NGNL Vol. 7 Chapter 1 Part 4
Disclaimer: Not mine
XXXXXXX
Pada dasarnya, seperti game-game mereka yang
sebelumnya, Sora dan Shiro sudah mengatakan keseluruhan cara bermain
mereka—filosofi dibalik Sora dan Shiro, gamer terbaik diantara semua
Immanity—” “ (Kuuhaku). Faktanya,
entah itu di masa lalu atau masa depan, siapapun dan dimanapun, realitanya
tidak akan berubah. Terutama:
“…won, before it began… That’s all there is…to it.”
“…. Menang, sebelum…. Gamenya dimulai…. Hanya itu….”
Semuanya berada di dalam rencana yang sudah mereka buat
bersama. Tidak ada yang bisa keluar dari jerat mereka…. Bahkan dewa sekalipun.
Kakak beradik ini sangat berani dan arogan hingga membuat Steph tidak bisa
berkata apa-apa.
“…. Yah, itu jika kita bisa melalui game ini sampai akhir,
tentunya. Hahaha…”
“…. Aku juga sudah…. Mau…. Pulang, ke rumah…”
Di detik berikutnya, kakak beradik itu melihat bahu Steph
yang turun. Mata tajam mereka kembali menatap kenyataan yang sedang mereka
hindari: sebuah papan game raksasa yang menutupi langit. Tatapan mereka semakin
kabur, dan pada akhirnya mereka kehilangan kesadaran karena tidak mau menerima
kenyataan.
“…. Um…. Jika kalian ingin bersikap sok kuat, bisakah kalian
menyelesaikan ini sampai akhir?”
Dengan energi yang semakin menipis, Steph terus menarik
gerobak dengan nafas tersengal dan mata yang setengah tertutup. Jauh di dalam
hati, Sora mengambil kesimpulan: kehilangan semua dadu mereka—nyawa mereka….
Tidak boleh sampai terjadi. Kegagalan dan pengkhianatan, pencurian…. Tidak
boleh sampai terjadi.
“Pengkhianatan dan pembunuhan itu, masalah nanti…. Ada hal
lain yang harus kita khawatirkan.”
Mata Sora menatap ke arah horizon. Kata-kata ‘masalah nanti’
nya seakan berkata jika dia sudah tidak menggubris dunia yang ada di
sekitarnya.
Sora tidak memberi waktu Steph untuk membantah dan terus
berbicara dengan wajah kelam.
“Ini benar-benar buruk. Dari semua hal yang mungkin
menyebabkan kita kalah, yang paling parah adalah…”
Sora menatap lahan tandus di sekitar mereka sekali lagi dan
kemudian berkata.
“Kelaparan….”
……
Sora sangat serius.
“…. Eehh? Um…. Apa maksudmu?”
“Hehehehe, aku sudah curiga, tapi apa kau benar-benar tidak
menyadarinya…?”
“…. Ketidaktahuan adalah…. Suatu bentuk dari kebahagiaan….
Kata-kata itu…. Sangat dalam….”
Steph memiringkan kepalanya karena merasa bingung. Sora dan
Shiro tersenyum meski mata mereka seperti mata ikan mati.
“Ya, untuk semua penumpang, tolong perhatikan pemandangan di
sebelah kiri kaliaaaan.”
Penumpang gerobak yang ditarik Steph hanyalah Sora dan
Shiro.
Steph menatap ke arah yang ditunjuk oleh Sora yang sedang
bersikap seperti pemandu wisata. Di sana Steph melihat…. Di sebelah kiri mereka
ada ‘Permukaan’—yang melayang di atas laut dan itu adalah kepulauan negara
Eastern Union.
Di sebelah kiri. Bukan di bawah atau di atas. Ada sebuah
pulau di samping mereka.
“Kemudiaaaaaan, silahkan lihat ke sebelah kanaaaan. Apa yang
bisa anda lihat?”
Yang ada di sebelah kanan adalah papan sugoroku super besar
yang diciptakan oleh Old Deus. Pulau melayang dengan ukuran yang sangat besar
dan tinggi hingga rasanya bisa menggapai awan dengan mudah.
Kau mungkin pernah melihat pulau seperti ini beberapa kali
dalam video game yang bersetting di dunia fantasi. Pulau batu yang melayang di
udara dan melawan hukum gravitasi dan panggung yang bisa kau buat berjalan.
Seperti dungeon terakhir di F*9, atau The La*oons, atau The
Kingdom of Zea*, atau apapun itu. Jadi kau berjalan di salah satu pulau
yang nantinya akan miring 90 derajat hingga membuat sebuah garis horizontal.
Hukum alam harusnya membuatmu jatuh ke tanah. Tapi hukum yang entah apa itu
membuatmu tetap bisa berdiri tegak di pulau horizontal itu. Ratusan dari mereka
melayang hingga menembus atmosfer—nekat sekali menyebut pulau itu sebagai papan
sugoroku…. Apa kau sudah bisa menggambarkannya sekarang? Tergantung
keadaannya, mungkin kau akan mengucapkan kata seperti ‘Indahnya…’ Tapi
yang lebih tepat untuk kondisi saat ini:
“…. Benar deh. Ini papan permainan yang terlalu besar dan kacau.”
Ya. Papan permainan ini sangat kacau. Dan ukurannya sangat
luar biasa besar.
“Yaaaa, ini adalah papan game yang gila-gilaan besarnya! Dan
setelah berjalan selama 5 jam, ada dimanakah kita!?”
“…. Kotak kedua, sepertinya.”
Ya, kotak kedua—dengan kata lain, mereka ada di batu kedua.
“Benar sekaliiiii!!!! Tanamkan fakta itu dalam kepala
kalian, oke! Pertanyaan yang kau ajukan saat merusak pintu rumah kami sambil
berteriak-teriak (misalnya, kenapa kami mengurung diri di dalam sana!) akan
terjawab sebentar lagi!”
Ffffff. Sora menarik nafas super panjang.
“Karena tempat ini terlalu besar! Garis finishnya terlalu
jauuuuuuhh!!! Kita sudah berjalan 5 jam dan hanya bisa melintasi 1 kotak dari
62 kotak yang harus kita lalui! Berapa banyak hari, bulan yang akan kita
perlukan untuk mencapainya!!?”
….. nya…. nya…. nya…
…… nya……
Di kotak game yang disebut ‘terlalu’ besar itu, teriakan
Sora bergema cukup lama…. Dan pada akhirnya suara itu menghilang.
“ini adalah permainan…. Dari seorang Old Deus…. Bukannya
kau…. Tahu…. Jika gamenya pasti akan…. Sangat tidak manusiawi?”
Sora mendengus saat mendengar cemoohan Steph yang sedang
menarik gerobak. Aku mengerti.
“Huuh!! Benar juga. Aku sudah melihat berbagai developer
menyebalkan yang hanya berpikir untuk membuat map game yang sangat besar dan
terlihat keren hanya karena dia berpikir jika player pasti akan menyukainya.
Itu yang kau dapatkan saat mengganti skill dengan uang, iya kan!?”
Itu adalah kesan yang selalu dia dapat saat melihat game
dunia fantasi dimana seseorang harus menghabiskan waktu mereka untuk membangun
kota besar di atas udara. Ya, dia bahkan tidak bisa memastikan seberapa besar energi
dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil itu, tapi…. Kenapa! Dari semua yang bisa terjadi! Kenapa kau
harus! Membuat pulau yang melayang di udara!? Bertengkar dengan gravitasi
tanpa alasan jelas bisa menjadi contoh sempurna dari buang-buang energi. Saat
dihadapkan dengan fakta seperti itu, Sora tetap berkeras:
Kehidupan virtual itu cukup bagus.
“Lalu setelah dia membuat papan sebesar ini, dia berkata
jika ini jalur satu arah—dan panjang pula…. Ini adalah dunia terbuka palsu
terbaj***an yang pernah kulihat…”
Tempat ini bahkan tidak bebas dari beban.
Sudah 2 jam berlalu sejak Sora dan Shiro berkata jika game
ini tidak mungkin diselesaikan. Mereka sudah berjalan selama 5 jam untuk menuju
kotak yang ditunjukkan oleh dadu mereka: kotak 62. Akhirnya mereka berhasil
melewati 1 kotak dan berdiri di perbatasan…. Di ujung bumi. Dari sini, mereka
dipindahkan ke kotak berikutnya. Proses ini memakan waktu kurang lebih sama
seperti saat mereka membuat pop mie. Saat mereka sampai di kotak 2, Shiro
bergumam pelan:
“…. Jumlah langkah…. Hingga titik ini…. 20.834…”
Bahkan Sora yang bukan ahli matematika saja tidak perlu
penjelasan tambahan saat mendengarnya. Tinggi Shiro saat ini adalah 131 cm dan
panjang langkahnya kurang lebih 0,48 m. dari saja kau bisa melakukan
ekstrapolasi ukuran 1 kotak ini: kurang lebih 10 km! mereka melakukan
perpindahan beberapa km dari pinggir kotak. Meski kau mengurangi jarak tersebut
dengan asumsi kau tidak perlu berjalan melaluinya, papan permainan yang
sepertinya bisa menembus surga ini masih memiliki 350 kotak. Itu artinya…
Sora memasang wajah ‘Ya don’t say?’ pada Steph yang
tidak kunjung paham. Mungkin ilustrasi ini lebih masuk akal untuknya: Jarak
itu sama seperti jarak yang harus kau tempuh jika ingin melintasi Amerika, atau
itu jarak yang harus kau tempuh untuk mengelilingi pulau Honshu—pulau utama di
Jepang. Tunggu…. Mungkin Steph akan lebih paham kalau Sora membuat analogi
sesuai dengan dunia ini…
*) Tau kan, meme ya don’t say.
“Jarak itu kira-kira sama seperti jarak dari perbatasan
sebelah barat Elkia ke pulau Kannagari. Apa kau sudah paham?”
Klarifikasi Sora menghilangkan cahaya harapan di mata Steph.
Steph yang mahir di bidang politik, diplomasi, dan perdagangan pasti tahu
seberapa jauh jarak itu. Bahkan kapal tercepat milik Elkia saja membutuhkan
waktu setidaknya setengah bulan untuk mencapai jarak itu…. Kalau begitu
bagaimana dengan mereka bertiga yang harus berjalan kaki di bawah sinar
matahari panas dan dengan jumlah usia yang mungkin akan terus berkurang…?
Dengan kondisi seperti ini, Steph masih berani bertanya kenapa kakak beradik
itu malah memilih mengurung diri di dalam rumah. Kasarnya, itu sama seperti bertanya
pada tikus tanah kenapa mereka menggali tanah.
“…. Dalam game ini, jika salah satu dari kita mati, kau
tidak bisa pergi lebih jauh. Dengan kata lain, hingga hanya ada 1 atau 0
orang yang tersisa, game ini tidak akan berakhir.”
Ini adalah game yang bisa berlangsung selamanya…. Kau akan
berada di dalamnya untuk waktu yang lama. Dan semakin lama game ini berjalan,
semakin banyak player kecuali Jibril (yang tidak perlu makan atau tidur) yang
akan dirugikan. Sora tersenyum. Bibirnya sangat kering hingga kau bisa
mendengar saat kulitnya mulai sobek di beberapa tempat. Dia akhirnya mengatakan
alasan kenapa dia mengesampingkan semuanya dan menyembunyikan dirinya.
“Berjalan sejauh itu mustahil dilakukan, kan!!? Kami ini cuma
manusia biasa yang tersusun dari daging darah, dan tulang, tahu!? Kami bisa merasa
lapar dan lelah! Dari sudut pandang biologis—dari titik rasionalitas
manapun—jarak seperti itu pasti akan membunuh kami!!”
Di masa lalu, dikatakan jika manusia dari bagian selatan
Afrika melakukan perjalanan menuju benua Eurasia. Mereka pergi ke Indonesia
dengan menggunakan kapal kayu dan bahkan bisa mencapai Amerika. Tapi ketabahan
orang-orang zaman dahulu sudah jarang muncul di keturunan-keturunan mereka.
Terutama bagi orang-orang yang lahir saat zaman sudah modern. 2 hikikomori ini
tidak pernah meninggalkan kamar mereka. Berjalan 10 km saja pasti akan membuat
orang-orang modern sangat kelelahan, apalagi mereka. Inilah modernitas.
Kenyataan. Tidak peduli bagaimana kemenangan mereka sudah dijamin, itu terbentuk
atas dasar jika mereka bisa menebak rencana buatan Old Deus, iya kan?
Faktor independen dalam game ini, misalnya lemahnya fisik mereka atau lamanya
game ini berlangsung pasti akan menghancurkan mereka cepat atau lambat. Menurut
Sora, ini adalah kekalahan paling absurd (dan yang paling bisa terjadi di
kehidupan nyata) yang pernah mereka alami. Dia menatap Shiro yang terlihat
putus asa, dan Steph yang terlanjur masuk ke dalam jurang. Dia menyeringai
sekali lagi saat teringat dengan kalimat yang diucapkan oleh karakter utama
dari game zombie yang tadi dia mainkan:
“Kesalahan apa yang kuperbuat?”
Steph pasti akan menjawab jika mereka sudah salah karena
mengurung diri seperti itu. Tapi masalah yang sebenarnya bukan itu.
Mereka sedang menantang dewa.
Salah satu dari mereka ada yang berkhianat.
Jika mereka kehilangan dadu, maka mereka kehilangan nyawa
(waktu) mereka.
Jika mereka kalah, mereka akan mati.
Kau bisa mengatakan banyak kalimat mengerikan seperti ini,
tapi faktanya tidak berubah sama sekali.
Jika mereka kelaparan, mereka akan mati.
Saat dihadapkan dengan masalah yang terlalu nyata ini—dan
karena itu mudah dipahami—Sora merasa jika tidak ada masalah lain yang lebih
penting. Dia bertanya:
Kesalahan apa yang kulakukan hingga aku menyetujui
peraturan seperti ini?
Chapter 1-3 Daftar Isi Chapter 1-5
Komentar
Posting Komentar