NGNL Volume 7 Chapter 0 Part 2
Disclaimer: lihat daftar Isi di bawah
>>>>><<<<<
Aku
sudah mendengar pernyataanmu. Tapi kau harus tetap membuktikannya padaku—akan
tetapi...
Yang menggerakkan badan dan yang berbicara dengan mulut Miko
bukanlah Miko itu sendiri. Yang melakukannya adalah sumber dari badai yang saat
ini meluas hingga melampaui kuil, Kannagari... Dan Eastern Union itu sendiri. Kekuatan yang berdiam di tubuh Miko
sejak dia muda—ether. Melalui tubuh
Miko—yang sekarang menjadi boneka—sang pengendali bersabda.
Wahai makhluk fana yang menunggu
kematian, aku tidak bisa memahami kenapa kalian ingin menjemput kematian itu
sendiri.
Miko yang badannya sedang digunakan oleh Old Deus, melihat
semua itu melalui pandangan berkabut dan kesadaran yang timbul tenggelam. Dia
melihat 7 sosok yang menginginkan kematian—menurut dewa yang sedang mereka
tantang memainkan game saat ini.
“Absen! Nomor 1, Sora, perjaka, usia 18 tahun! Aku akan
memberikan jawaban soal kenapa aku sangat
ingin hidup!”
Pemuda berambut hitam—Sora—berteriak dengan senyum lebar di
wajahnya.dengan satu tangan terangkat menutupi wajahnya seakan badai hebat yang
sedang terjadi hanyalah angin menyebalkan, dia tertawa dan berkata.
“Hei, aku bisa bermain game dengan dewa, ya ampun! Aku akan
langsung gagal jadi gamer kalau melewatkan ini.”
“... Nomor 2... Shiro... 11 tahun... Kami tidak... punya
waktu untuk... menunggu... kali ini....”
Adiknya, Shiro, dengan rambut putih panjang tak beraturan
memperkenalkan dirinya dengan mata setengah tertutup seakan dia sudah menyerah sebelum
melakukannya.
“A-apaaaaa!? No-nomor 3, Stephanie Dola. Aku tidak mau mati.
Aku menentang keras....”
“Nomor 4, Jibril. Aku adalah pelayan setia dari Sora-sama
dan Shiro-sama. Aku merasa sedih saat kau tidak menganggapku sebagai sesama
makhluk abadi~. Jadi aku berharap kau membayarnya~~.”
Dengan sensibilitas manusia biasa yang dimilikinya, gadis Immanity,
Steph, berteriak keras sambil menitikkan air mata. Di sampingnya, Jibril yang
berasal dari ras FlĂĽgel malah memberikan ceramah pada dewa itu.
“Nomor 5... Plum~. Aku terkenal karena keberadaanku yang
tipis. Aku akan menyingkir dari semua ini dan menyerahkan semuanya pada
semuanya pada kalian...”
Yang memperkenalkan diri selanjutnya adalah gadis
Dhampir—ah, sebenarnya dia laki-laki. Plum dengan wajah manisnya yang terlihat
kesusahan hanya bisa tersenyum pasrah atas keadaan yang menimpanya. Lalu...
“...? No-nomor 7, desu? Izuna..hnngh.”
Gadis Werebeast, Izuna yang sedang kebingungan mencoba
mengikuti ritme teman-temannya, tapi kepalanya malah ditekan oleh laki-laki
Werebeast, Ino Hatsuse yang sedang berlutut di sampingnya.
“Tolong tenangkan dirimu, Miko-sama.”
Ino menundukkan kepalanya bukan pada Old Deus tapi pada Miko
yang sedang tersegel.
“Meski bocah-bocah ini terlihat layak dipercaya, saya
berharap anda menyerahkannya pada kami.”
“Uh... ka-kami akan menendang bokong de... Kami akan
mengalahkan mereka, desu!”
Izuna meniru ucapan kakeknya untuk untuk menghormati Miko,
tapi sepertinya dia masih ingin menantang dewa yang ada dalam tubuh Miko.
Mereka ber-7 adalah makhluk yang tidak bermartabat dan tidak
bisa diandalkan. Masing-masing dengan beban yang mereka bawa, dengan usia, ras,
dan juga jenis kelamin yang berbeda-beda. Mereka berdiri dan seenaknya
menantang dewa, mereka adalah makhluk bodoh yang tidak bisa tidak kau sukai.
Demi menghancurkan peraturan tak tertulis dan juga kebenaran absolut yang
terbangun di atas peraturan dewa tunggal.
Bukan sebagai Prayer, tapi sebagai Player.
Miko yang merasakan afeksi dari kebenaran itu hanya bisa
tersenyum. Tapi di saat yang sama dia berpikir—dia pasti tidak mengerti.
Jika begitu, bersumpahlah.
Dengan kata-kata yang akan menggoreskan kematianmu pada permainan bodoh ini.
Old Deus itu pun mengatakan sumpah yang akan mengantar
mereka ber-7 pada kehancuran, akan tetapi...
“Oh, sebelum itu, satu hal saja.”
Sora berbicara dengan sikap santai yang terlihat tidak pas
dengan suasana di sana. Dia menginterupsi kelompoknya untuk mengangkat tangan
dan mengucapkan sumpah mereka dan kemudian bertanya.
“Maafkan aku. Tapi kau masih belum menyebutkan namamu, iya
kan?”
Memangnya apa hubungan namaku dan kalian
makhluk fana?
“Huh? Bukannya itu, seperti keharusan minimal yang harus kau
lakukan sebelum memainkan game bersama orang lain?”
Atmosfer di kuil kembali berderak. Mereka semua, bahkan
Jibril yang FlĂşgel saja sampai berjengit saat merasakan kemarahan sang
dewa. Miko tidak bisa menahan tawanya. Sudah 50 tahun berlalu sejak dia membawa
ether dewa dalam badannya. Dalam jangka waktu itu dia tidak pernah menunjukkan
rasa tidak sukanya secara terang-terangan—apalagi...
“Uh, tunggu... Apakah aku mengatakan sesuatu yang buruk?”
.... Pada percakapan santai dari para Immanity lemah yang
tidak punya kesadaran diri?
“... Nii... tidak apa-apa... Kau tidak... mengatakan
sesuatu... yang spesial...”
“Be-benar kan? Lagipula aku juga tidak...”
Shiro menunjukkan jempol pada Sora yang terlihat bingung.
“... Kau hanya... membuat orang lain... kesal hanya...
dengan bernafas...”
“Y-ya, master memang benar-benar bijaksana! Bisa membuat
dewa seperti dia meledak—benar-benar
mengesankan!”
“Ini membuktikan bahwa dewa sekalipun ingin ditendang
bokongnya... Itu pasti membutuhkan bakat khusus.”
“Kenapa tidak kita lupakan saja game ini dan mengejek dewa
itu sampai mati? Kedengaran seperti sesuatu yang bisa kau lakukan, iyakan
Sora-sama.”
“Sora... kau sangat keren, desu...”
“Kau monyet sialan... Apa kau punya penyakit yang bisa
membunuhmu jika kau tidak bertindak serius sedetik saja...?”
Dalam kesadarannya yang semakin berkabut, Miko tersenyum
saat melihat gerombolan yang ramai itu. Di waktu yang sama, matanya melihat
sang dewa mulai membuat sebuah papan permainan, bahkan sebelum lawannya
mengucap sumpah. Papan permainan itu menutupi kuil, gedung-gedung pencakar
langit yang ada di ibu kota, lalu kota-kota dan pulau-pulau yang ada di seluruh
Eastern Union... Miko yang sudah menghabiskan waktunya untuk membangun Eastern
Union itu hanya bisa melihat dan berpikir.
Dulu, gadis rubah tanpa nama mengimpikan negara ini. Setelah
menghancurkan banyak peraturan tak tertulis—dan hingga saat ini dia terus
mencari peraturan tak tertulis yang bisa dia hancurkan.
Tapi gadis itu sudah tidak ada lagi. Gadis yang berakhir menjadi dewasa itu—Miko—pun
menyadarinya.
Menghancurkan peraturan tak tertulis... memiliki akhir yang jelas. Sebuah game yang sudah dipelajari hingga
ke akarnya akan berakhir menjadi tic tac
toe dimana langkah pertama pasti akan
selalu berakhir dengan kemenangan. Tidak peduli bagaimana sebuah bidak
berusaha, dia tidak akan pernah bisa terbang dari papan permainan.
Player dan Prayer. Dunia ini, seberapa jauh pun kau pergi,
adalah sebuah papan permainan yang digunakan para player dengan prayer sebagai
bidaknya. Itu adalah peraturan... Yang tidak pernah bisa berubah. Akan tetapi,
Miko yang sudah menyerah pada kekecewaan itu...
... Menatap ke bawah sekali lagi dan melihat kuil miliknya,
dimana dia melihat sesuatu yang bahkan tidak pernah muncul dalam mimpinya dulu.
Immanity, FlĂĽgel,
Dhampir, Werebeast... Dahulu kala mereka
saling membunuh dan di masa sekarang
mereka saling membenci melalui game yang mereka lakukan bersama. Tapi saat ini,
perwakilan dari semua ras itu, dengan kekuatan yang berbeda-beda, rentang usia
yang berbeda-beda, bahkan eksistensi yang berbeda-beda... Sekarang mereka
berkumpul dan tertawa bersama. Tidak hanya itu, meski niat mereka berbeda-beda,
tapi tujuan mereka tetap satu—bersama, dalam kegilaan mereka masing-masing,
menantang Old Deus, dengan damai...
“.... Baiklah, apa kalian semua sudah siap?”
Entah karena merasa marah atau karena terlalu berkonsentrasi
pada papan ciptaannya, dewa itu melonggarkan kontrolnya pada tubuh Miko, sebuah
pertanyaan pun keluar dari bibirnya.
“Apakah kalian mau mengambil errorku, kesalahan yang sudah
kulakukan dulu—dan membenarkannya?”
Miko mengangkat tangannya ke udara. Dan saat dia membalikkan
telapak tangannya, muncul sebuah bidak yang memancarkan cahaya. Itu adalah
bidak ras—bidak milik Werebeast. Benahi
kesalahan yang telah kulakukan di hari itu—bayar hutang yang sudah kutumpuk
sejak hari itu. Hingga aku bisa melakukannya, aku tidak punya hak untuk
tersenyum bahagia di depan mereka. Tapi jika aku bisa melakukannya, kali ini...
“Jika kau bisa melakukannya... Eastern Union—Werebeast akan
berjalan bersamamu.”
Dengan perasaan kalut dan putus asa, Miko mengatakan
deklarasinya, akan tetapi...
“Hmmm... Jujur saja, aku tidak tahu kesalahan macam apa yang
sudah kau perbuat hingga wajahmu terlihat seserius itu.”
Pemuda yang menderita penyakit dimana dia akan mati jika bertindak
serius itu pun berucap dengan nada sombong.
“Jika Miko ingin membenarkan sesuatu, kenapa kau tidak
memulai dari membenarkan kesalahanmu karena
sudah bersikap serius pada kami?”
Sora, pemuda yang menantang Old Deus—sang pencipta—itu
meneriakkan ‘kemarahan seriusnya. Kakak beradik yang tidak bisa merasakan
kegelisahan dan rasa takutnya—atau mungkin mereka sudah tahu—itu berkata dengan
mata berbinar.
“Kami sangat beruntung! Ya, sangat amat super beruntung!
Kami bisa mendapatkan Eastern Union dan juga Old Deus jika menang! Kurang lebih
begitu... Sangat simpel, kan?”
Wajah mereka dipenuhi emosi kekanakan yang seakan berkata, Ya ampun, orang dewasa memang suka membuat
semuanya menjadi lebih runyam, ya. Sesuatu yang sudah tidak terpantulkan di
mata Miko, pastilah masih hidup di dalam mata mereka berdua.
“Mari kita lewati detail yang membosankan. Lagipula, dunia
yang kita tinggali sekarang ini... game, kan?”
Dua pasang mata itu bersinar penuh tekad—dan juga rasa
bahagia.
“Yang kalian lakukan sampai saat ini hanya bermain untuk
memperebutkan siapa yang berhasil menjadi bajingan terhebat, iya kan?”
“... Kalau begitu... Tidak mungkin... Kami... Kalah...”
“Jika kami juga bermain untuk memperebutkan posisi bajingan
terhebat, aku tidak melihat alasan kenapa aku harus mengalah dari dewa itu
sendiri.”
Permainannya sangat mudah. Player dan bidaknya akan terus
menantang dan ditantang musuh baru—dan kemudian memikirkan hasilnya setelah
permainan usai. Player dan Prayer, mereka hanya perlu menentukan peran apa yang mereka inginkan.
Jika semua permainan yang telah dipelajari hingga ke akarnya
akan berakhir seperti tic tac toe dimana yang menang adalah yang melakukan
langkah pertama, maka ini adalah saat untuk menentukan siapa yang akan melangkah terlebih dahulu. Mereka akan melenyapkan
putus asa Miko dengan satu senjata logika terkuat yang mereka miliki. Miko yang
bisa merasakan kegembiraan yang semakin membuncah itu pun hanya bisa memberikan
pujian tulus...
“... Aku benci mengakuinya.... Tapi mungkin aku sudah jauh tersesat...”
... Setelah mengatakan candaannya, Miko pun berpikir, ‘Dunia sederhana’ yang terpantul di mata
Sora dan Shiro—dunia yang tidak bisa kulihat saat muda. Mungkin dulu aku juga
tidak bisa melihat dunia yang hanya bisa dilihat oleh anak-anak? Bagaimana
jika... seperti perkataan kakak beradik itu, dunia ternyata sangat sederhana?
Dan bagaimana jika
semua makhluk yang ada di dalamnya lah yang membuatnya menjadi sangat rumit...?
“... Baiklah. Silahkan mulai.”
Kata-kata itu keluar
dibarengi dengan sebuah seringaian yang dibalas oleh orang-orang bodoh
yang berani menantang dewa. Ini adalah permainan yang mereka harapkan... Yang
mereka antisipasi... mudah dan sederhana. Game ini adalah game yang akan
menentukan siapa bajingan paling hebat diantara mereka....
“Ayo.... Cepat mulai gamenya...!”
Miko melemparkan bidak ras Werebeast sedangkan Sora
berteriak kegirangan. Bidak itu melayang tinggi dan semakin tinggi—seakan pada
akhirnya bidak itu akan mencapai Old Deus yang selalu duduk di atas langit.
Semua orang mengangkat tangan mereka seakan ingin mengoyak langit dan...
Aschente...!
Yang menggema saat itu adalah sumpah untuk memulai permainan
yang telah disetujui oleh 10 Sumpah. Sebuah sinyal yang menyatakan jika mereka
akan mematuhi peraturan yang telah dibuat oleh sang dewa tunggal—dewa yang
berkata jika dunia telah berubah. Dalam sekejap, energi yang sudah terkumpul
pun meledak. Kesadaran Miko mulai goyah karena badai energi yang ditimbulkan
oleh sang dewa, dan saat itu Miko berpikir:....
Chapter 0-1 Daftar Isi Chapter 0-3
Komentar
Posting Komentar