I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 149
Disclaimer: Novel ini bukan punya saya, tapi terjemahan di blog ini asli saya yang ngetik :v
Lalu... Dirgahayu Indonesiaku yang ke 76. Semoga corona segera enyah dari muka bumi tercinta.
🇲🇨🇲🇨🇲🇨🇲🇨
"Semua orang yang ada di akademi ini membenciku, iya kan?" kataku pada Gilles saat kami berdua duduk santai di dalam perpustakaan lama. Tidak ada orang lain yang datang ke tempat ini.
Aku merasa kosongnya perpustakaan ini sangat tidak masuk akal. Meski begitu, aku memang suka dengan atmosfer perpustakaan yang terasa sunyi dan tenang.
Tempat ini terasa sangat nyaman dan kurasa aku bisa berdiam di tempat ini semalaman. Itupun jika aku bisa. Aroma buku dan kertas lama, cahaya lembut yang masuk dari jendela, semua itu membuatku bernostalgia. Ini adalah tempat favoritku di akademi ini.
"... Yup." jawab Gilles sambil menganggukkan kepalanya. "Semua orang membencimu."
"Tapi situasinya tidak terlalu buruk. Aku masih punya dirimu, Duke-sama, Mel, dan Henry-oniisama, iya kan?"
"Ya... meski itu juga jadi alasan kenapa popularitas Duke semakin menurun belakangan ini."
Bagaimana dia bisa tahu soal itu? Aku ingin tahu dia dapat informasi dari mana.
"Ada rumor yang berkata jika Duke dan Henry sedang merasa kebingungan, lalu kau membuat mereka menjadi setengah gila hingga mereka mau berada di dekatmu."
Hmm. Rumor itu tidak sepenuhnya salah.
Jika semua berjalan normal, harusnya sekarang Duke-sama sedang menempel pada heroine seperti lem... tapi entah kenapa, dia malah jatuh cinta kepadaku.
... Aku tidak percaya jika tebakanku memang benar, dan popularitas Duke-sama memang menurun gara-gara diriku. Yah, kurasa dia tidak terlalu memikirkannya. Malah sebaliknya, kurasa dia pasti sedang merasa sangat senang. Karena dari dulu dia hanya ingin bebas dan mengurangi harapan orang-orang kepadanya.
"Meski kita hanya berlima, semua orang benar-benar memperhatikan pergerakan kita."
"Yah, itu karena kita 'orang jahatnya'." kataku sambil mengangkat salah satu sudut bibirku.
Aaah, senangnya. Aku selalu berpikir jika sekutu adalah sesuatu yang tidak kuperlukan, tapi ternyata mereka sangat efektif untuk meningkatkan efek wanita jahatku. Jika memang begitu, aku akan menyambut mereka dengan tangan terbuka.
Aku selalu berpikir jika wanita jahat harus selalu bersikap bangga, acuh tak acuh, dan independen! Tapi, jika aku dikelilingi oleh orang yang sama jahatnya, maka itu akan membuatku semakin terkenal.
Jika semua ini berjalan lancar, aku bisa menorehkan namaku dalam sejarah dengan mudah!
Terlebih lagi... Duke-sama adalah pangeran negeri ini. Jika aku bisa dikenal sebagai penyihir jahat yang memperdaya pangeran, maka aku bisa menciptakan keributan yang lebih besar lagi.
"Mereka selalu bergosip jika kita adalah bagian dari sebuah organisasi rahasia dan kita adalah perwujudan dari iblis itu sendiri."
"Ohh! Kedengarannya keren!" kataku dengan semangat.
Tapi, daripada disebut gila, kurasa eksentrik adalah kata yang lebih tepat untuk menggambarkan kami berlima... Yah, meski dari perspektif orang biasa kami memang terlihat gila.
Kalau begitu bagaimana dengan perwujudan iblis itu sendiri...? Pujian apalagi yang bisa mengalahkannya!? Aku sudah menantikan saat semua orang mengatakannya kepadaku... Dan aku tidak menyangka jika mereka menyebutku begitu di belakangku!
"Iblis hitam."
"Huh?"
"Itu sebutan mereka untukmu."
"Benarkah? Kalau begitu bagaimana dengan Liz-san?"
"Malaikat putih." timpal Gilles dengan nada ketus.
... Dia memang sangat tidak suka padanya ya...
Yah, sudahlah. Ngomong-ngomong soal sebutan itu, iblis hitam dan malaikat putih? Apa ini era tahun 80-an? Tidak bisakah mereka membuat nama yang lebih keren dari itu? Padahal mereka kan bisa menggunakan nama yang lebih... rumit? Nama sebutan itu terdengar sangat lawas.
"Nama sebutan itu... kedengaran norak, kau setuju tidak?" tanyaku sambil mengernyitkan alis.
Gilles tersenyum saat mendengarnya.
... Hii. Inilah yang kumaksud dengan ekspresi iblis yang sesungguhnya. Rasanya ada sesuatu berwarna hitam yang menyelimuti wajah Gilles saat dia tersenyum seperti itu.
Bagaimana bisa sebuah senyuman terlihat sangat menyeramkan?
Aku bisa merasakan jika buku-buku yang tadinya seperti berdesir, sekarang diam senyap tanpa suara, seakan mereka merasa takut dengan senyum manis Gilles...
"Tapi ada kelompok kecil yang memanggilmu malaikat hitam, kok."
"Malaikat hitam?" tanyaku dengan alis berkerut.
"Yup."
"Kalau begitu, apa ada yang memanggil Liz-san dengan sebutan iblis putih?"
"Tidak tahu." jawab Gilles sambil mengendikkan bahu.
Aku mengerti soal panggilan Liz-san... tapi kenapa ada yang memanggilku malaikat?
Padahal aku merasa sebutan iblis hitam sudah cukup bagus untukku. Atau, setidaknya mereka harus menghilangkan bagian malaikat itu. Tapi pada akhirnya, aku tidak terlalu peduli dengan sebutan yang mereka berikan untukku.
Aku sama sekali tidak memiliki sifat dan elemen apapun yang berhubungan dengan malaikat. Bahkan, aku merasa jika semua ciri dan karakterku lebih mirip dengan iblis. Sebaliknya, Liz-san sangat cocok dengan nama malaikat. Mau itu wajahnya, sifatnya... atau senyum manisnya.
"Ugh. Ini tidak menyenangkan."
Aku mengatakan kekesalanku sambil memegang pelipisku.
Aku merasa seperti sedang dibawa ke atas awan dan kemudian dihempaskan ke bumi dengan sangat cepat!
"Kenapa mereka memanggilku malaikat?"
"Jangan khawatir. Mereka tidak melakukannya dengan terang-terangan."
"Tapi kenapa kau bisa tahu, Gilles?"
"Selalu ada jalan jika kau menginginkannya." timpalnya dengan nada bangga.
Yang bisa kukatakan padanya hanya 'sasuga Gilles'.
"Di balik semua ini, ada sebuah perang antara faksi Liz dan faksimu."
"... Dan kenapa kau terlihat sangat bahagia saat mengatakannya?"
"Aku hanya bahagia karena jumlah pendukungmu bertambah banyak." kata Gilles dengan wajah senang.
Kata-kata Gilles terasa menusuk hatiku.
Aku didukung oleh orang yang tidak kukenal... orang yang tidak kukenal dan mungkin juga tidak mengenalku sebaik Gilles...
"Tapi, orang-orang yang ada dalam faksimu tidak pernah mengakui jika mereka mendukungmu."
"... Ya, tentu saja. Mereka kalah jumlah jika dibandingkan dengan faksi Liz-san. Semua orang waras pasti tidak akan bilang jika mereka mendukungku dalam situasi yang tidak menguntungkan seperti ini. Tapi, serius deh. Darimana kau bisa mendapatkan semua informasi ini?" tanyaku.
Gilles menatapku selama beberapa detik dan kemudian menghela nafas.
"Dari Henry."
"Dari Henry-oniisama?"
... Hm. Cepat juga dia mengaku. Kupikir dia tidak akan memberitahuku dengan mudah. Kurasa setelah beberapa tahun ini, mereka menjadi semakin lebih dekat. Aku tahu seberapa keras kepalanya Gilles, tapi dia memilih untuk menyerah saat ini daripada nanti. Ternyata kami memang cocok.
"Kau tahu, aku terlibat dalam banyak hal yang tidak kau ketahui, Alicia." kata Gilles dengan nada bangga. Senyumnya terlihat penuh dengan rahasia.
Terlibat banyak hal? Seperti apa ya? Kami selalu bersama setelah aku keluar dari pengasinganku, jadi aneh rasanya saat aku mendengar jika dia masih bisa melakukan sesuatu yang tidak kuketahui.
... Tapi, saat aku memikirkannya lagi, aku baru ingat jika sepertinya Gilles lumayan dekat dengan profesor John. Apa mungkin dia sedang mengikuti penelitian yang dilakukan oleh sang profesor?
Dan... kenapa dia menatapku seakan dia sudah merasa menang? Di mataku, rasanya semua buku yang ada di ruangan ini sedang bertepuk tangan dan berteriak riuh rendah untuk memberi selamat pada Gilles... Tapi yah, mereka tidak punya tangan untuk melakukannya.
Komentar
Posting Komentar