I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 213

 Disclaimer: bukan punya saya.

🌳🌳🌳🌳🌳

“Yo, pangeran.”

Kurasa aku tidak boleh kalah di sini, jadi aku memberanikan diri dan menyapanya dengan nada yang agak tidak sopan.

“Hei, kau harus tahu diri!” prajurit itu membentakku dengan keras.

Aku sudah lelah mendengar kata-kata itu. Apa kau tidak punya dialog lain? Aku bahkan belum mendengar kata-kata aman seperti “Apa-apaan kau ini!?” di tempat ini.

Yah, kadang aku kangen dan ingin mendengarnya.

Ekspresi wajah sang pangeran sedikit berubah. Sepertinya dia sedikit tertarik padaku.

“Kau anak yang cukup berani ya.”

“Jika aku tidak punya keberanian seperti ini, aku pasti sudah kabur sejak dulu.” jawabku

“… Apa kau benar-benar buta?”

Mata hijau itu mengamatiku dengan seksama.

Tentu dia akan berpikiran seperti itu. Jika aku jadi pangerannya, aku juga akan menanyakan hal yang sama.

… Jika aku pangeran, aku tidak akan mempercayainya. Di pertarungan biasa saja, aku cukup ahli dalam menghindari serangan. Tentu saja akan ada banyak orang yang meragukan kondisi ‘kebutaanku’ ini dan berpikir jika perban ini hanya sekedar pura-pura belaka.

“Kau tidak mau menjawab pertanyaanku?”

“Aku benar-benar buta. Memangnya kenapa?”

“Sikap tidak sopanmu itu… sebaiknya kau berhenti melakukannya.”

“Apa aku akan dipukuli? Ditendang? Ditusuk? Sepertinya pangeran gampang marah saat mendengar kata-kata anak kecil dan suka dengan kekerasan.”

Aku mengatakan hal-hal yang mungkin bisa membuatnya marah tanpa ragu sedikitpun.

Ayo kita lihat kualitas pangeran Ravaal. Ya, kata-kataku mungkin menyebalkan, tapi jika langsung memarahiku atau menghardikku sekarang, aku tidak akan melakukan hal seperti ini.

Yah, meski pangeran ini bukan tiran, sepertinya kata-kataku ini bisa membuatku dihukum pancung.

“Huh, keberanianmu besar juga jika kau sampai mengatakan hal seperti itu kepadaku.” ucapnya sambil menyeringai.

“Namaku Victor Harristo. Aku adalah pangeran kedua negeri ini.”

Itu artinya pangeran yang berambut panjang itu adalah kakaknya.

Ini hanya prasangkaku saja, tapi untuk beberapa alasan kurasa pangeran yang berambut pendek ini adalah si adik.

“Namaku Ria.”

“Hanya itu?”

“Aku tidak punya hal lain untuk dikatakan.”

“Kau benar-benar anak nakal.”

Viktor bangun dari kursinya dan berjalan ke arahku.

Kaki macam apa yang kau miliki sehingga bisa sampai di sampingku secepat ini? Apa dia mantan model?

… Aku tahu jika dia berjalan mendekat. Dari apa yang kulihat, sepertinya dia lumayan tinggi, punya rambut pendek, dan sepertinya dia juga bisa bermain basket dengan baik.

Dia menatapku dengan mata tajam seakan dia sedang menentukan nasibku di masa depan.

Kau biasanya tidak akan memberikan tatapan setajam ini pada anak kecil. Kira-kira, para nona muda yang suka berpesta itu… apakah mereka bisa tahan dengan tatapan setajam ini? Apa mereka akan langsung pingsan di depannya?

Aku sudah merasakan berbagai macam tekanan selama hidupku, jadi pertahananku lumayan kuat.

Setelah beberapa saat, pangeran itu menggenggam tanganku.

“Ramping, tapi kau punya otot yang bagus.”

“Lepaskan.” Ujarku.

Victor memperkuat genggamannya dan menarikku mendekat padanya. Dia seharusnya tidak bisa melihat mataku yang tertutup dengan perban, tapi aku merasa jika dia melihat tepat ke dalam mataku.

Aku punya perasaan buruk soal ini. Detak jantungku juga mulai meningkat.

“… Apa kau perempuan?”

Suara bernada rendah itu menggema di dalam ruangan.


Chapter 212     Daftar Isi     Chapter 214


Komentar

Postingan Populer