.
Pikiranku penuh dengan pesan yang ditinggalkan Curtis-sama hingga aku merasa tidak punya energi yang tersisa untuk berjalan.
Menjadi bayangan? Saat Liz-san berada di garis depan dan dikenal sebagai 'saintess', aku hanya akan berperan sebagai sinar lampu yang akan menyinarinya dari belakang?
"Alicia? Curtis bilang apa?" tanya Gilles sambil menatapku dengan ekspresi khawatir dan penasaran.
"Menjadi bayangan saintess..." hanya itu yang bisa kukatakan.
Wajah Gilles menjadi gelap saat mendengar jawabanku.
Karena pikirannya bisa merespon dengan sangat cepat, sepertinya dia bisa mengerti hanya dengan informasi itu saja.
... Bayangan? Aku tidak akan pernah mau melakukannya.
Aku ingin berdiri di tengah panggung. Aku ingin bersinar seterang saintess di depan semua orang! Aku tidak mau berperan hanya sebagai studi kasus untuk semua orang. Kenapa aku harus mau melakukan sesuatu semenyedihkan 'menjadi bayangan saintess'?
Tapi itu hanya spekulasi Curtis-sama dan belum ada yang diputuskan.
"Curtis bilang seperti itu?"
"Tidak, tidak begitu juga... dia bilang yang mulia raja mungkin akan memintaku melakukan itu suatu hari nanti." jelasku.
Gilles sepertinya tidak suka dengan informasi baru ini dan wajahnya terlihat lebih mengerikan dari beberapa menit yang lalu.
Aku tahu jika yang mulia raja dan para dewan sedang menggunakanku. Aku tahu itu, dan aku merasa baik-baik saja.
Tapi, memberikan tempat di belakang layar bagi seorang wanita jahat yang memang berhak mendapatkan tempat di tengah-tengah kemegahan panggung drama adalah sesuatu yang tidak bisa kuterima.
Aku bersedia digunakan, tapi aku tidak akan mau melakukan hal seperti itu. Jika mereka ingin mengambil keuntungan dari apa yang kulakukan, tidak apa-apa. Karena di saat yang sama aku juga melakukan apa yang kumau, tidak ada kerugian yang kuterima. Tapi aku tidak mau menjadi bayangan siapapun.
"Apa yang sedang kalian berdua lakukan?"
Saat aku dan Gilles sedang memikirkan arti di balik kata-kata Curtis-sama, tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat familiar dari arah belakangku.
Aku langsung menolehkan kepalaku ke arah datangnya suara tersebut. Duke-sama sedang berdiri di samping sebuah jendela di sebelah tempat kami berdiri.
"Aku rindu padamu." katanya dengan nada hangat sambil mengusap pipiku.
Ah, beri aku istirahat. Kenapa hal pertama yang kau lakukan di pagi hari adalah membuat jantungku melompat-lompat tak karuan? Sepertinya hari ini akan sangat melelahkan untukku.
... Jika aku menutup jendela itu keras-keras, bagaimana reaksinya ya?
"Memangnya kau pikir, apa yang sedang kau lakukan?"
Bukannya ini saat yang tepat untuk menjauhkan tanganmu dari pipiku?... kumohon? Jika kau tidak melakukannya, kau pasti akan tahu betapa hangatnya wajahku ini. Yah, itu juga kalau sekarang kau belum tahu...
Saat Duke-sama mendengar pertanyaanku, dia menyeringai dan menjawab dengan nada menggoda.
"Aku sedang menunjukkan cintaku padamu.."
"Aku tidak memerlukannya." gumamku cepat.
Wajahku pun menjadi lebih merah dari yang sebelumnya.
Ahhh! Aku melakukan hal bodoh lagi. Dan kali ini aku masuk secara sukarela ke dalam jebakannya.
Apa yang harus kulakukan agar bisa menang dari Duke-sama?
Aku selalu merasa sebal karena selalu kalah darinya dalam banyak hal. Sebagai seorang wanita jahat, aku juga merasa malu saat kalah dari seorang lelaki.
Aku melempar tanganku keluar jendela dan mengusap-usap rambut Duke-sama hingga terlihat sangat berantakan.
Oh. Rambutnya terasa sangat halus dan lembut. Tekstur yang sangat luar biasa.
"Apa?" tanya Duke-sama dengan wajah kaget.
Ya! Dengan ini kami bisa seri, iya kan? Aku bisa membuatnya kaget! Tidak buruk juga, diriku.
"Aku menunjukkan rasa cintaku." ujarku sambil balik menyeringai kepadanya.
Duke-sama terdiam saat mendengarnya, tapi beberapa saat kemudian bahunya kembali rileks dan sebuah senyum bahagia muncul di wajahnya. Aku juga bisa melihat matanya yang terlihat berkerlip.
"Jadi, ada cinta dalam sentuhanmu?"
Ini hanya perasaanku, atau mungkin senyum itu memang lebih mirip seringai iblis sekarang? Apa kau perlu menatapku seserius itu?
"Eh? Tidak, anu..."
Aku hanya ingin membuat Duke-sama merasakan malu yang kurasakan saat ini... aku tidak pernah menyangka jika dia akan menyerang balik seperti ini.
Ini buruk. Duke-sama sedang berada di atas angin sekarang. Kapan aku bisa menang darinya?
Duke-sama tersenyum puas saat melihat wajah gugupku.
Ugh! Aku membiarkannya mempermainkanku lagi! Masalah ini tidak akan bisa jadi lebih buruk dari ini! Aku tidak boleh membiarkannya melihatku gugup seperti ini! Aku harus mengatur hatiku sekali lagi.
"Jika itu artinya aku bisa menerima cintamu Alicia, aku akan melakukan apa saja." kata Duke-sama sambil menatapku tepat di mata. Tatapan matanya terlihat tulus dan sungguh-sungguh.
Aku langsung membelalakkan mataku saat mendengarnya. Saat itu aku merasa jika waktu seakan berhenti.
Ini pertama kalinya ada orang lain yang berkata seperti itu kepadaku. Bahkan di kehidupanku yang lalu, tidak ada orang yang bersikap seperti Duke-sama... tidak ada seorangpun!
Sebelumnya, aku selalu merasa jika Duke-sama selalu menggodaku, perasaannya terasa lemah... tapi sejak kapan dia melihatku dengan tatapan seperti itu?
... kenapa? Kenapa baru sekarang? Kenapa tiba-tiba dia bersikap serius seperti ini? Apakah ini skema kejahilannya yang baru?
BAM!
Tiba-tiba, ada sesuatu yang melayang di sebelah wajahku dengan kekuatan yang lumayan kuat.
Sepertinya Gilles sudah tidak sabar dengan pembicaraan kami berdua. Barusan, dia menutup jendela itu dengan sangat keras hingga kacanya bergetar. Jika dia menutupnya dengan sedikit lebih keras aku yakin jika kaca-kaca itu akan pecah.
"Kalian boleh saling goda sesuka kalian, aku sama sekali tidak keberatan. Tapi, bisakah kau tidak melakukannya sepagi ini?" tanya Gilles pada Duke-sama dengan suara keras.
Senyum Duke-sama terlihat sedikit kaku saat mendengar pertanyaan Gilles. Di sisi lain, Gilles terlihat puas saat menyaksikan ekspresi tidak nyaman di wajah Duke-sama.
... Itu adalah seringai yang sesungguhnya. Tipe seringai yang muncul saat kau sedang menahan tawa karena melihat sesuatu yang sangat lucu.
Mungkin ini bentuk kejahilan Gilles untuk Duke-sama? Apa dia memang berniat menjahilinya?
Biasanya Gilles akan mengikuti kemauan Duke-sama. Tapi, mungkin sekarang aku masih bisa berharap jika dia bisa menjadi sekutuku? Mungkin saat situasi sedang gawat darurat, dia akan balik mendukungku.
Dengan begini, pertarungan kami berdua menjadi seri, iya kan? Aku berharap aku bisa dimaafkan karena telah meminjam sedikit kekuatan dari Gilles.
Tapi Duke-sama masih tetap menjadi lawan yang terlalu kuat jika harus kulawan sendirian! Suatu hari nanti aku pasti bisa mengalahkannya dengan telak!... Kuharap.
... Ngomong-ngomong, apa aku memang menyukai Duke-sama?
Maksudku, tentu saja aku menyukainya... tapi apa perasaan ini bisa disebut cinta?
Orang bilang cinta pertama itu rasanya seperti lemon... Tapi jujur saja aku tidak tahu apa maksudnya. Dan lagi, memangnya siapa yang berkata seperti itu dulu?
Ugh... cinta memang benar-benar membingungkan... Mungkin masih terlalu cepat bagiku untuk memahami hal seperti ini.
Komentar
Posting Komentar