NGNL Vol. 7 Chapter 1 Part 2

 Disclaimer: Not mine

>>>>><<<<<

Keduanya berhenti bermain dan langsung melihat bagian afterword nya. Dadu milik kakak beradik itu berkurang menjadi 8 buah di langkah pertama dan mengurangi usia masing-masing sebanyak 20% serta menyusutkan ukuran tubuh mereka sesuai dengan pengurangan usia tersebut. Akan tetapi ingatan tentang game bersama Old Deus tetap menghilang, sama seperti nyawa mereka. Mereka menemukan console game dari Eastern Union di sebuah rumah yang mereka gunakan untuk mengurung diri.


                Apa ada game di sana? Ya.

Ada alasan untuk tidak memainkannya? Tidak ada.


Setelah berpikir selama 0 detik, mereka berdua menyalakan console tersebut dan mengabaikan kenyataan yang sedang mereka hadapi. Sora yang saat ini berusia 14,4 tahun dan tidak bisa bahasa Werebeast mengaktifkan opsi subtitle. Shiro yang sekarang sedang duduk di pangkuan Sora dan kurang lebih berusia 8,8 tahun, sedang memainkan tabletnya dan membaca subtitlenya dengan suara keras. Sang adik menerjemahkan semua kalimat dengan kreativitas tingkat tinggi dan ekspresi yang sangat dramatik. Kenapa dia tidak bicara seperti biasanya? Sora terus memikirkannya selama 2 jam sebelum akhirnya menaruh controller yang dia pegang dan mengambil sebuah paket sambil menggerutu.

“Aku sudah bersemangat saat tahu Eastern Union punya game zombie, tapi.... Game ini jelek.”

Judul dari game yang barusan mereka mainkan adalah Living or Dead 3: The Piece of Silence. Setidaknya, itu yang dikatakan oleh Shiro. Sepertinya game ini adalah sequel dari spin-off Love or Loved, game yang mereka mainkan bersama Izuna. Mereka mengharapkan game yang seperti itu, tapi ternyata ini yang mereka dapatkan. Setting game ini adalah eksperimen mantra pembangkitan yang dilakukan para Elf, dan yah... kau tahu apa yang akan terjadi jika situasi menjadi kacau balau. Mantra itu tidak bisa dikendalikan, para mayat kembali hidup, masalah menyebar ke seluruh dunia, yadda, yadda, yadda. Lalu para mayat itu membaur dengan yang masih hidup, dan yah... Cerita ini sangat buruk. Tidak apa-apa. Terlalu jelekkah? Tidak juga, tapi...

“Bagaimana bisa mereka membuat zombie Werebeast berotot punya sayap seperti itu? Apa mereka gila?”

Sora ingat jika tidak ada serangan yang bisa mempan pada karakter itu... makhluk setengah malaikat... Monster mengerikan itu. Ya... monster mengerikan karena dia bisa dibilang telanjang bulat. Itu hanya puncak dari gunung es dari game yang sok kebarat-baratan dengan tingkat kesulitan tinggi dan cerita jelek ini... Meski begitu Sora masih bisa bertahan. Tapi, hati nuraninya menjerit! ‘Karakter adik perempuannya’! Gadis loli bertelinga hewan yang manis dan imut!

.... Dan lihat apa yang dia dapatkan. Sora kemudian teringat dengan kalimat karakter utamanya:

Kesalahan apa yang kulakukan!? Yang pasti otak developer nyalah yang salah!!”

Sora langsung melempar kotak game itu dan membaringkan diri di atas tatami sambil berteriak. Dia sudah mengalami satu hal dan lainnya demi sang adik... Tapi pada akhirnya dia hanya sosok palsu. Dan yang lebih parah lagi, saat sang adik akan membunuhnya, dia menatap Sora layaknya sampah yang harus dibasmi dan dibuang jauh-jauh.

.... Hei?

“Hm... Yah, terserahlah. Ya, kalau dipikir-pikir lagi, aku bisa menganggapnya sebagai sebuah hadiah.”

“.... Nii, Apa yang mau kau lakukan.... Apa kau... mau bermain… lebih lama?”

Saat dia melihat adiknya yang asli menatapnya seperti sampah, Sora berdehem keras.

“... Mmm!... Y-yah, kurasa masalahnya ada di settingnya...”

Sora yang masih berbaring dengan tangan dan kaki terbentang lebar pun menatap layar yang ada di ruangan itu. Di sana, karakter utamanya sedang menunjukkan plot armor yang dia miliki. Tidak peduli berapa banyak bendera kematian yang dia kibarkan, dia memiliki kemampuan untuk mengubah semuanya menjadi bendera yang aman. Sesuai dengan tema ceritanya, daripada mati dan menghilang begitu saja, tokoh utama akan terbangun di tempat lain. Tapi Sora sudah tidak berminat dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia merebahkan kepalanya dan menatap atap. Saat dia berusaha mengosongkan pikirannya, sekali lagi dia teringat dengan dialog:

“Kira-kira... Kesalahan apa yang sudah kulakukan...”

 

“.... Bunuh semua orang yang mencurigakan... Apa dia berpikir jika wanita sialan itu tidak akan pernah mengkhianatinya...”

Menurut teori umum, semua orang harusnya berpikir dengan cara yang sama.

“Mengkhianati dan dikhianati. Itu adalah takdir yang tidak bisa dipisahkan...”

Ya, sama seperti mereka yang langsung mengkhianatiku setelah menulis tugas masing-masing. Sora bergumam sambil berdecak lidah. Tapi di saat yang sama, dia berpikir jika semua itu adalah syarat untuk menyelesaikan game ini.

“Hei, Shiro... Kira-kira apa yang salah, ya...”

“Jika kau ingin tahu, aku bisa memberitahumu. Tentu saja kalau kau sangat menginginkannyaaaa~!?”

Jawaban Steph muncul dalam bentuk geraman dan teriakan. Lalu...

“Setelah mengkhianatiku dan membuatku tidak bisa mengkhianatimu! Dan memaksaku ikut dan membuatku melakukan semuuuuuuanya untukmu. Sekarang kau bertanya ‘Kenapa aku masih bertahan?’ Apa aku benaaaaar!?”

Seorang gadis berambut merah mendobrak pintu rumah sambil menarik gerobak. Seperti Sora dan Shiro, dia memiliki 8 dadu di dadanya dan usianya berkurang menjadi 14,4 tahun.

Stephanie Dola masuk ke dalam rumah dengan nafas terengah-engah.

“Lihat. Aku sudah datang sambil membawa tuas yang kau minta!”

“……Uh…mm?”

“.... Tadi aku minta apa?”

“Aku yakin kau tadi bilang ‘Aku tidak bisa bergerak tanpa tuasssss!’

Saat Steph melihat wajah datar Sora dan Shiro, dia hanya bisa menarik rambutnya dan berteriak.

“Jadi yang harus kulakukan hanya menarik kalian seperti kuda—Ya, benar-benar seperti kuda sungguhan!”

Setelah itu Steph menarik gerobaknya masuk ke dalam rumah, ke dekat Sora dan Shiro. Lalu, seperti sebuah sekop hidrolik, Steph menciduk kakak beradik yang sedang kaget itu dan memasukkannya ke dalam gerobak—sama seperti prinsip tuas. Pemandangan yang akan sempurna seandainya ada seseorang yang bernyanyi “Donna Donna” itu pun berakhir setelah Steph berhasil menaikkan Sora dan Shiro ke dalamnya.

XXXX

Di kotak kedua, Sora berbaring di atas gerobak yang sedang ditarik Steph. Tangan dan kakinya terlentang lebar dan tubuhnya menjadi kasur untuk sang adik yang sedang bermain tablet. Sejak 2 jam yang lalu ketika Steph memarahinya, tatapannya terlihat kosong seakan dia merasa jika game ini mustahil untuk diselesaikan.

“Jadi! Apa kau akan memberikan penjelasan yang masuk akal untukku!?”

“Penjelasan apa? Apa? Kau tidak bermaksud.... Kenapa aku berkata kalau aku pengkhianatnya, kan? Kalau itu...”

“Ya ya! Itu hanya untuk menipuku, kaaan!? Aku tahu itu!”

Steph berteriak saat Sora terus menolak kenyataan yang ada di depannya.

“Setidaknya aku masih bisa melihat tipu daya yang seperti itu... Aku tidak percaya kalau kau berpikir aku tidak bisa melakukannya!

Ya, perkataan Sora tentang pengkhianatan itu sama sekali tidak benar. Itu adalah 100% omong kosong yang tiba-tiba saja keluar dari mulutnya. Kau tidak perlu menjadi seorang Werebeast untuk mengetahuinya, bahkan Steph saja bisa mengetahuinya. Tapi karena alasan itulah Steph tidak bisa apa-apa.

 

“Aku tidak tahu apa yang kau inginkan... Tapi... Aku tahu kau tidak akan membuat kami semua saling membunuh. Aku percaya padamu.”

 

Dengan pernyataan canggung itu, Steph memberikan 9 dadunya pada Sora.

Dengan wajah pucat dan tubuh gemetaran, Steph menyerahkan waktu yang dia miliki—nyawanya. Betapa menakutkannya saat kau melihat nyawamu semakin berkurang…. Tapi jika ini adalah game dimana nyawa seseorang dan jumlah dadu akan berkurang saat mereka melempar dadu…. Bukankah lebih mengambil dadu-dadu itu secara paksa dengan cara membunuh mereka secara tidak langsung? Steph yang sedang memikirkan pro dan kontra dari game ini hanya bisa menelan ludah dengan perasaan takut yang membayang di hatinya. Tapi pada akhirnya dia menyerah dan berkata:

“Semua orang menatapku curiga saat aku memberikan daduku! Lalu mereka berkata jika mereka akan mengkhianati kita!”

Sudah diputuskan, desu!” ucap Izuna dengan wajah imut.

Menerima tantanganmu adalah suatu kehormatan yang sangat besar untukku, master.” Ucap Jibril dengan wajah bahagia.

Kau akan menyesal karena sudah memberiku kesempatan ini, kau tahuuuuu?” ucap Plum dengan nada menyeramkan.

…. Dan: “Mati.” Adalah kata yang keluar dari mulut Ino.

 

“Aku hanya bisa melihat saja saat mereka melempar dadu tanpa berpikir 2 kali dan langsung pergi begitu saja…. Sementara itu kau….!!”

Sementara itu Sora menerima 9 dadu Steph—nyawa gadis itu, dan melihat tubuhnya beregresi hingga sama seperti bayi berumur 1,8 tahun—sesuai dengan jumlah dadu yang dia miliki. Sebaliknya, setelah menerima dadu Steph, usia Sora menjadi 34,2 tahun. Dia tersenyum—sebuah senyum yang sangat lembut hingga kelihatan menyeramkan. Dia menatap Steph dan berkata:

Hmmm, mendapatkan atau kehilangan dadu hanya mempengaruhi tubuhmu. Lalu memiliki lebih dari 10 dadu membuat umurmu bertambah, huh?”

“…. ‘Kay, nii… Sekarang, karena kita… Sudah memastikan… Semua akan… baik-baik saja.”

“Ya. Okke—sekarang, kau harus ikut dengan kami.”

“…. Jika kau tidak… mau… kau tidak perlu… ikut…”

“Jika kau lebih suka duduk di sini hanya dengan 1 dadu…”

“… Dan menunggu… Kami semua mati… Itu terserah… Padamu!”

“Oh, ya. Dan jika tidak ada yang sampai ke sana, semua orang kecuali pemimpin akan mati. Selamat bermain!”

 

Chapter 1-1     Daftar Isi     Chapter 1-3


Komentar

Postingan Populer