NGNL Vol. 6 Chapter 2 Part 7

 Disclaimer: Not mine

XXXX

Tok, tok. Riku yang mendengar suara ketukan itu perlahan membuka matanya.

“Rikuuuuu~~~… Aku tahu kau masih lelah, tapi aku….” Kata-kata itu dibarengi dengan suara engsel pintu yang terbuka. “Oh, ya ampunn~~! Maaf! Kakakmu ini kadang memang tidak pengertian. Silahkan nikmati waktu kalian berdua~~~.”

Suara langkah itu semakin menjauh dan pintu pun ditutup dari arah luar.

… Apa? Riku yang ingin tahu kenapa Couron bertindak seperti itu pun mencoba membuka matanya lebih lebar lagi.

“….”

“….”

Dan dia bertatapan dengan Shuvi yang sedang berbaring di atas tubuhnya dan sekarang dia sedang menatap matanya.

“…. Boleh aku tahu kenapa kau ada di atas tubuhku?”

Berapa lama dia tertidur? Tunggu, itu bukan masalahnya. Setelah berbicara mengenai apakah dia ingin membunuh Shuvi atau tidak, kenapa gadis itu malah…?

“… Riku bilang… agar… aku berada… di tempat… yang bisa… kau lihat… tapi kau malah… menutup matamu…”

Oh, begitu. Shuvi terlihat bangga (menurut imajinasi RIku) saat mengatakan alasannya.

“…. Aku mengartikan... Arti tersembunyi dari… ‘di tempat aku bisa melihatmu’… maksudnya adalah… tempat yang masih bisa dijangkau… inderamu.”

“Huh. Lalu?”

“…. Indera perasa… tetap aktif… meski sedang tidur…. Aku memutuskan… jika ini adalah… keputusan yang paling tepat.”

Shuvi terlihat yakin dengan kesimpulan yang dia ambil dan seakan berkata Puji aku karena sudah berhasil mengartikan bahasa rahasia milik manusia. Riku mengernyitkan alisnya.

“Yang kumaksud itu jangan tinggalkan ruangan ini. Kau mengerti?”

“…. Aku tidak mengerti.”

Shuvi membuka matanya dan bergumam, “…. Menutup mata… tidak kompatibel… dengan parameter… ‘dimana aku bisa melihatmu’…”

Shuvi terlihat kaget saat suara Couron tiba-tiba muncul.

“Oh, benar juga! Maaf, aku menyela saat kalian sedang melakukannya, tapiiii…”

“Kami tidak melakukannya. Apa yang kau mau?”

“Uh, begini… aku berpikir mungkin kalian berdua ingin mandi! Terutama Shuvi, dia pasti sudah melalui banyak hal. Jika kau ingin, kakak juga bisa membantu Shuvi mandi!”

Riku menatap Shuvi.

…. Ikuti skenarionya. Kali ini dengan benar.

Shuvi yang sepertinya berhasil mengartikan tatapan Riku dengan benar pun menganggukkan kepalanya dan berkata:

“…. Riku bilang… aku tidak boleh… menunjukkan… badanku pada… orang lain.”

 

Mungkin Riku seharusnya menuruti impulsnya dan membunuh Ex-Machina itu. Kepala pemuda itu mulai berputar, tapi dia bisa melihat seringai lebar milik Couron.

“Oh, apa ini…. Sepertinya kau sudah berhasil menaklukkannya, iya kan~? Adikku memang pekerja yang sangat efisien!”

“Couron, tolong… tutup mulutmu…”

“Jadi kau harus menjaga Shuvi dengan baik. Aku akan meminta semua orang mengosongkan kamar mandi, jadi ini kesempatan emasmu!:

“…. Berhenti melakukan itu!”

Couron hanya menunjukkan tangannya di ambang pintu sambil memasukkan jari telunjuk kanannya ke dalam bulatan yang dia buat dari jari tangan kirinya dan setelah itu dia berlari pergi seperti badai.

….

Riku yang kelelahan dan Shuvi yang sedang menungganginya pun hanya bisa terdiam melihat tingkah laku Couron.

“… Kau, kapan kau akan turun dari atas tubuhku?”

“….Mm.”

Shuvi menuruni tubuh Riku dengan patuh sedangkan pemuda itu sedang memikirkan situasinya saat ini.

…. Tidak ada untungnya membantah semua rumor yang beredar. Semua orang di desa ini sekarang mencap dirinya sebagai pedofil yang menyelamatkan seorang korban peperangan. Tapi… Riku memutuskan jika rumor itu lebih baik daripada semua orang tahu jika gadis yang dia bawa adalah Ex-Machina.

“…. Apa kau bisa mandi dan makan?”

Untuk menyembunyikan identitas Shuvi sebagai Ex-Machina, dia harus meniru cara hidup manusia, tapi…

“Jika yang kau… maksud… adalah berpura-pura… aku bisa meniru… manusia?”

“Kau ini… kenapa kau bisa tahu apa maksudku sekarang dan yang tadi tidak…?”

Riku berpikir jika Shuvi mungkin sengaja melakukannya, tapi dia tidak bisa mengikuti cara berpikir dari Ex-Machina karena itu dia memutuskan untuk menunda masalah itu untuk saat ini.

“… Aku tidak… butuh makanan. Tidak perlu… membuang… sumber daya… yang berharga bagi… manusia…”

Apa dia memperhitungkan situasi kami? … Atau… tidak, Riku tidak tahu soal itu.

“Tapi jika kau tidak makan apapun, orang-orang akan curiga padamu. Katakan saja kau tidak bisa makan banyak. Kau bisa makan, kan?”

“… Mm. Tapi aku hanya… akan… mendekomposisi semua itu… aku tidak bisa… menggunakannya…”

“Setidaknya lakukan itu untuk menutupi identitasmu. Persediaan makanan kami tidak akan berubah banyak hanya karena dirimu, jadi..”

Riku tidak memberi Shuvi kesempatan untuk membantah perkataannya dan setelah itu dia mulai membicarakan hal lain.

“Bagaimana dengan air?”

“… Tidak masalah… tubuhku… anti air, anti debu, anti dingin, anti api, anti peluru, anti bom, anti mantra, anti spirit,….”

“Dasar psiko. Jadi untuk masalah mandi, kita hanya perlu berpura-pura…”

“…. Tapi aku tidak… anti noda.”

“Meski kau sudah anti bom? Bukannya itu kesalahan desain?”

“…. Jika aku bisa… menggunakan… spirit… aku bisa… menggunakan alat pembersih… otomatis… tapi Riku bilang… tidak boleh, jadi…”

Shuvi memberikan pembelaannya dengan wajah (yang sepertinya) murung.

“Sialan. Kurasa kita harus tetap melakukannya. Mungkin kita bisa memanfaatkan kesalahpahaman Couron, dengan begitu tidak ada orang lain selama kita menggunakan pemandian…”

“… Dan kau… akan membersihkan… tubuhku.”

Shuvi menganggukkan kepalanya dan memberikan pernyataan mengejutkan. Riku yang mendnegarnya hanya bisa memijat kepalanya yang mulai pusing.

“Darimana kau dapat kesimpulan seperti itu? Kau bukan anak kecil, kan? Mandi sendiri sana.”

Tapi Shuvi mengangkat ibu jarinya dan membuat pernyataan yang sangat logis.

“… Satu… Jika tidak ada… orang lain… dan aku mandi… akan lebih… efisien jika… kau juga mandi.”

“… Dua, aku tidak bisa… menuci semua… bagian tubuhku… tanpa mengaktifkan… alat pembersih otomatis…. Aku tidak pernah… melakukannya.”

Dan…

“… Tiga, aku bisa menebak… kenapa Riku… menolak proposal ini. Itu karena… penampilanku yang… kekanakan, tidak cocok untuk… kegiatan seksual….”

“Baiklah. Aku mengerti… ayo pergi.”

Riku mengangkat tubuhnya yang masih kelelahan dan perlahan berdiri di samping ranjangnya.

Dia tidak mungkin menang debat melawan mesin satu ini,

XXX

Batu merah panas itu dimasukkan ke dalam bejana berisi air. Dalam sekejap, pemandian itu dipenuhi dengan uap yang lumayan tebal. Riku bermaksud menggunakan uap ini untuk memicu keluarnya keringat dan mempermudahnya membersihkan kotoran yang menempel pada tubuhnya agar kemudian dia bisa berendam di dalam air panas untuk merilekskan tubuh. Tapi Shuvi tidak bisa memproduksi keringat, jadi Riku harus menggunakan lap dan air dari bejana untuk membersihkan lumpur dan debu yang menempel pada bagian mekanis gadis itu. Dia sudah melihat beberapa alat milik para Dwarf yang bisa memanipulasi spirit secara mekanik, tapi saat dia melihat mesin yang ada di tubuh Shuvi, dia sama sekali tidak bisa menebak apa fungsi bagian itu. Yang Riku tahu, mesin-mesin itu terlihat sangat rumit.

“…. Riku… apa kau punya… fetish mesin…?”

“Kenapa mesin secanggih ini hanya membuatmu berpikir jika aku punya pikiran semelenceng itu…?”

Shuvi merespon pertanyaan balik Riku dengan nada membela diri sendiri.

“… Aku tidak bisa… meniru… pikiran manusia… karena ‘hati’… adalah singularitas… dalam sistem komputasi.”

Setelah mengalami kebuntuan, suara yang bisa terdengar dari dalam pemandian itu hanya tetesan air. Untuk mengisi kesunyian itu pun Shuvi memberikan sebuah ide.

“… Riku… ayo main… catur.”

“Di pemandian? Untuk apa?”

“…. Karena… aku ‘bosan’?”

Shuvi menyampaikan konsep yang belum dia pahami dengan baik dengan tanda Tanya di akhir kalimatnya dan itu membuat Riku tertawa.

“Yah, aku tidak keberatan… tapi kau tidak bisa menggunakan spirit, kan? Bagaimana dengan papannya…?”

Shuvi yang sepertinya sudah mempersiapkan semuanya itu—atau mungkin dia memang sudah merencanakan hal ini sejak awal—Shuvi mengeluarkan papan catur yang tersembunyi di jubahnya.

“…. Ha, baiklah. Tapi kita hanya akan bermain selama aku membersihkan rambutmu, jadi tidak ada batas waktu, oke?”

Riku menunjukkan seringainya dan mulai menggerakkan satu bidak putih yang ada di papan.

 

….

“…. Mnghh… Oi, aku sedang membersihkan rambutmu. Beri aku kemudahan.”

Riku memutar otaknya sambil membersihkan rambut Shuvi yang ada di tangannya. Saat Shuvi melihat ini, dia berbisik pelan.

“…. Maaf…”

“… Untuk apa?” Riku tahu jawabannya, tapi dia tetap membenci dirinya sendiri karena hal itu, makanya dia memberikan jawaban dengan nada bercanda, “Aku sudah memeriksa daerah itu setelahnya…”

Tapi Shuvi yang tidak mengerti seni membaca hati menunjukkan penyesalannya.

“…. Untuk seorang penyerang, bertanya pada korban, mengenai hati… sangat tidak logis. Data tidak valid… hasilnya…”

Penyerang dan korban… Riku terkejut saat mendengar kata-kata itu dari sesosok mesin. Di saat yang sama, entah karena apa, Riku merasa sangat membenci dirinya karena berpikir ‘jika Shuvi hanya mesin’ dan ingin memperbaikinya.

“Aku mengerti… Tapi kata yang lebih tepat untuk itu adalah ‘tidak peka’.”

“…? Aku bukan manusia… tapi aku punya… sensory pathway…”

“Bukan itu maksudku…”

Riku menghela nafas dan menatap Shuvi dengan serius.

“… Tapi… tetap saja… aku tidak punya… motif tersembunyi…”

“…”

“… Aku benar-benar… ingin tahu… tentang hatimu… itu benar…”

Apa semua ini hanya imajinasinya saja? Tentu tidak, itu kesimpulan yang diambil Riku. Sebagai respon dari wajah sedih yang ditunjukkan Shuvi, Riku hanya bisa menghela nafas.


Chapter 2-6     Daftar Isi     Chapter 2-8


Komentar

Postingan Populer