NGNL Vol.6 Chapter 3 Part 3

 Disclaimer: not mine.

XXXXX

“Shuvi, kemungkinan manusia bisa bertahan hidup di dunia ini… Berapa besar persentasinya?”

“…. Aku mengerti.”

Sindiran ironis dari Riku membuat Shuvi mengerti. Probabilitas hanyalah statistik belaka. Dihadapkan dengan hasil seperti ini, dengan ‘keajaiban’ ini, maka semua perhitungan sama sekali tidak berguna. Kalau begitu, paradoks ini…

“Jika… kau melakukan… ‘keajaiban’… teori probabilitas itu sendiri… akan menjadi… pembenaran palsu…”

Riku menyeringai dan menganggukkan kepalanya.

“Jika mengambil gaya operasimu, kita akan melakukan singularitas komputasi. Segala jenis ekspektasi, strategi, kalkulasi… Hanya dengan manipulasi kecil, kita akan membuat mereka semua hancur dan menyatu di tempat yang kita inginkan.”

Meski Riku mengatakan semua itu, dia tetap berpikir, Tidak mungkin semuanya bisa diprediksi… Kata-katanya kembali dan berbalik arah padanya... Dia tahu itu. Tapi jika dia bisa melakukannya… maka itu adalah sebuah keajaiban, iya kan? Alasan untuk melakukannya semakin besar… Senyum Riku menjadi lebih lebar.

“Bukannya ini menarik? Kita akan menghancurkan tahta dewa kejam itu dan menyeret mereka dari surga mereka dengan cara yang dibuat manusia. Jika semua berjalan lancar, bukannya kita akan mendapatkan ironi yang paling manis?”

Saat Shuvi mendengarkan fantasi naïf milik Riku… menatap mata hitam kelam itu dengan sungguh-sungguh, dia akhirnya mengerti.

Ini dia. Ini adalah yang dia lihat saat pertama kali bertemu dengan Riku. Shuvi akhirnya bisa mengidentifikasinya dengan benar. Itu adalah ‘sumber dari hati’—apa yang dinamakan dengan ‘jiwa’. Kualitas itulah yang menjadi ketertarikan tidak logisnya, sesuatu yang sangat dia kagumi. Itulah yang dia butuhkan—sesuatu yang tidak dimiliki ‘adapter’ sepertinya. Itulah yang membuatnya berharap, berdiri, berusaha, dan mencari apa yang dia inginkan… mencari idealismenya.

 

“Dan lagi… pada dasarnya, probabilitas hanyalah teori kosong, kau tahu?”

Shuvi memang mengakui jika pendapatnya sudah dipatahkan dengan telak oleh Riku, tapi saat mendengar jika hal itu digambarkan sebagai ‘teori kosong’, Shuvi ingin membantahnya.

“Ini buktinya: Pertanyaan: Berapa besar probabilitasku melamarmu?”

Shuvi yang tidak bisa menangkap maksud dari pertanyaan itu hanya bisa melakukan perhitungan yang selalu dia lakukan.

“….? Tidak bisa mengidentifikasi... tujuan pertanyaan… kurasa… mendekati 0?”

“Lihat, kau salah. Menikahlah denganku, Shuvi.”

RIku menunjukkan sebuah cincin kecil yang membuat Ex-Machina itu terkejut.

“Tidak ada 0 dalam probabilitas. Tidak ada yang bisa berkata jika kita tidak bisa memenangkan permainan ini, iya kan?”

Shuvi membelalakkan matanya saat melihat cincin yang sedang dipegang oleh Riku. Beberapa saat kemudian dia menjawab.

“…. Tidak bisa dimengerti… Permintaan ditolak.”

XXX

Riku—perjaka usia 19 tahun—sekarang sedang bersimpuh di tanah dingin sambil meneteskan air mata.

“He, he-he, eh-he, he-he-he-he-he…”

Lamaran seriusnya langsung dipatahkan dengan satu tolakan yang mematikan. Akhir dari dunia ini sepertinya datang terlalu cepat. Ayolah Riku… Kenapa tidak kau lupakan saja ini? Dunia menjijikkan ini… orang yang membuat kesalahan di awal pasti akan kalah. Memangnya siapa yang peduli? Persetan dengan semua manusia dan dunia ini. Aaah, Couron. Aku sudah lelah… ah-ha-ha… he-he-he-he…

“Riku… aku meminta… penjelasan…”

“Yah, kau tahu… aku minta maaf karena sudah kelewatan. Aku hanya perjaka tidak berguna… Tolong jangan memperparah lukaku…”

Riku bergelung di atas tanah seperti boneka yang sudah rusak.

“… Ditolak… tolong… jelaskan…” ucap Shuvi dengan ekspresi tidak natural. “… ‘pernikahan’—sebuah konsep yang terbentuk antara... 2 manusia yang... melakukan reproduksi…” ucapnya sambil mengatakan referensi kamus yang dia miliki (yang tentu tidak tepat).

“… Kau sudah mengevaluasi… kegunaanku… dan bermaksud mengurungku… untuk kegunaan eksklusif?”

“Tidaaaaaaak! Aku hanya ingin berada di sisimu selamanya!”

“… Kenapa? Aku selalu… di sisimu sekarang.”

“Bukan itu maksudku…. Yang kumaksud itu adalah menjadi partner hidupku!”

“Partner… orang yang menemani. Sekutu. Atau… suami istri…?”

“Ya! Yang itu! suami istri!”

Akan tetapi, meski Riku terlihat hampir putus asa, Shuvi masih terlihat tidak peduli.

“Suami istri… Shuvi, Ex-Machina. Aku tidak bisa melakukan reproduksi.”

“Aku tidak peduli!”

“… Aku tidak bisa… melakukan hubungan badan… Riku akan menjadi… perjaka abadi…?”

….

“Aku tidak peduli!”

“… Hambatan… sementara…”

“Aaaahh… ayolaaaahh… Aku tidak peduliiii soal detail seperti itu!!”

Meski Riku sudah meraung-raung seperti itu, Shuvi masih tetap terlihat tenang, meski hal itu juga terlihat tidak natural.

“… Pernikahan… antar ras… tidak pernah… terjadi sebelumnya.”

“Kalau begitu kita akan jadi yang pertama! Kita menjadi pencetusnya!! Yohoo! Sialan!”

Teriakan Riku terdengar sangat putus asa sekarang, bahkan pemuda itu terkesan sedang memaksakan keyakinannya sendiri. Jika dia mundur sekarang, dia akan kalah. Dia yakin akan hal itu meski tidak ada bukti sama sekali. Di sisi lain, Shuvi yang merasa kewalahan menghadapi perasaan Riku pun pada akhirnya mulai runtuh.

“Aku… tidak bisa…. Karena…”

“… Shuvi?”

Shuvi merasa gelisah, bingung, dan untuk beberapa alasan—sedih. Riku yang khawatir kemudian memanggilnya. Pemuda itu tidak tahu apa yang sedang terjadi pada gadis yang ada di depannya itu.

Tapi saat mendengar Riku memanggil namanya, kalkulasi dalam otak Shuvi ingin memberontak dan hal itu membuat berbagai macam error baru di dalamnya. Pikiran kacaunya pun memperlihatkan banyak kilas balik dengan sangat cepat—kegagalan, konflik, dan inkonsistensi yang terus bertambah hingga tidak bisa dihitung lagi. Inkonsistensi logika dan konflik itu terus berputar dan berulang menjadi sebuah lingkaran tak berujung. Tapi sentimen yang lebih besar dari logikanya mulai menulis ulang semua batasan yang ada pada dirinya.

“… Karena… Shuvi…”

Saat Shuvi membuka mulutnya untuk berbicara, logikanya, protokolnya mulai berteriak: Jangan katakan! Tapi error yang ada di dalamnya mulai meraung: Katakan! Itu adalah gejolak yang tidak pernah dirasakan oleh Ex-Machina—sesuatu yang seharusnya tidak boleh mereka rasakan. Memprioritaskan logika sebelum error? Tapi dalam pikirannya, video pertemuan pertamanya dengan Riku terus berputar. Error yang berhubungan—error yang tidak dia ketahui seperti ‘rasa takut’ dan ‘rasa bersalah’—mulai bertabrakan.

Dan saat pikiran Shuvi mengkhianatinya, dia berkata dengan suara bergetar—

“… Karena Shuvi lah… yang menghancurkan… tempat tinggal RIku…”

—Otak gadis itu… lebih memprioritaskan error daripada logikanya.

XXX

12 tahun yang lalu, di suatu kejadian yang sebenarnya sangat jarang terjadi, ribuan Ex-Machina melakukan sebuah pertempuran skala besar. Musuh yang sedang mereka lawan adalah salah satu dari 3 penguasa Dragonia—Aranleif the Ultimate dan 7 pengikutnya. Tentara Ex-Machina diorganisasi menjadi sebuah mittel-cluster yang terdiri dari 8 übercluster, termasuk para Quelle. Masing-masing kluster beranggotakan 437 unit dengan total 3.496 unit. ¼ dari total sumber daya Ex-Machina telah diturunkan dalam pertempuran bersejarah ini. Hasil dari pertempuran ini adalah kemenangan strategis bagi Ex-Machina. Korban dari kedua belah pihak adalah:

Musuh: Aranleif the Ultimate dan 7 pengikutnya berhasil dimusnahkan.

Sekutu: 1.468 unit hancur (42% dari jumlah unit yang diterjunkan). Pasukan mengalami kerugian yang cukup besar.

Hampir semua kerugian yang mereka terima berasal dari serangan penghabisan milik Aranleif—nafas api yang hampir menghabiskan nyawa Dragonia itu—Far Cry. 0,007 detik setelah Far Cry Aranleif ditembakkan, kurang lebih 20% unit Ex-Machina yang terlibat langsung menguap tanpa bekas. 0,018 detik kemudian, Prüfer membuat keputusan cepat berdasarkan informasi yang mereka dapatkan dari Seher: Tidak ada senjata Ex-Machina yang bisa memberikan perlawanan sepadan pada Far Cry milik Aranleif. Mereka mentransmisikan hasil analisa itu pada Befehler dan memperkirakan jika kerusakan akan terjadi dalam 0,4 detik—waktu yang cukup untuk Zeichner menciptakan sebuah senjata baru. Kerusakan yang mungkin akan diterima: 90%. Jumlah itu sepadan dengan kehancuran Ex-Machina secara strategis, dengan kata lain mereka akan kalah. Akan tetapi, satu Prüfer mengatakan sebuah usulan untuk tidak menahan Far Cry—tapi memantulkannya. Ex-Machina memiliki senjata yang bisa membengkokkan orientasi energi: Org. 2807—Umweg. Mereka memperkirakan jika memenyebarkan banyak senjata ini dapat mengurangi kerusakan sebanyak 20%. Usulan ini disetujui oleh Befehler dengan cepat. Arah serangan Far Cry berhasil dialihkan, dan serangan itu melenceng cukup jauh dari medan pertempuran. Kerugian yang diderita Ex-Machina—meski sangat parah—tidak sampai membawa mereka pada ‘kehancuran’. Prüfer yang membuat usulan ini dianggap bertanggung jawab untuk melakukan analisis ulang pada Far Cry berdasarkan kerusakan yang ditimbulkan. Ex-Machina itu kemudian melakukan investigasi pada beberapa reruntuhan yang ada di ground zero—sebuah tempat yang sepertinya ditinggali oleh makhluk buas bernama manusia. Dan kemudian…

“……”

Prüfer itu mendeteksi seorang anak muda yang memeluk sebuah papan kotak-kotak di dadanya sambil menatapnya dengan tajam. Prüfer itu bisa merasakan permusuhan dan kebencian dari mata manusia itu, tapi… dia hanya berbalik dan pergi begitu saja.

Bagi Prüfer itu—unit yang ditugaskan untuk menganalisis situasi—sikap yang ditunjukkan anak itu sama sekali tidak masuk akal. Meski dalam situasi berbahaya seperti ini, anak itu menilai musuhnya dengan tenang dan dengan wajah tanpa ekspresi. Dan kemudian, dia memutuskan untuk tetap bertahan hidup. Tentu hal ini tidak sejalan dengan insting hewab buas. Tatapan mata yang diterima Prüfer itu juga tidak menggambarkan ketakutan atau kekosongan, tapi sesuatu yang tidak berdasar—sesuatu yang lebih dalam dari Far Cry yang ditembakkan salah satu the Ultimate—panas. Prüfer itu menghasilkan sebuah error—rasa heran. Anak itu yakin jika dia bisa menang—tapi tidak untuk saat ini. Hipotesis: Mungkinkah ada sesuatu yang kurang dari Ex-Machina—hati atau nyawa? Sesuatu yang bisa menghasilkan sebuah kesimpulan tanpa bukti, memberikan kepastian yang ada di balik kalkulasi?

Prüfer itu memutuskan jika manusia—lebih tepatnya spesimen itu—membutuhkan analisis lebih jauh.

 

Tapi, pengamatan yang dia lakukan menghasilkan banyak error, dan hal itu membuatnya diputuskan dari koneksi cluster—dan diabaikan. Übercluster 207: Prüfer 4f57t9—Üc207Pr4f57t9.

Unit yang nantinya akan diberi nama oleh specimen yang sama.

Shuvi.


Chapter 3-2     Daftar Isi     Chapter 3-4


Komentar

Postingan Populer