NGNL Vol. 7 Chapter 1 Part 7

Disclaimer: Saya cuma nerjemahin novel ini. Jadi novelnya sudah pasti bukan punya saya.

XXXXXXX

Tenang. Saat seseorang di-isekai ke dunia fantasi, apa yang dia lakukan untuk bertahan hidup?

.... Biasanya mereka akan bertarung dengan kekuatan luar biasa yang berasal dari statusnya sebagai yang terpilih atau cheat OP lainnya, kan? Tapi... Sora melirik kerumunan monster yang mengejar mengejar mereka, lalu tertawa. Dia dan Shiro adalah hikikomori sejati—gamer bebas yang selalu rebahan di kasur. Mereka tidak punya pengalaman menghadapi monster gila, apalagi sampai dijadikan target oleh mereka. Di era modern Jepang, kehidupan macam apa yang harus dijalani seseorang untuk mendapatkan kemampuan menghadapi para monster seperti itu?

Skill berpedang OP? Sihir OP? Atau kekuatan super tak terkalahkan? Tidak, bukan itu. Itu terlalu jauh. Tentu saja tidak seperti itu! Kami manusia bukan ras yang akan bertarung dengan cara seperti itu, iya kan...!? Sebelum kematiannya yang akan datang sebentar lagi, Sora menggenggam tangan adiknya dengan erat.

 “... Shiro. Saat kita kembali ke Elkia... Kita harus membuat mereka mengembangkan senapan untuk penembak jitu...”

Dengan tatapan menerawang jauh Sora mengibarkan sebuah bendera.

Mereka akan menghabisi monster itu dari jarak jauh, secara sepihak, tidak ada kesempatan untuk menyerang balik... Itu sudah pasti. Ini adalah cara manusia bertarung. Sora yakin itu. Tapi...

“…Nope…”

Shiro menolak idenya.

 “... Nii, ayo bakar mereka...? Dengan peledak super kuat... Ayo jatuhkan... C6H6N12O12 setiap hari...?”

Sinar mata Shiro terlihat mengerikan. Ide gilanya bahkan membuat Sora merinding.

Senapan hanya senjata untuk para pecundang.

Mulai sekarang, ayo bombardir hutan ini tiap hari.

Ratakan semuanya dengan carpet-bombing hingga tidak ada yang tersisa.

Shiro adalah gadis jenius. Dia adalah adik perempuannya yang sangat berharga. Ya, itu adalah cara bertarung dari manusia...

 

Sebuah suara keras mengembalikan pikiran Sora ke dunia nyata. Ternyata salah satu monster barusaja mencakar dinding kereta yang mereka naiki hingga hancur

.... Hmmm. Sepertinya kita sedang ada dalam bahaya sekarang.

 “Maaf, Shiro... Sepertinya aku sudah melakukan kesalahan. Seperti yang kau lihat, sepertinya kita hampir game over.” Gumam Sora dengan mata sayu. Dia menganalisa semua faktor yang menyebabkan kekalahan mereka dan membuat kesimpulan.

Dimana salahnya? Apa karena aku menantang dewa? Apa aku sudah salah memperhitungkan seberapa besar kemungkinan kami bisa bertahan hidup? Mungkinkah... Ini semua karena aku dilahirkan ke dunia ini hanya untuk mati sebagai seorang perjaka? Shiro menggumamkan pikiran melankolis Sora.

“... Nii... Bagaimana rasanya... Mati... Sebagai perjaka?”

 “Jujur saja... Aku merasa sangat kesal hingga rasanya mau mati... hahaha...”

Ah... Manusia memang lemah. Mereka kalah, kalah, dan kalah. Mereka menggeretakkan gigi dan merasa kesal saat mendapatkan kekalahan. Meski begitu mereka tetap berjalan dan berkata, Lain kali... Aku bersumpah. Lain kali... Hingga hari itu datang dan akhirnya mereka mendapatkan kemenangan. Sora mengumpulkan semua kekecewaan dan masalah dari kehidupannya saat ini. Di kehidupan berikutnya, dia akan bekerja keras untuk menghilangkan status keperjakaannya. Meski dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan... Tapi, hei, dia bisa menyerahkan masalah itu pada dirinya di masa depan. Semoga berhasil!

Setelah menyelesaikan analisis kemungkinan ‘apakah mereka bisa bertahan hidup’, dia mengayunkan tangan dan kakinya dengan keras.

 “Nii....”

Shiro bergumam pelan sambil memeluk Sora. Nafasnya terasa sangat dekat hingga Sora bisa merasakannya. Kemudian Shiro menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan semburat merah yang ada di wajahnya.

 “.... Oke... Sebelum... Kita mati... Mungkin kita... Sebaiknya...”

Setelah itu Shiro menarik bajunya dan memperlihatkan kulit putih yang ada di baliknya. Matanya yang menatap Sora terlihat penuh dengan emosi...

 

Sora, perjaka yang akan mati di usia 18 tahun. Dalam situasi normal, apa yang akan dia lakukan pada situasi seperti ini? Mudah. Dia tidak akan melakukan apapun. Yang ada di depannya adalah Shiro, adiknya sendiri. Usianya 11 tahun—dan sekarang, setelah 2 dadunya menghilang, usianya kurang lebih usianya 8,8 tahun. Di tengah kegilaan yang sedang terjadi ini, apa dia masih punya kewarasan untuk mengingatkan adiknya agar tidak membuka bajunya sembarangan? Tapi, saat mengingat jika kematian mungkin akan mendatanginya sebentar lagi, Sora akhirnya sadar.

Dia teringat dengan film Amerika yang ditayangkan di TV setiap akhir minggu. Beberapa karakter orang normal biasanya akan melakukan s*x di tengah kondisi gila antara hidup dan mati, dan itu membuat Sora melupakan jalan ceritanya. Sora sudah meragukan skenario seperti itu sejak lama. Mereka harusnya sudah mati—begitu pikirnya—tapi sekarang Sora mengerti jika dialah yang salah. Aku mengerti sekarang... Aku mengerti kenapa mereka melakukan itu...

... Ternyata mereka semua masih virgin!

 

Jika kau hampir menyeberang ke sisi sana, bukankah kau ingin melakukannya sekali saja? Sora yang baru kali ini bisa bersimpati pada para tokoh buatan Hollywood itu pun mengulurkan tangan untuk merasakan kehangatan yang ada di depannya...

 “Hei, kaliaaaaan!! Apa yang kalian lakukan di belakang sana...?”

Detik itu juga, tabrakan kedua terjadi. Kereta yang mereka naiki terlempar hingga membuat mereka bertiga kaget setengah mati. Apa yang baru saja terjadi? Sora bahkan tidak punya waktu berpikir saat dia langsung memeluk Shiro erat-erat untuk melindunginya. Mereka terlempar keluar, bergulung sejauh beberapa meter di tanah yang lembab... Dan saat mereka mengangkat kepala di tengah rasa sakit yang mendera...

 

Yang ada di depan mereka adalah monster mengerikan.

 

Sebuah kawah bulat barusaja terbentuk di tanah lembut berwarna hitam. Di tengahnya terbaring monster yang kelihatannya hampir mati dan di atasnya berlutut sesosok manusia bertelinga hewan yang masih muda, imut, dan terlihat kebingungan.

 “I-ini makananku! Jangan ambil desu! I-ini semua salahmu, desu!”

Gadis kecil dengan pakaian ala Jepang itu mengayunkan ekor dan telinganya yang mirip dengan fennex-fox dengan cepat. Ada sebuah ransel besar di punggungnya. Sosok itu adalah Hatsuse Izuna.

……

 “... Hei, katakan sekali lagi padaku, kenapa monster seperti ini tidak ‘seharusnya ada’?”

Sora memeriksa apakah Shiro yang sedang pingsan di pelukannya mendapatkan luka atau tidak, setelah itu dia memeriksa tubuhnya sendiri. Sora memastikan jika sebuah keajaiban telah membuat mereka berdua (yang barusaja terlempar keluar dari kereta) hampir tidak terluka sama sekali. Di saat yang sama, dia bertanya sekali lagi pada Steph yang sepertinya juga tidak terluka, sama seperti mereka.

 “... Hampir semua hewan besar telah punah saat perang besar terjadi... Dan lagi, kau tidak boleh menduga...”

Perkataan Steph bisa dibuktikan dengan kejadian yang barusaja terjadi di depan mereka. Izuna menggetarkan tanah hanya dengan 1 pijakan kakinya saja. Lalu satu serangannya—bukan, satu pukulannya membuat sebuah kawah di sana. Mungkin karena ‘serangan’ yang dia gunakan untuk memburu ‘makanannya’ malah membuat si makanan tidak bisa lagi dikenali, para monster lain pun lari terbirit-birit seperti bayi laba-laba. Jika yang berada di puncak rantai makanan adalah sosok seperti Izuna, itu hal yang wajar.

 “... Ras selain Immanity... Mereka semua memiliki cara untuk menyerang, baik untuk berburu dan bertahan... Kurasa seperti itu...”

 Aku mengerti...” ucap Sora sambil menatap langit. Hak bisa diberikan secara 2 arah, begitu juga tugas dan kewajiban. Tapi hak dan kewajiban itu tidak bisa dijamin tanpa adanya 10 Sumpah...

“…Brother, this world…isn’t so nice…to anyone…other than the Ixseeds…”

Setelah berhasil lolos dari nasib sebagai mangsa, Sora dan Shiro berpikir. Manusia adalah makhluk oportunistik. Dan sekarang mereka malah merasa kasihan pada monster-monster yang barusaja mengejar-ngejar mereka.... Apa ini... ego dari seorang survivor...?

XXXXX

 “K-kau tidak akan dapat apapun, desu! Aku saaaaaangat marah padamu, desu!”

... Tapi jika kau berkeras, sialan... Aku mungkin akan memberikan 1 gigitan untukmu. Mata Izuna terlihat berkaca-kaca saat dia menatap Shora dan Shiro yang sedang tersenyum sambil menaikkan jempol mereka.

 “Jangan khawatir... izuna-tan... kau... barusaja... menyelamatkan nyawa... kami...”

 “Kurasa, sebagai manusia—kita harus memikirkan apa kita mau memakan ini hingga kita semua berada di jurang kelaparan, oke?”

Saat melihat Izuna melempar monster yang mirip dengan penghuni game Resid*nt Evil itu ke dalam api, mereka pun mengurungkan niat.

Beberapa menit kemudian, saat Izuna duduk di depan makanannya, Sora mulai membetulkan kereta mereka sambil bertanya.

 “... Hei, Izuna. Kenapa kau hanya membunuh 1 ekor?”

Sora dan yang lainnya bukan satu-satunya kelompok yang harus mengurus masalah perut mereka. Izuna juga memiliki masalah yang sama. Bukannya kau harus mendapatkan makanan sebanyak-banyaknya saat ada kesempatan? Itulah pertanyaan yang muncul di otaknya.

 “Memburu makanan lebih dari kebutuhanmu adalah hal tabu, desu. Itu memalukan, desu.”

Tiba-tiba Izuna menyatukan tangannya dan membungkuk dalam ke hadapan nyawa yang barusaja dia ambil. Mungkin itu adalah adat di Eastern Union. Sora, Shiro, dan Steph yang melihat hal itu pun merasa malu. Saat hidup dikelilingi peradaban maju, manusia biasanya akan lupa jika memakan sesuatu sama artinya dengan merebut nyawa makhluk lain. Table manner yang sangat mulia... Apa dia seorang saintess?

Mereka bertiga benar-benar berpikiran seperti ini seandainya Izuna tidak merusak momen itu dengan komentarnya yang cukup menusuk.

 “Pffft! Si-sialan, rasanya menjijikkan, desu! Memangnya apa yang kau makan hingga rasa dagingmu jadi seperti **** sama seperti **** dari ****, desu!?”

Padahal dia baru makan satu gigitan saja.

“He-hei... Tidak peduli berapa kalipun aku melihatnya, kurasa itu memang tidak bisa dimakan...”

 “Ji-jika kau sudah memburunya, kau harus menghabiskannya, desu!... Hueeek...”

Merasa jika Izuna sudah menyelamatkan nyawa mereka dari kejaran monster mengerikan, Sora dan yang lainnya mengeluarkan bumbu-bumbu yang mereka dapatkan beberapa waktu yang lalu...

 “Memasak ini...? Tunggu, memangnya daging monster itu bisa dimasak? Di-dimana aku harus memotongnya...? Hei, kau yakin ini bisa dimakan? So-Sora...! Ada lendir biru yang tiba-tiba keluar!”

... Atau lebih tepatnya, kakak beradik itu membuat Steph melakukan apapun yang dia bisa dan hanya mendengarkan teriakan gadis itu tanpa melakukan apa-apa. Jika indera Werebeast berkata jika daging monster itu bisa dimakan, maka mungkin itu memang benar. Meski begitu, Sora dan Shiro tetap tidak mau menyentuhnya...

Saat mereka memanggang daging yang sudah disiapkan oleh Steph, Sora bertanya.

 

 “... Ngomong-ngomong, Izuna... Kenapa kau masih ada di sini?”

 

Mereka ada di kotak 38, kurang lebih 380 km dari garis start. Meski hanya ada 9 dadu di dada Izuna—dan usianya berkurang 1/10 dari usia aslinya—dengan kemampuan fisiknya yang luar biasa, harusnya kecepatan Izuna tidak bisa dikalahkan oleh seekor kuda.

Izuna yang seharusnya berada jauh di depan mereka hanya mengernyitkan alis dan menggeram pelan.

 “Aku marah padamu, desu... ‘Sebutkan pilihan pertama yang akan dibuat oleh Sora saat memilih pengantin di game DQS pertamanya?’... Sudah jelas siapa yang menulis pertanyaan busuk seperti ini, desu!”

Aaah... Sora dan Shiro tertawa saat mendengarnya. Izuna berhenti untuk mengerjakan ‘Tugas’ yang dibuat Sora yang diletakkan secara acak di kotak nomor 38 ini. Karena Izuna tidak bisa menjawab pertanyaannya, dia mendapat penalti ‘tidak boleh berpindah selama 72 jam’. Dan setelah 72 jam berlalu, satu dadunya akan menjadi milik Sora. Saat ingatan itu muncul dan membuat kemarahan Izuna kembali bangkit, dia berdiri dan mulai meneriaki kakak beradik itu.

 “Apa-apaan itu, desu! Setidaknya ikuti peraturannya, desu!”

 

12: Tapi, TUGAS tersebut dianggap TIDAK SAH jika:

12 b: TUGAS hanya bisa diselesaikan oleh pemberi tugas atau tugas tidak bisa diselesaikan oleh player lainnya.

 

Ya. Memang ada peraturan seperti itu. Tapi...

 “Heeeeyyy... Kau sebaiknya memberi hormat di waktu yang tepat, sahabat kecil bertelinga hewanku. Shirooo?”

Shiro mengangguk dan mengetikkan jawaban pertanyaan itu di hpnya sehingga Izuna tidak bisa melihatnya.

Rodrigo

 

Chapter1-6     Daftar Isi     Chapter 1-8


Komentar

Postingan Populer