NGNL Vol. 6 Chapter 6 - EPILOG

 Disclaimer: Not mineeee

XXXXX

Sebelum kau menyadarinya, matahari sudah hampir tenggelam dan menyebabkan ufuk langit Elkia memancarkan warna kemerahan. Saat Tet menyelesaikan ceritanya, tatapan matanya terlihat jauh, dan reaksi Izuna saat itu adalah:

“... Berapa banyak cerita asli dan cerita bohongnya, desu?”

Matanya setengah terpejam dan dia merasa jika Tet sudah mengatakan beberapa kebohongan. Tet hanya tertawa saat mendengarkan pertanyaan Izuna. Wajah gadis itu seakan berkata, Tergantung di bagian mana kau berbohong, aku mungkin tidak akan memaafkanmu.

“Apaaaa? Apa yang membuatmu berpikir jika yang kukatakan itu tidak benar?”

“Riku dan Shuvi... kedengaran seperti Sora dan Shiro, desu. Jangan mempermainkanku, desu.”

Izuna mendengus, memastikan jika dia tidak membutuhkan indra Werebeastnya untuk mengungkap kebohongan Tet. Tatapan matanya juga menunjukkan jika dia tahu kalau dirinya sedang dipermainkan.

“Ahaha! Matamu benar-benar tajam, ya! Tentu saja aku mendramatisir ceritanya sedikit. Maksudku...”

Tet yang sedang bercerita sambil bermain game dengan Izuna hingga matahari terbenam—sama sekali tidak membiarkan gadis itu menang sekali pun—itu menatap Izuna dengan tatapan polos.

“Jika aku mengatakan semuanya padamu, ceritanya tidak akan jadi mitos yang tersembunyi lagi, iya kan?”

 

Entitas yang paling jauh dari dewasa itu menyeringai seperti anak kecil.

“Sialan. Kau memang bajingan, desu.”

Izuna menatap Tet dengan mata tajam. Tapi...

“... Tapi elusanmu sangat nyaman. Jadi aku memaafkanmu, desu.”

Setelah dielus dan ditenangkan, Izuna mendengkur senang dan memaafkan Tet. Saat Tet mengelus kepala Izuna, dia menatap gadis Werebeast itu dengan tatapan lembut penuh sayang. Tet berpikir, anak ini.... Hatsuse Izuna masih muda—dan bodoh.

Dan karena alasan itulah... Izuna sangat pintar, cerdas, dan cepat tanggap. Tet memasukkan kata-kata Izuna—“mirip seperti para bajingan itu”—ke dalam hatinya. Ya, dia memang menambah-nambahi  fakta yang dia ketahui. Tapi 2 orang yang memberinya inspirasi untuk menciptakan dunia ini memang mirip seperti ‘Kuuhaku’. Tapi membandingkan mereka dengan Sora dan Shiro—mereka yang namanya membentuk kata kuuhaku jika digabung...

Mereka jauh lebih kuat.

Pada akhirnya, ‘Kuuhaku’ membalikkan badan mereka dari tantangan itu, sedangkan mereka berdua memainkan permainan tanpa peraturan—kenyataan—dan berhasil memperoleh stalemate.

 

Meski apa yang mereka lakukan berakhir dengan kekacauan, pertarungan berlumur kotoran dan rasa putus asa yang amat sangat... Yah, pada akhirnya itulah yang namanya stalemate. Jalan buntu atau check berulang. Entah itu berasal dari posisi yang benar-benar kalah—tapi tetap menolak untuk menyerah, dan tetap melakukan perlawanan sekuat tenaga. Meski begitu...

“Bagiku, mereka berdua bersinar sangat terang. Bahkan bisa membuatku ingin mempercayai mereka, kau tahu?”

“... Apa yang sedang kau katakan, desu?”

Izuna menggeram pelan dan menatap Tet. Dewa itu hanya menatap balik Izuna dan menunjukkan senyum ramah. Sora dan Shiro—Kuuhaku—sama seperti yang mereka katakan sebelumnya... dua menjadi satu. Apakah mereka bisa mencapai tempat yang lebih tinggi dari pendahulu mereka? Apakah mereka bisa memenuhi deklarasi mereka dan mengalahkannya? Atau mungkin... sebaliknya....? Haha...! Saat Tet sedang tenggelam dalam pikirannya, Izuna tiba-tiba berkata.

“... Aku tidak akan membiarkanmu pergi selama aku belum bisa mengalahkanmu, desu.”

Saat sang dewa kembali tersadar, Izuna berhenti menggeram dan sedang menatapnya dengan tatapan seorang gamer.

“Sora dan Shiro berteman dengan semuanya—dan mereka pasti akan menendang bokongmu, desu.”

Ya ampun. Pikir Tet sambil tertawa renyah.

“Tee-hee! Kau juga sadar soal itu?”

Sandiwara sudah selesai. Tet—sang dewa tunggal—menunjukkan Suniasternya dan tersenyum lebar. Izuna menatapnya dengan tajam dan berkata.

“Aku memang masih anak-anak, tapi aku tidak bodoh, desu.”

“... Ya. Kau benar. Aku tahu itu~.”

Masa muda penuh dengan tindakan bodoh, tidak dikekang oleh ilusi yang berasal dari pengetahuan yang setengah-setengah—bijaksana. Karena, meski dunia terlihat sangat rumit dan aneh, tidak ada banyak orang yang menyadari jika inti dari dunia—persis seperti apa yang dilihat dari sudut pandang anak kecil. Sama seperti cara pandang dua orang itu...

....

“Heeeyyyy, Izunaaaa... Di mana kauuuu?”

“... Izuna-taaan... Di mana... kau...?”

Tet yang bisa merespon suara mereka lebih cepat daripada Izuna pun langsung berdiri dari tempat duduknya.

“Uuups. Kurasa ini saatnya aku pergi. Aku senang karena bisa berbicara denganmu~.”

“Tunggu. kau mau kemana, desu?”

Izuna ingin menanyakan pertanyaan paling penting—apa yang sedang dilakukan dewa tunggal di empat ini? Tapi Tete hanya menunjukkan ekspresi kagum.

“Mmmm, sebenarnya aku ingin mendukung ‘Kuuhaku’, tapi kurasa ini bukan saat yang tepat~.”

Setelah itu dia membuat Suniaster mengeluarkan cahaya.

“Karena aku berhasil mendapatkan sesuatu yang lebih bagus. Izuna Hatsuse. Aku akan menunggu kedatanganmu~!”

Tet melihat wajah kaget Izuna saat dia mendengar namanya disebut (padahal dia tidak pernah memberitahu Tet). Setelah itu sang dewa menghilang begitu saja. Tapi...

“... Dasar sialan! Dia seenaknya lari, desu...!”

Saat Izuna sadar jika dirinya ditinggal begitu saja, dia menegakkan ekornya dan mengeluarkan geraman kesal yang bisa didengar di seluruh gang...

XXXXX

“Oh, ternyata kau di sini! Ya ampuun, darimana saja kau, Izuna? Kami sangat khawatiiir!”

“Izuna-tan... apa kau... tersesat...?”

Dua orang dengan rambut hitam dan putih itu—Sora dan Shiro—langsung heboh saat mereka menemukan Izuna.

“Izunaaaaa, kau tidak boleh pergi sendirian seperti itu! Ada banyak orang cabul di dunia ini!”

“... Ya... Seperti... nii dan... aku...”

Mereka mengatakan hal-hal yang terdengar mengerikan untuk orang lain dan kemudian mengelus kepala Izuna dan memeluk gadis itu. Sepertinya mereka benar-benar mengkhawatirkannya, meski rasa khawatir itu sepertinya tidak berguna jika diarahkan pada ‘Werebeast’ sepertinya.

“... Aku... Uh... minta maaf, desu...”

Izuna mengingat cerita Tet dan meminta maaf dengan perasaan yang berkecamuk. Wajahnya terlihat sedikit suram.

“... Oh! Kau berhasil menemukan Izuna-san!? Hff... syukurlah!”

Gadis berambut merah itu akhirnya muncul—Steph berhasil mengejar Sora dan Shiro.

“Izuna-san, kau tidak boleh pergi sendirian! Lihat orang-orang menyeramkan ini!”

Izuna meminta maaf pada Steph (yang sekarang sedang menatap Sora dan Shiro dengan mata tajam) dengan tatapannya. Beberapa saat kemudian, mata Izuna terpaku pada dada gadis gadis itu yang dihiasi oleh bros dengan batu biru di tengahnya.

“Hei, hei, Steph-kou.”

“... Eh, ya... Aku sudah terbiasa dengan ini... Ada apa?”

“Darimana kau mendapatkan bros biru itu, desu?”

“Bisakah kau menggunakan kalimat yang tidak membuatku terdengar seperti pencuri!?”

Setelah mengungkapkan kekesalannya, Steph melepas brosnya dengan hati-hati.

“Aku menerima ini dari kakekku. Ini adalah harta karun yang diberikan secara turun temurun di keluarga Dola.”

“Biarkan aku melihatnya, desu.”

“Uh, baiklah... Aku tidak keberatan, tapi tolong jangan rusak...!”

Izuna mengangguk dengan wajah serius dan langsung mengambil bros itu dari tangan Steph.

Snap...

“Eghyaaaa—Aaaahh, harta keluargaku! Harta karun keluargakuuu!”

Saat Izuna mengambil bros itu dengan tiba-tiba, Steph langsung menjerit dan pingsan dengan mulut yang mengeluarkan busa. Sora bergumam pelan.

“Lihat lebih baik. Dia hanya mengambil batunya dari hiasan pinggirnya... Kau ini kenapa sih. Huh, Izuna?”

Izuna membalik batu yang ditutupi oleh dekorasi itu dan kemudian tersenyum lembut. Sora dan Shiro yang melihat ekspresi itu pun mengintip dari balik bahu sang Werebeast, tapi...

“... Apa ini? Bahasa apa ini?”

“Ini bukan... Bahasa Immanity... Jibril... kau bisa... membacanya?”

Shiro memanggil nama seseorang yang sedang tidak berada di sana seakan itu adalah hal yang biasa.

“Ya, ya~~. Jibril akan selalu datang memenuhi panggilan master kapanpun dan dimanapun~. Master, ada perlu apa denganku yang bisa menerjemahkan lebih dari 700 bahasa termasuk versi kuno dan modernnya~?”

“... Apa kau... bisa membaca... ini...? Izuna-tan... ada apa...?”

Kemunculan Jibril membuat Izuna kesal. Gadis itu menatap Jibril dengan tajam sambil menggeram keras.

XXXXX

“... Kalau diingat lagi, semua itu terjadi gara-gara Flügel sialan ini, ya kan, desu...!?”

Ekor Izuna semakin naik dan dia menatap Jibril dengan tatapan permusuhan, tapi tidak ada yang tahu kenapa dia melakukannya.

“Aku... aku tidak tahu apa yang terjadi... Tapi, hei Jibril. Apa kau bisa membaca ini?”

“... Ya ampun, bukannya ini tulisan kuno? Kalau tidak salah ini adalah bahasa yang digunakan sebelum bahasa Immanity distandarkan... Hmmmm...”

Bahkan Jibril menunjukkan wajah yang berkata ‘kalau tidak salah....’ sebelum membaca tulisan itu.

                Couron Dola

                Riku Dola

                Shuvi Dola

“.... Siapa mereka? Apa mereka saudaramu? Nenek moyangmu? Steph?”

Steph terlihat bangga saat mendengar nama-nama itu.

“Couron Dola... dia adalah ratu yang mendirikan Elkia. Tidak ada yang pernah melihatnya menangis seumur hidupnya. Dia selalu tersenyum dan pemikirannya selalu dipenuhi dengan kebijaksanaan. Dia adalah wanita hebat yang memimpin Immanity setelah Perang Besar berakhir... Dia adalah kebanggaan dari keluarga Dola.”

“... Shyeet! Kau adalah keturunan langsung dari pendiri Elkia!? Perang besar itu berakhir 6000 tahun yang lalu, kan!?”

“Steph... Kau ini... ternyata... benar-benar.... tuan putri...?”

“Bisakah kau tidak berkata seperti itu!?” ucap Steph sambil menatap brosnya.

“Aneh... Aku tidak mengenal 2 nama lainnya...”

“... Hmm, sepertinya aku mengenal salah satunya... Tapi dia bukan Immanity. Ah, mungkin itu cuma kebetulan~!”

Izuna terus menggeram saat mendengar komentar Jibril. Sora yang menyadari sesuatu pun bertanya pada Izuna.

“Izuna, kenapa kau bisa tahu kalau ada sesuatu yang disembunyikan di bros Steph? Dia bahkan tidak menyadarinya.”

Shiro, Steph, dan Jibril langsung menatap Izuna, tapi gadis itu hanya tersenyum simpul sambil mengembalikan batu itu ke tempatnya semula. Pasti Tet memiliki alasan kenapa dia hanya memberitahunya. Karena itu, indra Werebeastnya—bukan, tapi inderanya sendiri—berkata jika dia harus merahasiakannya.

Setelah itu, Sora menatap wajah semuanya satu per satu.

“Jadi, kalian sudah mendapatkan semua barang yang kalian butuhkan, kan? Shiro?”

“... Sudah...”

“Jibril—yah, aku tidak akan menanyakan apapun padamu..”

“Tidak perlu khawatir, master. Aku sudah mengkompresi ruang dan meletakkannya di dadaku~.”

“Apa? Kau punya kantong 4 dimensi, huh...? Uh, Izuna?”

“Mm, aku sudah mendapatkan semuanya, desu.”

“Sepertinya kita membawa terlalu banyak barang... Steph?”

“Ya, ya. Aku sudah menyiapkannya. Tas berat ini...”

“.... Itu adalah senjata rahasia kita, jadi hati-hati oke? Tunggu, hei... Di mana Plum?”

“Di-di siniiiiii... Meski aku tidak mau... Aku akan langsung pergi saat matahari terbenaaaam.”

“baiklah. Sepertinya semuanya sudah siap.”

“Apa? Sora... bukannya kau mau menunggu mereka berdua?”

“Kita akan bertemu mereka di sana. Setidaknya mereka masih bisa ikut meski terlambat. Karena itu....”

Sora dan Shiro berkata dengan senyum lebar di wajah mereka.

“Baiklah... Kita pergi sekarang.

XXXXX

Di bawah bulan berwarna merah, Sora terus berbicara sambil memimpin kelompoknya.

“Sejak kami datang ke dunia ini, mendengar tentang 10 sumpah, dan juga Exceed, aku selalu berpikir...”

16 Exceed—masing-masing memiliki bidak ras. Jika seseorang berhasil mengumpulkan semua bidak itu, mereka bisa mendapatkan hak untuk menantang Tet, sang dewa tunggal. Itu adalah inti dari dunia ini. Game ini. Tapi, muncul sebuah pertanyaan dari sana.

“... Bagaimana caranya... kau mengumpulkan... semua bidak ras... dari ras yang... tidak membentuk... kelompok... Seperti Old Deus?”

Shiro yang berdiri di samping Shiro melengkapi kata-kata kakaknya.

Sumpah ke-7 dari 10 sumpah: “Jika konflik antara kelompok terjadi, mereka harus menunjuk perwakilan....”  Steph yang berada di belakang kakak beradik itu pun akhirnya menyadari hal yang penting setelah mereka berdua mengatakannya.

“Benar. Old Deus tidak memilih perwakilan dari ras mereka. Bidak ras milik Old Deus... tidak bisa diambil.”

 Izuna yang berjalan di belakang Sora masih tidak bisa memahami maksud perkataan si pemuda.

“Setidaknya, itu yang akan kau pikirkan kalau kau adalah Old Deus, iya kan?” ujung bibir Sora terangkat membentuk senyuman sarkas.

“Ini adalah dunia yang diciptakan Tet—ini adalah game dimana kita mengumpulkan semua bidak ras lain.”

Ya, perbedaannya ada pada peran player dan prayer. Old Deus berasumsi jika mereka adalah player sedangkan semua ras lainnya adalah prayer, karena itu mereka hanya ongkang angking di atas langit, sama seperti yang diimajinasikan Sora. Pada akhirnya mereka adalah makhluk yang sudah berperang selama ribuan bahkan ratusan ribu tahun lamanya. Jadi—seseorang bisa membayangkan beberapa ras akan berpikiran sama, dan menyerah di hadapan mereka.

“... Tapiiii....”

Sora menekankan alasan itu seakan dia sedang menghina para dewa yang ada dalam bayangannya.

“Apa yang mereka pikirkan sangat jaaaauh dari yang diinginkan Tet, kau tahu.”

Dhampir muda yang berjalan di sebelah Sora pun mendengus.

”Yaaaaa... karena....?”

Ya, karena—Shiro yang berjalan sambil menggandeng lengan Sora berkata.

“... Jika kau tidak.... harus merebut bidak ras.... Hal itu... akan merubah semuanya...”

Jibril sangat terkesan dengan pencerahan yang diberikan oleh kedua masternya—Sora dan Shiro.

“Benar juga! Lagipula jika yang master cari adalah perwakilan dari Old Deus...”

Mereka semua berhenti berjalan di saat yang bersamaan.

“... Kenapa kita harus membiarkan para Old Deus memutuskannya sendiri, iya kan?”

Mata Sora menyipit seakan dia sedang memastikan identitas dari seseorang yang ada di hadapannya.

“Iya kan... Miko-san?”

 

Kannagari, ibukota dari Eastern Union—taman yang ada di tengah kuil utama. Di jembatan merah yang melintasi kolam yang dihiasi cahaya rembulan, duduk wanita rubah emas. Lonceng kecil yang menghiasi tubuhnya berdering pelan.

Miko, agen wakil dari Old Deus yang berkuasa penuh atas Eastern Union dan ras Werebeast menggoyangkan ekornya dengan anggun.

XXXXX

Di balik ufuk, Tet yang baru saja kembali duduk di atas bidak raja hitam pun melihat ke bawah dan mengatakan sesuatu yang tidak boleh didengar siapapun. Dia hanya bermain dengan kartu yang ada di tangannya dan melemparkan mereka ke dalam kehampaan.

“Dunia ini sangat simpel... Seperti yang kau pikirkan.”

Yang harus dilakukan oleh semua ras Exceed adalah melihat dunia ini seperti saat mereka masih kanak-kanak. Yang membuat dunia ini menjadi sangat kompleks dan sulit bukan hukum dunia ini, melainkan individu-individu membosankan yang ada di dalamnya... Itulah pendapat Tet.

“Aku sudah susah payah menciptakan sebuah game yang simpel, lalu mereka semua menghancurkannya... Tapi aku yakin kalau kalian bisa menunjukkannya pada mereka, iya kan?”

Mereka semua sudah mengacaukan rencananya. Ya—para orang yang membosankan itu. Ya, mereka-mereka yang menatap rendah orang lain dan beranggapan jika mereka mengetahui semuanya... Seakan mereka adalah dewa itu sendiri.

Tet—sang pencipta game ini hanya bisa menghela nafas dan memicingkan matanya ke arah mereka-mereka yang salah mengartikan peraturannya dan menghancurkan keseimbangan permainannya. Dengan senyum kejam di wajah dan tatapan kekanakan yang penuh racun, dia bergumam.

“Kurasa ini adalah giliranmu diseret turun dari singgasana itu... Apa ini yang namanya karma?”

Ras yang berhasil membunuh dewa untuk yang ketiga kalinya—mereka yang berhasil membunuh dewa tanpa membunuh mereka... Tet terlihat tidak sabar lagi dan dia mulai mengayunkan kakinya.

“Aku tahu kalau kalian pasti bisa melakukannya. Aku akan menunggu. Aku percaya pada kalian, jadi cepatlah...”

“Turunkan para pembuat masalah itu dan datang ke tempatku!”

XXXXX

“.... Manifestasi ether, pembentukan tubuh dewa—konfigurasi energi suci... berhasil.”

Angin dan awan mulai berputar di sekitar kuil Miko. Di tengah pusaran itu (yang berhasil membuat Jibril menahan nafasnya), sang Miko mengatakan kata-kata terakhirnya.

“Sora-san, Siro-san, dan kalian semua... Aku akan menyerahkan langkah terakhirku pada kalian...”

Dan setelah itu...

“Kelanjutan dari mimpiku... Mimpi dimana aku melihat akhirnya...”

Tapi Sora memotong kalimat Miko.

“Mimpimu tidak pernah berakhir, ya. Kami akan membuktikannya. Jangan khawatir, serahkan semuanya pada kami.”

Miko sepertinya puas dengan jawaban Sora, karena itu dia menutup matanya. Di saat yang sama, udara, awan, dan bumi mulai berguncang. Makhluk yang memanifestasikan dirinya dari kumpulan konsep yang ada di dunia ini pun berucap.

“... Apa yang kau inginkan  dengan memanggilku, hai kalian yang berumur pendek?”

Seseorang yang bukan Miko membuka mata rubah emas itu dan mengatakan sebuah pertanyaan. Aura keberadaannya dan kekuasaan yang ditunjukkan oleh sosok itu membuat semua orang tertegun hingga tidak bisa mengatakan apapun, tapi...

“Kalau kami tidak salah, kau adalah parasit yang menggerogoti orang-orang yang ada di planet ini.”

“.... Kau adalah organisme terburuk... bahkan lebih buruk dari... NEET yang selalu mengurung diri dalam kamar... dan juga perjaka tanpa teman... seperti aku atau nii.”

Sora dan Shiro mengejek sosok itu. Sosok yang juga dikenal dengan sebutan:

“””Exceed peringkat pertama—Old Deus.”””

“Ayo, cepat mulai permainannya. Jujur saja, kau ini menghalangi jalan kami, sialan.”

 

Chapter 5-8     Daftar Isi     Volume 7



PS: Yosh! Akhirnya kelar volume 6. Doain semoga volume 7 juga bisa cepet diupload di sini.


Komentar

Postingan Populer