NGNL Vol. 6 Chapter 2 Part 4

 Disclaimer: Novel ini bukan punya saya

XXXX

“…. Riku, kita sudah… sampai?”

“Ya. Jujur, aku masih tidak bisa percaya ini.”

Dalam perjalanan pulang kali ini, Riku lah yang digendong oleh Shuvi. Dalam beberapa jam saja, Shuvi berhasil menempuh jarak yang memerlukan 5 hari jika menggunakan kuda dengan kecepatan tinggi. Saat mereka berdua sampai di depan desa, Shuvi langsung menurunkan Riku. Perbedaan kemampuan fisik antara mereka berdua membuat Riku merasa takjub sekaligus jijik, karena itu dia mengerang pelan.

“Gerakanmu itu… apa kau yakin kau tidak menggunakan kekuatan spirit?”

“Aku… yakin. Aku adalah… Prüfer… performaku… dibawah rata-rata… jika… dibandingkan dengan… Ex-Machina lainnya…”

‘Yang seperti ini di bawah rata-rata... huh? Dia bahkan tidak memakai armament apapun.’

“Jika aku bisa… menggunakan… armament… aku hanya… butuh beberapa menit…”

Kesampingkan dulu perbedaan tidak masuk akal itu karena tantangannya akan dimulai dari sini. Riku mengingatkan Shuvi sekali lagi dengan tatapan matanya. Telinga mekanis, dan besi-besi yang ada membuatnya dikenali sebagai Ex-Machina tidak bisa dilepaskan, jadi mereka berdua mencoba menutupinya dengan jubah bertudung besar. Meski begitu…

“Yang jadi masalah adalah ekor yang menjulur keluar dari jubahmu itu…”

“…. Itu bukan… ekor. Itu adalah… virtual spirit corridor junction nerves…”

“Tidak, maksudku…. Terserahlah. Tapi apa kau tidak bisa menggulungnya atau apapun itu?”

Meski si pemilik berkeras jika 2 kabel itu bukan ekor, semua orang yang melihatnya pasti akan berpikir seperti itu.

“…. Aku tidak… bisa. Itu… sumber tenaga… aku sudah pernah… bilang padamu…”

‘Ya. Aku mengerti.’ Pikir Riku sambil menghela nafas. Awalnya, saat mereka sedang mempersiapkan penyamaran Shuvi, gadis itu berkata jika penyamarannya akan jauh lebih mudah jika dia menggunakan kekuatan spirit dan mengaktifkan alat penyamarannya. Tapi Riku tidak mengizinkannya karena desa akan berada dalam bahaya jika ras lain sampai mendeteksi respon spirit dari arah desa. Karena itu mereka berdua terpaksa menggunakan penyamaran yang sekarang…. Dan sepertinya, 2 ekor itu, adalah syaraf sambungan yang digunakan Shuvi untuk menarik energi dari lingkungannya. Jika disamakan dengan manusia, ekor itu adalah alat untuk mencari makanan bagi Shuvi. Mereka tidak ‘menggunakan’ spirit, tapi ‘memakan’ nya. Karena itu Shuvi tidak akan menunjukkan respon spirit apapun. Akan tetapi, menurut Shuvi, dia tidak punya pilihan lain selain membiarkan mereka terjuntai bebas. Riku hanya bisa menarik rambutnya dengan frustasi.

“Aaah… lupakan saja. Kita akan bilang kalau ekor itu hanya aksesoris. Aku akan bilang ini sekali lagi. Jika mereka sampai tahu kalau kau bukan manusia, kau tidak akan bisa menganalisis ‘hati’, oke? Ingat itu baik-baik dan lakukan apapun agar kau terlihat lebih mirip dengan manusia biasa.”

“… Mm. baiklah…”

Setelah mengumpulkan keberanian, mereka berdua masuk ke dalam gua, melewati semua jebakan yang sudah terpasang, dan sampai di pintu masuk desa. Seorang pemuda yang sedang bertugas menjaga pintu pun menyapa Riku.

“Oh, Ri…”

 Saat pemuda itu ingin memanggil namanya, RIku langsung meletakkan telunjuk di bibirnya dan menyuruh pemuda itu untuk tetap diam.

“Te-terima kasih atas kerja kerasnya…. Semuanya khawatir… padamu.”

Pemuda itu mengerti isyarat dari Riku dan menyapanya dengan suara berbisik, saat itulah dia menyadari keberadaan Shuvi. Riku pun memberikan gesture yang sama sekali lagi dan langsung masuk ke dalam desa. Saat Riku sedang mengendap-endap naik ke atas tangga sambil menyembunyikan keberadaannya, Shuvi bertanya.

“…. Riku, kau ketakutan…. Apa itu… gara-gara… aku?”

“Ya, tentu. Tapi sekarang yang kutakuti…”

Riku berhenti di tengah kalimat dan saat dia membalikkan badannya, dia langsung melindungi kepalanya dengan tangan…

“RIIIKUUUUUUUUUUU!!!!”

Saat Riku mendengar teriakan itu, dia langsung melindungi kepalanya… bukan, tapi perutnya. Di sisi lain, Couron sedang berlari sekuat tenaga ke arah RIku dan langsung mengantamkan lututnya ke arah perut pemuda itu. Riku yang tidak bisa berteriak hanya bisa bergelung di tanah sambil mengerang kesakitan, tapi Couron—yang seakan tidak mengizinkan RIku melakukannya—langsung mencengkram kerah pemuda itu dan berteriak tepat di mukanya.

“Aku tidak bisa percaya padamu! Kau pergi selama 5 hari tanpa memberitahu siapapun!? Apa yang coba kau laku… kan?”

Saat Couron sedang menceramahinya seperti ini, RIku tidak bisa melakukan apa-apa, namun tiba-tiba gadis yang menganggap dirinya sebagai kakak Riku itu berhenti berteriak.

“Siapa gadis iniiii? Dia sangat imuuuutt!”

Couron langsung melempar Riku ke samping dan memeluk Shuvi sambil menyeringai nakal ke arah Riku.

“Oooh, Rikuuu. Kalau kau mau cari istri, harusnya kau memberitahuku duluuu~!”

“Couron, apa otakmu baik-baik saja? Idiot macam apa yang pergi selama lima hari hanya untuk…?”

Sebelum Riku menyelesaikan jawabannya, Couron menyikutnya dan terus meracau.

“Ayolaaah! Kau tidak perlu malu-malu! Di saat seperti ini, yang paling penting adalah membuat anak! Kedua makan! Ketiga, keempat, dan kelima adalah membuat anak lagi!”

‘Bagaimana denganmu sendiri?’ Riku ingin mengatakannya, tapi dia berhenti.

“Tapi Riku, kau tidak pernah terlihat tertarik pada lawan jenis. Semua orang khawatir tahu! Aku tidak akan mencampuri urusanmu, jadi kalian berdua sebaiknya segera mandi. Lalu kalian bisa melakukan ini dan itu…”

“…. Hentikan itu.”

Saat Couron sedang menggoda Riku dan Shuvi dengan cara memasukkan jari telunjuknya ke lingkaran yang dia buat dengan jari tangan yang satunya, RIku hanya bisa memegang kepalanya.

“Lihat… Bukannya lebih masuk akal jika aku bilang kalau dia satu-satunya orang yang selamat dari desa yang baru saja hancur?”

Couron langsung terdiam seakan dia baru saja bangun dari mimpi siang bolongnya. Gadis itu pun bertanya dengan wajah khawatir.

“…. Apa benar begitu?”

Saat Riku mengatakannya, dia berpikir… ‘Gawat’—tapi apa yang bisa dia lakukan? Sekarang dia hanya harus mengikuti arus. Dia memberanikan diri dan membuka mulutnya untuk memberi penjelasan.

“…. Jadi aku sudah berhasil memecahkan kode yang ada di peta milik Dwarf dan ada catatan mengenai pertarungan yang terjadi di tempat yang berjarak dua setengah hari dari sini. Harusnya ada sebuah desa kecil di sana…. Jadi aku pergi untuk memeriksa.”

Dia tidak bohong. Menurut peta itu, sebuah desa memang menghilang karena pertarungan antara Dwarf dan Demonia. Tapi hal itu terjadi 2 tahun yang lalu. Karena satu-satunya orang yang bisa membaca tulisan Dwarf hanya Riku, tidak akan ada orang lain yang tahu jika dia sedang berbohong. Tapi sepertinya jawaban itu tidak cukup untuk membuat Couron puas.

“Baiklah. Tapi itu tidak berarti jika kau bisa pergi sendirian, iya kan?”

Riku yang sudah menduga pertanyaan ini hanya menggelengkan kepalanya.

“Akan terlalu berbahaya jika aku membawa orang lain bersamaku. Tapi jika aku bilang aku akan pergi sendirian…”

“Aku akan menghentikanmu. Itu sudah pasti! Aku tahu kau memang lebih suka pergi sendirian Riku, tapi… Tolong pikirkan perasaan kakakmu ini. Berapa banyak lubang lagi yang ingin kau buat di perutku?”

Couron menatapnya dengan tatapan memelas. Riku yang menyadari jika ujung mata Couron saat ini terlihat merah dan bengkak, dia merasa bersalah. Dia menyesal dari hatinya yang terdalam karena sudah membuat Couron khawatir…. Tapi dia tetap tidak bisa mengatakan kebenaran yang dia tahu kepadanya. Couron menghela nafas tanda menyerah dan kemudian dia menoleh kea rah anggota baru koloni mereka.

“Maaf. Kau pasti sudah melalui banyak hal…. Siapa namamu?”

“…. Shuvi…”

Seperti yang sudah mereka rencanakan dan tetapkan. Shuvi menjawab takut-takut sambil menjadikan tubuh Riku sebagai tamengnya. Mm-hm. Couron tersenyum dan mengangguk saat melihat tingkah gadis mungil itu.

“Tapi jangan khawatir, kau aman di sini. Riku akan selalu ada untukmu. Tapi, aku penasaran dengan pertemuan pertama kalian~~.”

Riku measa jika pertanyaan itu tidak berbahaya. Couron hanya bertanya karena dia penasaran dan ingin memperpanjang percakapan mereka. Atau mungkin sang kakak merasa curiga saat melihat betapa tenangnya ekspresi muka Shuvi yang baru saja kehilangan semuanya. Shuvi terdiam selama beberapa saat dan dia melirik Riku. Riku memberi isyarat dengan matanya—‘ikuti alur saja’—tapi tidak mungkin Ex-Machina sepertinya bisa menangkap maksud dari tatapan sang pemuda.

“…. Dengan… ciuman… dan… permintaan… reproduksi…”

Ini pertanyaannya: Siapa yang akan menganggap serius pernyataan seperti ‘Shuvi meminta untuk melakukan hubungan intim dengan Riku’?

Couron, dengan suara memekik dan hentakan kaki penuh semangat pun berkata:

“Jika kalian mau melakukan itu….”

Setelah itu dia memberikan pukulan telak kea rah solar plexus Riku dan berteriak dengan suara yang lebih keras lagi.

“…. Setidaknya cari tempat aman dulu!!!!”

Dengan begitu, sang pemuda berhasil kehilangan kesadarannya.


Chapter 2-3     Daftar Isi     Chapter 2-5


Komentar

Postingan Populer