NGNL Vol. 6 Chapter 3 Part 7

 Disclaimer: Bukan punya saya... Novelnya ya.

XXXXX

Sekali lagi, di meja bundar yang dikelilingi para hantu. Sang pemimpin meletakkan kedua tangannya di atas sebuah peta.

Dan kemudian dia mengeluarkan satu buah bidak—benteng putih.

“Ini adalah Elf.”

Setelah itu dia meletakkannya di atas peta. Koodinatnya—ibu kota Elven.

XXXXX

Ibu kota Elven. Sebuah mansion di pinggiran kota. Sesosok Elf bernama Nina Clive baru saja kembali dari kegiatannya di luar…

“…!? …. Siapa di sana?”

Dia merasakan keberadaan seorang penyusup dan langsung mengaktifkan mantra deteksi dan penerang, lalu dia mempersiapkan diri terhadap kemungkinan adanya serangan mendadak. Di dalam kegelapan malam, seakan sudah bersatu dengan bayangan, seseorang duduk di depan sebuah meja. Jubahnya terbuat dari potongan kain lusuh dan kulit hewan dengan tudung bulu yang menutupi mata dan wajahnya. Sederhananya, sosok itu terlihat sangat mencurigakan.

“…. Bagaimana kabarmu? Maaf aku sudah mempersilahkan diriku masuk ke dalam rumahmu.”

Meski bayangan ini bisa menggunakan bahasa Elf dengan sangat baik dan juga terlihat ramah, Nina langsung menyiapkan mantra penyerang—tapi dia tidak menembakkannya. Ini semua adalah hasil dari mantra kedua yang sudah dia gunakan—sebuah mantra analisis.

Identifikasi tidak bisa dilakukan: identitas tidak diketahui… bayangan itu menyeringai. Kau pasti terkejut. Meski tamunya ini mungkin menggunakan sihir untuk merubah penampilannya, Nina tidak menyangka jika dia tidak bisa mengungkap identitas sosok itu yang sebenarnya. Karena itu dia bertanya.

“Boleh aku tahu siapa dirimu?”

Nina tidak bisa bertindak sembarangan melawan seseorang yang tidak dia ketahui identitasnya. Sosok itu hanya tersenyum.

“Izinkan aku mengenalkan diri sebagai hantu. Dan aku ingin menegaskan jika aku bukan musuh ataupun sekutumu.”

Nina tentu sudah menggunakan sihirnya untuk mengetahui kebenaran kata-kata itu—tapi sepertinya sang hantu sudah tahu akan hal itu.

Identitasnya sebagai hantu itu bohong, dan informasi lainnya benar—itu yang dikatakan sihir miliknya. Ya, dalam kasus ini aku memang bukan musuh atau sekutumu. Hantu itu tersenyum.

“Sepertinya kau punya alasan mendesak hingga mempersilahkan dirimu masuk ke dalam rumah orang lain tanpa izin?” Tanya Nina yang tidak bisa menebak tujuan dari sang hantu.

Ya, sangat penting malah. Jika tidak—mana ada manusia biasa yang berani menyusup ke dalam kota yang dikuasai para Elf?

“…. Aku berharap kita bisa memainkan sebuah game sederhana.”

“…. Maaf?”

“…. Taruhannya adalah informasi…. Jika kau menang aku akan memberikan informasi yang kumiliki, dan jika kau kalah kau harus memberikan informasi yang kamu miliki.”

Nina tetap waspada, tapi hantu itu malah tersenyum mengejek dan berkata jika itu tidak apa-apa. Elf yang dipanggil Nina Clive itu adalah pemikir handal dan penyihir terbaik di generasinya.

Karena alasan itulah dia dipilih oleh sang hantu. Tamunya mengatakan kekhawatiran yang dirasakan Nina sebelum wanita itu sempat mengatakannya.

“Taruhan tanpa jaminan—misalnya informasi yang belum pasti—tidak akan diperhitungkan, benar kan?”

“…. Ya, aku juga berpikir seperti itu.”

Nina tetap bersikap santai karena dia takut tamunya bisa membaca apa yang ada dalam pikirannya. Seorang pemikir, jika dihadapkan pada lawan yang tidak dia kenali aka memperhitungkan kemungkinan terburuk saat mereka pertama kali bertemu. Dalam kasus ini—mungkin hantu ini berasal dari ras yang lebih superior daripada Elf. Tapi Nina juga terlalu cerdas untuk menolak tawaran sang hantu. Ada 3 kemungkinan yang bisa terjadi dalam skenario ini: hantu itu berasal dari ras yang lebih tinggi, rendah, atau mungkin dari ras yang sama sepertinya. Hantu yang ada di depan Nina tersenyum dan berpikir—dia (Nina) pasti akan menerima permainan ini.

“Jika begitu, izinkan aku menawarkan sesuatu sebagai salam perkenalan. Aku akan memberikan bukti jika taruhan yang kuajukan, tidak peduli itu benar atau tidak... kau tidak akan bisa mengabaikannya.”

Ya, saat dia (hantu) mengatakannya dengan cara seperti ini.... Nina pasti akan ikut dalam permainan.

“’Keberadaan Aka Si Anse sudah diketahui oleh para Dwarf.’.... Apa yang akan kau lakukan soal itu?”

“....!?”

Sang hantu bisa merasakannya, tapi Nina pasti menggunakan sebuah mantra untuk memeriksa kebohongannya.... tapi itu sia-sia.

“.... Apa sekarang kau mulai tertarik? Entah informasinya benar atau tidak, itu tidak pentung. Sebagai pencipta dan rite compiler dari Aka Si Anse, aku yakin kau harus pergi untuk memastikan kebenarannya.... apa kata-kataku benar?”

Nina berpura-pura tenang, tapi pikirannya berkecamuk. Sang hantu bisa melihat hal itu dengan mudah.

 

Aka Si Anse, atau nama lainnya ‘Devoid Zeroth Guard’ adalah rahasia utama yang dirahasiakan dari banyak Elf, bahkan nama pembuat dan pengembangnya dirahasiakan. Nama dari pengembang mantra ini ditulis dengan menggunakan kode, bahkan dalam dokumen yang bersifat penting dan rahasia—misalnya seperti dokumen-dokumen yang ditemukan Shuvi di reruntuhan kota Elf dulu. Di mata Nina yang tidak peduli dengan detail seperti itu, sang hantu pasti memiliki suatu kemampuan yang membuatnya maha tahu. Ya, tidak peduli apa identitas hantu itu—dia tidak boleh melakukan sesuatu dengan terburu-buru.

“....”

Meski manusia tidak bisa mendeteksi sihir, Elf yang ada di depannya pasti sudah menggunakan beberapa mantra untuk memastikan kebenaran kata-katanya—tapi semua itu percuma. Tidak ada kebohongan apapun dalam kata-katanya. Dan semua informasi itu datang dari dirinya, sang hantu...

“... Baiklah. Siapapun kau, aku akan meladenimu.”

Nina duduk di kursi yang ada di depannya dan melipat tanganny.

“Nah, untuk permainannya—karena kau bilang ada taruhannya, apa kita akan bermain dengan kartu?”

“Tidak, catur cepat. Dengan begini kita berdua bisa dengan mudah mengetahui adanya kecurangan atau tidak, iya kan?”

Nina menatap papan catur yang ada di atas meja.

“Baiklah. Ayo kita mulai.”

“Oke, tapi pertama...” hantu itu berbicara dengan nada mengejek.

 

Apa kau tidak keberatan meletakkan bidak itu kembali? Pihak putih biasanya yang menyerang duluan. Maafkan aku.”

“... Oh, maaf. Aku tidak begitu familiar dengan permainan ini.”

Nina tersenyum manis dan bergumam, Dia memergokiku, rasa tidak senangnya berhasil disembunyikan dengan cukup baik. Ketergesa-gesaannya yang mungkin muncul karena kekuatan yang dia miliki bisa dilihat dengan sangat jelas oleh sang hantu. Nina pun berpikir—apa menguji lawan misteriusnya ini terlalu beresiko? Nina mengembalikan bidak yang dia pegang ke papan dengan otak yang terus berputar.

“Kalau begitu, barang taruhanku... Pencetus dan pembuat Aka Si Anse adalah...”

“Bukan kau. Aku sudah punya informasi itu.”

Nina bermaksud mengujinya dengan sebuah gertakan, tapi sang hantu bisa mengetahuinya. Beberapa saat kemudian hantu yang ada di depannya pun berkata.

“Lalu informasi soal itu adalah kebohongan, dan informasi soal dirimu yang menggunakan sihir untuk membuatku percaya pada informasi itu.”

Kata-kata sang hantu membuatnya terkejut.

“Nah, apa kau sudah bisa menebak apakah kau bisa berbohong padaku atau tidak? Apa kita bisa memulai permainannya?”

Hantu itu terus mengejeknya. Dari sana Nina bisa tahu jika sang hantu bisa membaca pikirannya dengan jelas... tanpa bantuan sihir apapun. Wajah Elf itu seakan berkata—siapa sebenernya makhluk ini?

 

Ekspresi wajah Nina membuat sang hantu—Riku—menyeringai.

Dari semua pengetahuan Riku mengenai ras Nina, pemuda itu yakin jika mereka tidak akan bisa menebak dari ras mana dia berasal. Riku adalah manusia. Dia tidak bisa mendeteksi keberadaan sihir. Dia tidak bisa merasakan jika ada sesuatu yang bergerak di sekitarnya. Tapi dia bisa memprediksi apa yang akan dilakukan oleh penyihir tercerdas dan terbaik yang dimiliki oleh para Elf saat dia dihadapkan pada pertandingan catur yang sudah diatur seperti ini. Jadi, Riku tidak mengatakan bidak mana yang sudah disihir dan juga membuat Elf itu tidak jadi menggunakan sihir yang akan membuat Riku percaya dengan semua kata-katanya.

Semua yang dia lakukan hanya gertakan, tapi sang Elf tidak merasa demikian... Nina tidak bisa melakukannya. Riku sudah melakukan banyak gertakan—dan jika dia melakukan satu kesalahan kecil maka semua usahanya akan hancur berantakan. Dalam keadaan yang sama seperti berjalan di atas benang itu... bagi Nina sangatlah tidak masuk akal. Apakah kelemahan manusia meminta mereka melakukan hingga sejauh itu?... Tidak masuk akal. Karena itu Nina pasti akan sampai pada sebuah kesimpulan dimana...

 

Nina sama sekali tidak bisa mendeteksi adanya sihir yang bisa menyembunyikan identitas hingga sejauh itu dari sang hantu. Meski begitu dia tidak bisa menangkap kebohongan dari kata-katanya. Sihir yang tidak bisa dideteksi bahkan oleh dirinya—seorang octa-caster legenda yang tidak terkalahkan di zaman ini. Dengan kekuatan hantu yang sekuat itu, bahkan Nina sendiri tidak bisa berbuat banyak. Sang hantu bahkan berhasil mendapat keunggulan dalam perang psikologis dan membuat Nina sadar jika lawannya itu memiliki informasi yang tidak bisa dia abaikan begitu saja. Seperti yang sudah dikatakan sang hantu, Nina bisa memastikannya sendiri. Tapi, setelah memikirkan semua itu dan sampai pada suatu kesimpulan dan tibatiba...

“Kau bisa memutuskan informasi mana yang ingin kau pertaruhkan. Tapi jika informasi itu sama sejali tidak bernilai, kita bisa saling meminta informasi mana yang kita inginkan. Bagaimana?”

... Sekarang resiko dirinya dipaksa mengatakan rahasia para Elf menjadi semakin besar. Nada bicara sang hantu membuat Nina berpikir jika dia sedang menunggunya menyadari pada yang diinginkan sang hantu sejak awal. Nina tertawa pelan.


Chapter 3-6     Daftar Isi     Chapter 3-8

Komentar

Postingan Populer