NGNL Vol. 6 CHAPTER 3 PART 8
Disclaimer: Not mine
XXXX
... Sekarang resiko dirinya dipaksa mengatakan rahasia para
Elf menjadi semakin besar. Nada bicara sang hantu membuat Nina berpikir jika
hantu itu sedang menunggunya menyadari pada yang diinginkannya sejak awal.
Nina tertawa pelan.
Kenapa Riku menarget dirinya? Nina adalah compiler dari Aka
Si Anse yang dikatakan sebagai senjata terkuat milik Elf, dia juga orang yang memiliki pengetahuan yang sangat luas. Terlebih lagi, Nina adalah penyihir
dengan kemampuan tinggi jauh diatas Elf biasa, dia punya insting yang tajam—dia
sangat amat cerdas. Itu adalah alasan kenapa hantu memilihnya—karena dia memiliki semua itu. Kecerdasan yang
didukung oleh kekuatan untuk menghancurkan semuanya jika digunakan dengan tidak
bijak melawan kecerdasan yang diasah demi keberlanjutan hidup seorang manusia
yang lemah dan bodoh. Nina yang melawan manusia—di kondisi terlemah mereka—pada
adu kecerdasan tidak akan bisa membuahkan hasil sama sejali. Dan semua itu
membuatnya mengalami hal seperti ini.
“Dengan kata lain... jika aku meminta identitasmu...”
“Kalau begitu aku ingin kau mempertaruhkan informasi yang
akan membuatmu semakin terdesak.”
Ya, pikir Nina.
Pada akhirnya, itu yang sedang sang hantu incar. Nina harus mengabaikan
optimismenya dan berpikir jika lawannya bisa mengetahui semua kebohongannya.
Kemudian dia harus mengambil semua informasi yang bisa dia ambil dan
menggunakannya untuk memancing identitas sang hantu.
“Baiklah. Ayo kita mulai permainannya. Kita bukan musuh
ataupun sekutu, dan kurasa kau tidak
ingin menyakitiku.”
Riku tertawa saat mendengarnya. Dia tahu. Karena Nina sangat
cerdas, karena dia sangat kuat, dan karena dia sangat bangga akan
identitasnya...
Untuk semua alasan itu—dia
sangat mudah dibaca. Dia sangat mudah
diarahkan. Dan Riku, dia bisa mengetahui semua itu sambil terus memasang
senyum di wajahnya. Pemuda itu membuat sebuah tanda dengan tangannya.
“Jika begitu, mari kita sahkan permainan ini. Dalam tradisi
yang digunakan para hantu, saat kami memulai suatu permainan kami akan
mengucapkan sesuatu. Apa kau keberatan mengulainya?”
Ini dia.
“.... Aschent...”
....
“... Kalau begitu, pertama... Mengenai informasi yang sudah
kau berikan...”
“... Aku ingin meminta detail mengenai bagaimana para Dwarf
bisa mengetahui Aka Si Anse dan buktinya jika memungkinkan.”
“Chip yang itu dalah hadiah...
Aku akan menjawab pertanyaanmu, tidak perlu bertaruh.” Setelah itu Riku
mengambil sebuah batu yang merekam sebuah percakapan dalam kapal milik Dwarf.
Riku tidak mempertaruhkan informasi yang sudah pasti akan dia berikan, karena
itu Riku berkata jika Nina tidak perlu membayarnya...
“Izinkan aku menawarkan... sesuatu yang lebih bagus...” Riku
mulai menyebarkan umpan yang lebih menarik agar Nina semakin tergoda.
“Aku akan mempertaruhkan alasan kenapa Dwarf mempelajari Aka
Si Anse dan memutuskan kenapa senjata itu tidak
berbahaya.”
“... Mereka... apa?”
Aka Si Anse telah digolongkan sebagai senjata yang tidak berbahaya. Ada tiga kemungkinan
yang bisa didapat dari keterangan itu: Mereka meremehkannya, mereka memiliki
cara untuk melidungi diri dari seranganya, atau keduanya...
“... Ya, keduanya.”
Setelah menunggu Elf yang disebut Nina itu menyimpulkannya,
Riku pun mengatakan hal yang sama. Dia sedang membaca pikiran Nina—itu adalah
ilusi yang ingin diperdalam oleh Riku. Karena itu Nina pun berkata.
“... Aku meminta informasi mengenai hal itu. Kau berkata jika kau sudah mengetahuinya.”
Nina berusaha menggertak dan tidak mengatakan secara
spesifik ‘informasi apa yang dia inginkan’. Riku hanya tertawa saat mendengar
permintaan Nina.
“Aku tahu... sebuah senjata milik Dwarf yang setidaknya sama
kuat dengan Aka Si Anse.”
Itu adalah bantahan yang dikatakan Riku. Saat Nina menyadari
jika ‘informasi apa yang dia inginkan’ itu sepertinya sangat berbahaya, dia
menggeratakkan giginya.
Tapi... kau jatuh
dalam jebakan kekanakan seperti ini lagi. Riku tertawa dalam hati. Jika
senjata terkuat Nina dianggap ‘tidak berbahaya’, maka alasan yang bisa
mendasari hal itu sangat terbatas. Tapi sepertinya Nina tidak menyadari signifikasi dari
kata-katanya—‘Informasi mengenai hal itu’. Karena itu Nina—yang benar-benar yakin
bahwa Riku tidak menggunakan pertahanan apapun—sampai bertanya mengenai
informasi itu kepadanya...
Dengan proses eliminasi, maka dapat disimpulkan jika
‘sesuatu itu’ adalah senjata yang lebih kuat.
Nina merasa marah. Entah kenapa pikirannya bisa dibaca
dengan mudah. Dia adalah penyihir terbaik di generasinya, dia yang dianggap sebagai Elf dengan
pikiran paling tajam, sekarang sedang dipermainkan oleh satu sosok yang
sepertinya lebih cerdas darinya. Hal ini melukai harga dirinya—dan semakin
membuatnya kehilangan kemampuan untuk berpikir dengan tenang...
Riku membuat sebuah opini tentang Elf yang ada di depannya: Dasar setengah-setengah. Jika kekuatan
Nina benar-benar tak bersyarat, dia pasti bisa membunuh Riku sesaat setelah dia
melihatnya. Jika kekuatanmu hanya
setengah-setengah, kau harus memancing musuhmu untuk memutuskan jika kau
bisa—jangan membual. Jika kau tidak bisa berbohong mengenai suatu
kesalahan dan kelemahan, maka kekuatan setengah-setengahmu akan menjadi
semakin lemah.
Kau mungkin bisa mencoba melawan manusia dalam hal
kecerdasan, tapi kau tidak akan bisa menang.
“Aku menghargai kebanggaanmu sebagai salah satu orang yang
berhasil bertahan dari kehancuran yang disebabkan oleh Flügel
dan membuat sesuatu yang baru yang menurutmu lebih hebat dari versi aslinya.
Jika kau mengalahkanku, aku akan memberikan semua detailnya padamu. Sekarang, apa
yang akan kau pertaruhkan?”
Riku membeberkan informasi yang sudah dikumpulkan para hantu
dan Shuvi sambil menghela nafas dan sambil terus berusaha menenangkan diri
sepanjang waktu. Elf yang dipanggil Nina itu menggigit jarinya sambil terus
memutar otak.
“.... Bagaimana dengan jumlah Aka Si Anse yang sudah siap
digunakan dan informasi apa saja yang bisa dimasukkan ke dalamnya?
“Kecepatan berpikirmu benar-benar membuatku senang. Kau
benar-benar layak disebut sebagai Elf paling cerdas.”
Sebuah senjata yang bisa melampaui Aka Si Anse. Itu adalah
informasi yang sangat amat berharga. Dan untuk mendapatkan semua detail
mengenai senjata itu, Nina tahu jika dirinya juga harus memberikan informasi
yang sepadan.
Ini adalah pertaruhan yang sangat berbahaya. Riku bisa
membayangkannya. Meski begitu dia terus menggunakan keuntungan yang sudah dia
dapatkan dan menggunakannya untuk mengguncang mental Nina. Riku bertanya.
“Ngomong-ngomong, bisakah kau memberi tahu apa yang akan
terjadi padamu jika kau sampai ketahuan membocorkan rahasia sepenting ini pada
orang luar?”
“... Aku akan dituduh melakukan pemberontakan karena sudah
membocorkan rahasia negara dan akan langsung dieksekusi. Aku yakin itu yang
akan terjadi.”
Elf itu menatap Riku dengan tajam, dia mengartikan
pertanyaan Riku sebagai usaha untuk mengaburkan konsentrasinya dari game yang
sedang mereka lakukan. Tapi, Riku hanya membuka mulutnya lebar-lebar, wooow... Dia terkejut dengan fakta yang
tidak terpikirkan itu. Faktanya, Riku sama
sekali tidak mengetahui detail mengenai Aka Si Anse. Dia memang tahu siapa
pembuatnya... Dan reaksi para Dwarf terhadap informasi itu sangat tidak masuk
akah hingga membuat Riku ingin melemparkan bom pembunuh masal ke arah mereka.
Tapi sekarang—reaksi Nina membuat gambar besarnya mulai terlihat dengan jelas.
Dan Elf yang ada di depannya itu terus memberinya informasi yang sangat
berharga.
“Meski begitu, berkat kerja kerasku... kerja keras para
Elf—kami berhasil membuat Aka Si Anse, rite
of spirit-breaking terkuat yang pernah ada. Jika para tikus tanah itu bisa
membuat senjata yang lebih kuat dari itu, aku akan mengorbankan nyawaku untuk
mendapatkan informasimu...”
... Yah, memangnya apa
yang kau tahu? Sepertinya Aka Si Anse adalah sebuah mantra yang juga
disebut dengan anama rite of spirit-breaking. Riku tertawa dalam hati dan
kemudian berkata,
“Kalau begitu... bagaimana jika kita mulai saja
permainannya?”
Chapter 3-7 Daftar Isi Chapter 3-9
Komentar
Posting Komentar