I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 150
Disclaimer: This novel isn't mine.
πππ
"Pada akhirnya, kita tidak bisa menemukan informasi soal serigala itu." gumamku sambil berdiri menatap langit dari beranda kabin. Hari ini tidak ada yang berjalan dengan lancar.
... Awan gelap menutupi langit yang ada di atas kami. Atmosfer seperti ini membuatku tidak nyaman dan merasa jika akan ada sesuatu yang terjadi. Atau mungkin sesuatu itu memang sudah terjadi. Mungkin semua ini terjadi karena aku tidak berhasil mengumpulkan informasi soal serigala itu!
Ah... memangnya siapa yang ingin kubodohi? Ini bukan salah langitnya. Ini semua karena ketidak mampuanku sendiri. Menyalahkan sesuatu yang tidak mungkin melakukan sesuatu kepadaku hanya menunjukkan betapa tidak bergunanya aku.
"Tenang saja. Masih ada hari esok." kata Gilles sambil menatapku. "Jadi? Kenapa kita kembali ke kabin dan bukannya kemansion? Bukannya sihirmu sudah kembali?"
"Setelah 2 tahun tinggal di sini, aku jadi suka dengan tempat ini."
"... Mungkin kau harus memberi nama untuk kabin ini." ujar Gilles dengan wajah datar. Aku tidak tahu apa dia sedang menggodaku atau sedang serius.
"Hmm, kalau begitu bagaimana dengan nama Josephine?"
"Jadi kabin ini perempuan...?" gumam Gilles dengan mata terbelalak, tapi wajahnya masih terlihat serius seperti sebelumnya.
Sepertinya Gilles mengira jika kabin ini laki-laki. Padahal, tidak peduli bagaimana aku melihatnya, kelengkapannya, kenyamanannya, semua hal yang ada di sini terasa sangat feminin.
"Bagaimana kalau kita pergi mengunjungi kakek?" tanya Gilles tiba-tiba.
"Ya. ayo ke sana." jawabku sambil menoleh ke arah hutan.
XXX
Sudah beberapa hari aku tidak mengunjungi tempat ini, tapi sekarang aku merasa jika atmosfer desa ini sangat berbeda dengan terakhir kalinya aku datang ke sini.
Sekarang udara yang ada di sini terasa lebih segar dan ringan. Seluruh desa terasa penuh dengan semangat dan energi baru. Apa yang dilakukan paman Will hingga desa ini menjadi sebaik ini?
"Alicia!" teriak Rebecca sambil melompat ke arahku.
Gadis itu bisa bergerak dengan cepat meski dia harus melompat hanya dengan 1 kakinya. Kekuatan otot yang sangat luar biasa. Aku selalu berpikir jika melompat seperti itu pasti sangat melelahkan untuk Rebecca, tapi sayang tempat ini tidak memiliki bahan yang cukup untuk membuat kaki buatan untuknya.
Saat Rebecca melompat ke arahku, aku bisa melihat rambut silvernya yang melambai liar di belakangnya. Aku yakin jika rambut itu pasti akan terlihat berkilauan di bawah cahaya matahari. Sayangnya, meski suasana di tempat ini sudah terasa semakin baik, tetap tidak ada cahaya matahari yang bisa menyinari tempat ini.
"Rebecca, apa tidak susah berjalan dengan 1 kaki seperti itu?" tanyaku saat dia berhenti tepat di depanku.
Sesaat, mata Rebecca terbelalak, tapi sesaat kemudian tawa keluar dari mulutnya.
"Aku baik-baik saja! Aku bahkan bisa menggunakan pedang dalam kondisi seperti ini!" ujarnya dengan senyum lebar.
"Kau bisa menggunakan pedang?" tanyaku kaget.
Tidak hanya memegangnya, dia bisa menggunakan pedang untuk bertarung dalam kondisi seperti itu? Tidak mungkin. Tidak peduli bagaimana caranya dia melatih otot kakinya, mobilitasnya pasti lebih rendah dari orang dengan 2 kaki. Tidak mungkin dia bisa mengatasi masalah itu dalam pertarungan yang sesungguhnya!
... Setidaknya itu yang kuketahui dari pengalamanku.
"Karena kau selalu melakukan yang terbaik, Alicia, aku juga merasa perlu melakukan yang terbaik juga." kata Rebecca dengan nada bersemangat.
Tatapan matanya terlihat sangat serius dan penuh gairah. Itu adalah tatapan seorang kesatria yang sedang memberikan sumpah setia pada tuannya.
Matanya menceritakan sebuah perjuangan yang tidak terduga. Mata itu juga menceritakan seberapa keras perjuangan yang dia lakukan setiap hari.
"Alicia, hari itu, kau berkata padaku agar menjadi penyelamat desa ini dan aku berjanji akan melakukannya untukmu. Karena itu aku akan melakukan apapun untuk menjaga janji itu." katanya sambil tersenyum bahagia.
Bagaimana seorang wanita jahat sepertiku menanggapi situasi seperti ini? Setidaknya aku yakin jika memujinya bukan sesuatu yang boleh kulakukan...
Berpikirlah. Berpikirlah seperti seorang wanita jahat... Ayo lihat... Orang yang tidak bekerja akan dibuang...? Ya. Benar juga. Semua wanita jahat pasti akan mengatakan itu dalam situasi ini.
"Apa kau berkata jika kau bisa bertarung dengan pedang asli?" tanyaku dengan nada suara yang rendah. Rebecca membelalakkan matanya saat mendengar pertanyaanku.
"Kau pasti tidak tahu apa-apa sampai menanyakan kemampuan berpedang Rebecca."
Sebelum aku mendengar jawaban dari Rebecca, tiba-tiba aku mendengar suara seorang pemuda desa yang sepertinya sedang menjawab pertanyaanku.
"Apa kau yakin?" tanyaku santai sambil menoleh ke arahnya.
pemuda itu memiliki rambut berwarna blueberry yang agak panjang di bagian depan. Matanya berbentuk seperti almond dan ada luka besar di tengah wajahnya.
Gampangnya dia punya wajah yang mirip dengan preman.
"Namaku Nate. Sekarang Will sedang ada rapat, jadi dia mengirimku ke sini." katanya sambil berjalan santai ke arah kami. Dia sama sekali tidak berhenti hingga dia sampai tepat di depanku, setelah itu dia menyilangkan lengannya dan menatapku.
Dia punya badan yang besar, tidak seperti perkiraan awalku. Aku tidak hanya membicarakan soal tinggi badannya, dia juga memiliki bahu yang lebar dan otot yang besar. Saat aku melihatnya dari dekat seperti ini, aku juga bisa melihat wajahnya yang lumayan tampan.
Ya ampun, sesekali aku ingin melihat wajah jelek di sini... atau setidaknya wajah yang terlihat biasa saja. Tapi, mengatakan hal seperti sangat tidak sopan... Meski begitu, jika setiap hari kau melihat wajah tampan dan cantik, kau pasti akan mulai merasa tidak nyaman dengan semua hal yang tidak mungkin ini.
Tunggu... tadi dia bilang paman Will sedang rapat kan? Memangnya ada rapat seperti apa?
"Kau siapa?" tanya Nate sambil memberiku tatapan tajam.
Ah, aku belum memperkenalkan diriku, ya?
Aku langsung menegapkan punggungku dan menatap mata Nate.
"Aku Alicia. Alicia Williams." jawabku santai sambil tersenyum.
Menunjukkan ekspresi wanita jahat sudah menjadi makananku sehari-hari, dan setelah berlatih tiap hari di depan cermin sekarang aku bisa melakukannya dengan alami.
"... Apa yang dilakukan bangsawan terhormat di tempat seperti ini?" ujar Nate sambil mengernyitkan alisnya.
... Respon yang sangat normal, apalagi jika mengingat semua perlakuan yang mereka terima selama ini. Mereka tidak punya alasan untuk menerima para bangsawan dengan tangan terbuka. Setidaknya tidak di tempat ini.
Tapi karena dia menunjukkan rasa permusuhan yang sangat jelas seperti ini... dia pasti sangat membenci para bangsawan.
"Nona muda yang selalu dimanja sepertimu pasti tidak pernah menyentuh pedang sebelum datang ke desa ini, iya kan? Kau terlalu banyak bicara, dan kau sama sekali tidak pantas ada di sini, iya kan semuanya?" ejek Nate. Dia bahkan sedikit berteriak saat mengatakan 2 kalimat terakhirnya, dan perlahan dia menatap orang-orang yang berkumpul di sekitar kami.
Para penonton hanya mengangkat tangan mereka dan mulai berteriak mendukung Nate.
Seluruh alun-alun menjadi sangat ramai dalam sekejap. Senang rasanya melihat mereka semua bersemangat seperti ini.
"Nate!" teriak Rebecca dengan mata marah.
"Oi, Rebecca, apa kau memihak gadis ini?" dengusnya sambil menatap Rebecca.
Saat Nate membuka mulutnya, para penonton yang tadinya ramai mulai diam... apakah Nate pemimpin mereka?
Meski aku bertanya aku yakin jika dia tidak akan memberitahuku. Aku hanya perlu bertanya pada paman Will nanti.
"Alicia adalah penyelamatku. Dan lagi, dia juga bisa menggunakan pedang."
Huh? Darimana dia tahu soal itu? Aku sama sekali tidak ingat kalau aku pernah mengatakannya pada siapapun di tempat ini.
"Ha. Apa ini cerita soal dia yang memotong kakimu? Semua orang bisa melakukannya. Tapi kurasa hal itu sudah sangat hebat untuk nona manja ini." kata Nate sambil tertawa keras.
Oh... apa ini? Ekspresinya yang barusan bagus juga, terlihat sangat penuh kebencian dan kejahatan. Aku cukup suka dengannya.
"Lalu, bukannya nona manja ini bisa pakai sihir? Dia bahkan tidak perlu memegang pedang. Apa kau kemari hanya untuk menghina kami para orang miskin? Apa kau ingin dipuji? Agar kau bisa merasa lebih superior?
Nate kembali menatapku. Mata itu benar-benar penuh dengan rasa benci. Jika aku ini bangsawan yang suka menunjukkan kekuatan keluargaku, kurasa sikapnya kepadaku memang sangat bisa diterima.
"Mau kau memberikan 1 matamu untuk Will atau tidak, aku tidak tahu dan aku tidak peduli. Kau hanya orang luar di sini."
Mata Nate menghujam mataku. Saat dia berbicara, nada suaranya terdengar rendah dan dingin. Suaranya terasa seperti angin musim dingin yang dingin menusuk tulang.
Matanya bersinar layaknya mata predator... mata yang terlihat mirip seperti mataku. Aku menatap matanya dan berpikir, apakah mata kami memang terlihat mirip?
Saat pikiranku terdistraksi, tiba-tiba aku merasakan rasa haus darah mulai memenuhi alun-alun ini.
Aku melirik Gilles dan melihatnya sedang menatap Nate dengan tatapan membunuh.
"Alicia, kemari..."
"Gilles, aku baik-baik saja." kataku padanya. Di saat yang sama mata Nate menatap Gilles.
"Oi, Gilles. Kau juga pergi dari sini saat kau punya kesempatan. Apa yang kau mau sampai kembali ke desa ini? Dasar pengkhianat." ucapan Nate terasa bagai sebuah tamparan. Matanya terlihat penuh dengan rasa marah pada Gilles.
Semua orang di desa ini... mereka semua hanya ingin keluar dari tempat ini. Dan karena aku membawa Gilles keluar dari tempat ini, aku pun terpaksa memisahkannya dari mereka.
Gilles masih sangat muda... dan aku tidak yakin jika para penduduk desa yang lain tahu betapa pintar dan bertalentanya Gilles. Mereka tidak mungkin bisa mengerti.
Ugh, hal ini jadi lebih rumit dari perkiraanku. Kurasa aku hanya harus menutup mulutnya dengan paksa.
"... Pembicaraan ini sama sekali tidak ada artinya. Argumenmu sama sekali tidak berguna karena aku memang lebih kuat dari Rebecca."
"Hah?" ejek Nate, salah satu alisnya terangkat ke atas.
"Alicia, memuji dirimu sendiri itu..."
"Tidak mungkin." potong Nate sebelum Rebecca selesai berbicara.
Ya ampun. Sepertinya dia berpikir jika aku tumbuh seperti para nona manja pada umumnya.
"Alicia, kau nyengir terlalu lama." ucap Gilles pasrah. Nafsu membunuh yang tadi ditunjukkannya sudah menghilang tanpa bekas. Wajahnya bahkan tidak terlihat marah.
Dia pasti tahu apa yang ingin kulakukan. Dan sepertinya dia tidak bisa menyembunyikan seringai penuh antisipasi yang mulai muncul di wajahnya.
Harusnya kau mengingatkan dirimu sendiri sebelum mengingatkanku.
"Kalau begitu, bagaimana jika kau mengujinya? Maksudku kemampuan berpedangku ini?" tanyaku sambil tersenyum penuh precaya diri ke arah Nate.
Komentar
Posting Komentar