NGNL Vol.6 Chapter 5 Part 8
Disclaimer: Not mine
XXXXXXX
Dengan wajah penuh air mata, Couron berjalan ke arah meja.
Lalu, sesuai dengan ‘permintaan’ Riku, dia memindah posisi salah satu bidak
sambil bergumam.
“... Check... mate... iya kan, Riku...?”
Setelah menghapus air matanya, Couron berdiri.
Sudah banyak orang yang meninggalkannya... Dan ada banyak
hal yang harus dia lakukan. Dia tidak punya waktu untuk menangis. Untuk
memastikan jika apa yang diciptakan Riku dan semua hantu tidak akan sia-sia,
Couron harus menghapus semua bukti jika Riku, Shuvi—umat manusia—sudah bermain
di balik bayang-bayang seluruh ras. Dia tidak boleh meninggalkan apapun. Di
dunia baru ini, Couron harus melakukannya—supaya tidak ada orang lain yang
menyadarinya. Jadi mereka semua akan percaya jika manusia adalah makhluk lemah
yang tidak perlu dikhawatirkan. Untuk hari esok. Dan untuk masa depan. Couron
menatap batu biru yang ada di genggamannya dan bergumam.
“Hei, Riku, Shuvi... Kalian berdua benar-benar
menakjubkan... Kalian tahu?”
Ya, game yang dibuat Riku memang menjelaskan jika kematian
mereka berdua berarti—dalam skenario paling bagus—artinya hasil seri untuk umat
manusia. Mereka berhasil mencapai tujuan mereka, tapi kalah dalam permainan.
“Tetap saja... Kakakmu ini merasa... Kalau kalian terlalu
hebat.”
Mereka menantang dewa, memerangi dunia. Tidak terlihat dan
tidak bisa dideteksi. Mereka berhasil menghentikan Perang Besar—hanya dalam 2
tahun. Tanpa ingatan dan tanpa catatan, mereka berhasil menjadi legenda. Mereka
menyulam sebuah mitos yang tidak akan pernah bisa dinyanyikan... Pada semua
makhluk di masa depan. Apa ini kekalahan? Couron tidak mungkin berpikir seperti
itu. Jika ini bukan kejayaan, bukan kemenangan yang gemilang... Lalu apa?
“Tapi, tetap saja... ini aneh.... Kenapa...?”
Setelah semua ini, Couoron berpikir... Apa ini? Apa ini yang dirasakan Riku di sepanjang hidupnya?
“... Kenapa aku merasa... frustasi...?”
Karena itu Couron memutuskan untuk tidak menangis lagi...
Couron menutup wajahnya dan kemudian meninggalkan kamar itu setelah beberapa
saat.
....
“.... Karena permainan belum selesai.”
Couron berjalan pergi meninggalkan kamar kosong itu.
....
Tidak ada yang tahu sudah berapa lama dia berada di sana...
Seorang laki-laki dengan topi yang menutupi wajahnya. Anak laki-laki itu
tersenyum jahil, dan di dekatnya, Suniaster berbentuk dodecahedron melayang
dengan bebas. Dia berjalan ke arah meja dan menggerakkan bidak ratu hitam, lalu
dia membenarkan perkataan Couron.
“Ini bukan checkmate. Ini check. Tapi, kalau begini...”
Anak laki-laki itu berpikir sambil menatap papan catur. Dia
berusaha membayangkan semua gerak bidak yang mungkin akan dia lakukan. Setelah
beberapa saat, tidak peduli kemana dia melangkahkan bidaknya, hasil akhirnya
adalah pengulangan beruntun... Dia menyeringai.
“Kau berhasil menjebakku di check beruntun... Ini pertama
kalinya kau bisa mengimbangiku.”
Pada akhirnya, hingga detik terakhir—dia tidak pernah
menyerah. Meski dia berada di posisi yang sangat tidak diuntungkan, dia
berkata, Setidaknya, aku akan menggigitmu
sekeras mungkin, di tempat itu juga...
.... Hei,
ayo bermain lagi.... Karena kali ini aku akan menunjukkannya padamu. Tentu saja...
.... Bersama
dengan Shuvi... Aku bersumpah... Aku akan...
Saat dia mengingatnya lagi, dia—Old Deus yang lahir dari
kepercayaan 2 orang itu masih sama seperti saat Riku masih kecil dulu. Dia
masih memegang gelar gamer terkuat dalam imajinasi Riku—dia tersenyum lebar dan
menjulurkan Suniaster.
....
Semua makhluk yang memiliki kecerdasan di planet ini
diciptakan oleh para Old Deus.
Kecuali satu ras:
manusia.
“Wahai kalian yang tidak diciptakan oleh siapapun, tidak
diharapkan oleh siapapun, dan tidak diinginkan oleh siapapun. Wahai kalian,
satu-satunya ras yang dengan keinginannya sendiri, berdiri di genangan lumpur
agar bisa mendapatkan kebijaksanaan—wahai kalian yang tidak memiliki nama—wahai manusia.”
Hanya mereka yang berhasil menghentikan perang yang sia-sia,
tidak bermakna, dan bodoh ini. Meski hasil yang mereka dapatkan sangat kacau—pada
akhirnya yang menyelesaikan perang ini adalah mereka. Bisakah ras lainnya
berkata jika manusia sama seperti makhluk buas lainnya...? Tentu saja tidak.
“Untuk alasan itu, aku, sang dewa tunggal akan memberi
kalian nama: Immanity... dari kata immunity.”
Sebuah nama yang cocok bagi mereka yang terus belajar,
membangun ketahanan, tidak pernah berhenti melawan, tidak pernah menyerah meski
mereka dikalahkan berkali-kali. Mereka yang pada akhirnya menghentikan perang
tak berguna ini, seakan mereka adalah sistem imunitas planet itu sendiri. Ras
yang bersembunyi dalam gelapnya konsep perkembangan—ras yang memiliki
kemungkinan tak terbatas.
Setelah itu Tet menunjukkan senyum lembut dan berkata.
“Kalau begitu... Kita lanjutkan
permainan ini.”
Tet tidak suka meninggalkan sesuatu di posisi stalemate,
jadi dia akan memberikan apa yang diinginkan mereka...
“Aku memiliki permainan yang menyenangkan bagi semua orang. Permainan
dimana tidak akan ada yang mati, dan aku akan menunggu kalian di sana.”
Di dunia ini tidak ada reinkarnasi. Meski begitu, hingga
akhir, mereka tetap percaya pada kalimat ‘lain kali’... Karena itu, kenapa aku tidak berusaha mempercayainya juga?
“Baiklah. Kalau begitu...”
Setelah mengatakannya, sang dewa terlemah dan juga Old Deus
terakhir itu mengangkat Suniaster dan berkata dengan suara yang terdengar ke
seluruh pelosok langit dan bumi.
Wahai Exceed yang
berkata jika kalian adalah makhluk bijak...!
Setelah itu, mitos yang tidak boleh dinyanyikan itu terus
berlanjut menjadi mitos yang terus diceritakan. Itu adalah...
Achéte
dihapuskan dan Aschent diciptakan.
Sang
dewa tunggal, dengan sumpah aschent,
menetapkan 10 sumpah.
Semua Exceed
harus menaati 10 sumpah. Mulai hari ini, detik ini, dunia telah berubah.
.... Aschent....!
Chapter 5-7 Daftar Isi Chapter 6
Komentar
Posting Komentar