NGNL Vol.7 Chapter 2 Part 5

 Disclaimer: Not mine


Sora berjalan di belakang Shiro dan berkata.

 “He-hei Shiro. Orang-orang bilang kau masih bisa tumbuh meski sudah berusia 17 tahun. Jadi semangat, oke?

 “... Aku.... tidaaaak... apa....apaaaa....”

Suaranya terdengar jauh dari kata tidak apa-apa. Saat Sora tahu jika Shiro—dari semua orang—meminta untuk pergi mandi sendirian, dia merasa sangat menyesal.

 

Shiro berusia 11 tahun... Satu dadu usianya sama dengan 1,1 tahun. Jika dia memiliki 16 dadu, maka usianya 17, 6 tahun. Harusnya Sora tidak memberi Shiro dadu sebanyak itu. Dia tahu Shiro insecure dengan tubuh anak-anaknya—meski adiknya itu memang masih anak-anak. Mereka sudah memainkan game mengerikan ini selama 18 hari. Semua orang pasti akan merasa kelelahan baik mental dan fisik. Jadi apa yang akan terjadi saat Shiro yang kelelahan menerima dadu dalam jumlah banyak hingga dia menjadi lebih dewasa dari usia aslinya... Dan bagaimana jika dia tidak menyukai sosok dewasanya?

Shiro pasti sangat shock. Dasar sampah tidak berguna. Kau harusnya mengerti perasaan gadis sepertinya...Sora menggeratakkan giginya sambil terus mengikuti adiknya yang masuk ke dalam sebuah ruang ganti.

 

 “He-hei, aku tahu. Kau sedang kelelahan. Ah, benar juga kau harus mandi...”

—Tidur yang nyenyak dan pulihkan energimu.

 “Mmm.... Cuci... punggungku...”

 “Yayayaya! Cuci punggungmu! Setelah itu kau pasti akan merasa lebih segar!”

Sora mencoba untuk tetap tersenyum dan mengangguk saat mendengar permintaan Shiro.

 “... Cuci... rambutku...”

 “Oke, oke! Setelah 2 minggu berkelana di tempat terbuka, kau harus mencucinya, kan!?”

Setelah itu mereka berjalan dari ruang ganti ke arah kamar mandi... sepertinya. Mereka kesulitan memastikannya karena gaya arsitektur Elf yang sangat berbeda. Meski begitu Sora dan Shiro bisa melihat uap air di pemandian terbuka tanpa atap itu. Bisa dibilang, daripada kamar mandi ini lebih mirip seperti...

—Pemandian air panas.

Hingga saat ini Sora tidak punya energi untuk menghargai keindahan pemandangan yang ada di tempat ini, tapi setelah melihat pemandian terbuka ini, jantungnya berdegup dengan cepat. Bersantai di kolam air panas dan lupakan semuanya. Kau pasti akan merasa lebih segar dalam waktu singkat. Begitu pikirnya.

 “Dan... saat...kau mencuci... rambutku...”

Saat Sora sedang memperhatikan pemandian itu dengan seksama, Shiro melanjutkan permintaannya.

 

 “... Lepaskan....semua...hasrat...terpendam mu...padaku...”

……Huh?

 “...Nodai aku...ayo...membuat...doujinshi...

“……”

 “...Membuat...dou,jin,shi...

 “Ya, aku sudah dengar itu, oke? Uhh?”

Shiro menyandarkan tubuhnya ke dada Sora.

 “...Kenapa aku ada di sini bersamamu? Yang kau butuhkan adalah seseorang untuk mencuci punggung dan rambutmu. Siapa...?”

Sora melihat ke sekitar, tapi yang dia lihat hanya...

 

 “...Siapa...yang akan...melakukan...nya?”

—Hanya Shiro yang berbalik ke arahnya tanpa sehelai pakaian di tubuhnya. Sora yang hanya memakai handuk di pinggangnya pun merasa seakan ada air es yang mengguyur punggungnya. Dia akhirnya sadar jika dia sedang sendirian bersama adiknya yang telanjang dalam pemandian air panas.

 “—Hei, hei, hei, jangan bercanda! HAHAHAHA, ayolah, tunggu sebentar, oke?”

Sora langsung mengalihkan tatapannya, keringat dingin keluar seperti air terjun di punggungnya.

 “Shi-Shiro, umurmu masih 17 tahun! Pikirkan soal rating, apa yang akan kau lakukan jika tayangan ini dila…?”

 “… Nii…kau…salah.”

Kenapa?

Dengan senyum polosnya Shiro mengambil satu langkah ke depan menuju Sora. Di saat yang bersamaan Sora juga mundur untuk menjaga jaraknya dari Shiro.

Kenapa senyum Shiro terlihat menakutkan…!?

 “…Usiaku… bukan… 1,1 tahun… tiap dadu…?”

Aku mengerti, pikir Sora. Tentu saja, usia Shiro tidak 11 tahun bulat. Saat mereka berdua datang ke Disboard, Shiro sudah merayakan ulang tahunnya yang ke 11. Usianya saat itu 11 tahun dan 7 bulan. Karena itu usia di 1 dadunya bukan 1,1 tahun—yang benar adalah 1,15833 tahun…

Tapi apa masalahnya? Bukannya itu cuma margin kesalahan yang cukup kecil? Tap, tap. Langkah demi langkah, Sora mundur dan berpikir. Akan tetapi sepertinya Shiro bisa membaca pikirannya. Gadis itu terus mengejarnya seakan berkata.

Itu benar. Semua perhitungan ini masih berada dalam margin kesalahan. Margin mematikan yang akan menghancurkan formula itu. Margin itu membuat Shiro mendapatkan bukan 2,2 tahun tapi 2,3166 tahun dalam 2 dadu…. Dan jika dia memiliki 16 dadu maka usianya saat ini bukan 17,6 tahun…

 

…. Tapi 18,533. Shiro sudah dewasa.

 

 “Formula…awalku…tubuh baru…ku…gagal…tapi…”

Oh, sial.

Sora sadar jika dia sudah terlambat. Saat adiknya berbisik di telinganya, hal pertama yang ingin dia lakukan adalah berteriak.

Aku tidak tahu kenapa, tapi ini…

 “...Semuanya…berjalan sesuai…dengan…rencanaku, nii…”

—Ini gawat.

Suara Shiro terdengar lembut dengan ayunan yang merdu. Senyum tipis muncul di wajahnya dan ekspresinya menunjukkan jika dia malu-malu. Sang adik, dengan tubuh merona yang kelihatan seksi itu pun semakin mendekati sang kakak. Tapi dimata Sora, apa yang ada di belakang adiknya itu…

 “…Karena itu…nii…kau tidak…punya…pilihan lain…kecuali…mandi bersama…ku….”

—Sora bersumpah jika dia bisa melihat malaikat maut yang membawa sabit berukuran besar. Tap, tap. Kematian yang semakin mendekat—ah, maksudnya adik perempuannya—membuat Sora semakin menguatkan pertahanannya.

 “Ta-tapi kau kelihatan seperti… uh, maksudku… A-aslinya kau kan…”

 “…Nii bilang nii punya…jiwa…orang tua…jadi…jadi sekarang aku…aku juga…tidak punya… jiwa…anak-anak…”

 “Tidak! Tidaktidaktidaktidak! Ada yang salah dengan ini! Kau tahu, hukum berkata aku tidak boleh melakukannya! Aku bakal dihukum berat!”

 “… Nii bilang…hukum Bumi… tidak berlaku…dan… pers*tan dengan polisi…”

Semakin Sora berusaha membantah, semakin terpojok ia dibuatnya. Sekarang dia tidak punya tempat untuk kabur, dia yakin itu. Ini adalah perang lidah. Shiro menggunakan kata-katanya sebagai senjata agar bisa menjebaknya dengan sempurna.

 “… Nii, nice job…karena sudah…menghancurkan… dirimu sendiri…kau tidak…punya…alasan…untuk…kabur dari…sini…”

Voila, kabe-don yang dia tunggu-tunggu. Gestur ‘wall-bang’ yang terkenal dimana 2 tangan penyerang memerangkap mangsa dengan cara menempatkan 2 tangan di dinding yang ada di belakang objek afeksi—meski dalam kasus ini tinggi Shiro hanya bisa mencapai pinggang Sora. Sora yang melihat mata adiknya berbinar terang pun berpikir.

Apa yang akan kau lakukan sekarang, Sora? Perjaka usia kurang lebih 18 tahun? Adikmu sudah menyegel jalan keluarmu—bukan, lebih tepatnya mengambil kesempatan karena kau sudah menyegel jalan keluarmu sendiri...! Sora akan bohong jika dia bilang dia tidak kesal saat dirinya kalah dari Shiro, tapi itu sudah biasa. Menyadari jika adiknya sudah mengalahkannya—apalagi dalam mind games membuatnya ingin menyatu dengan tanah, dan...

.... Tunggu. tunggu, tunggu, tunggu....!

“ Hh…ha-ha, ha-ha-ha-ha-ha!”

Secercah sinar harapan mulai menyinari otaknya dan hal itu membuat Sora tertawa keras.

Shiro hampir mengalahkannya. Lari? Alasan untuk melakukannya? Siapa yang butuh hal tidak berguna seperti itu?

 “Hehe! Adikku yang manis, dengar baik-baik! Aku akan mengabulkan keinginanmu karena kita sama-sama sudah dewasa—tapi!”

Ya, ini hanya check, bukan checkmate! Alasannya....

—Meski mereka sama-sama 18 tahun, bagaimana bisa hal itu membuat mereka harus mandi bersama!?

 “Kakak adik yang mandi bareng di usia 18 tahun adalah hal yang sangat tidak wajar! Dan sekarang usiamu sudah 18 tahun, harusnya kau bisa...”

Sora merasa bangga karena dia yakin sudah menghancurkan check dari Shiro, tapi...

—Sudah 18 hari berlalu sejak game dimulai. Mereka selalu berada dalam situasi ekstrim, menahan rasa lelah, lapar, menghalau hewan buas, mengerjakan Tugas yang ada—dan mereka berhasil selamat dari maut yang selalu melambaikan sabit tepat di depan mata mereka. Akan tetapi...

 “...Nii...apa kau...sebegitunya...membenciku...?”

Saat mendengar nada sedih dalam perkataan sang adik, Sora merasa jika sabit dewa kematian sudah mulai mengupas kulit lehernya. Pandangannya mulai kabur.

……

Sora... yang sedang dipeluk oleh Shiro yang tidak mengenakan sehelai kain itu pun berpikir.

Setelah mendengarnya, alasan apa yang harus kuberikan untuk menolaknya?

Karena Shiro masih anak-anak? Sora baru saja berkata jika mereka sudah dewasa.

Karena Shiro terlihat seperti anak kecil? Kalau begitu apa dia akan memanggilnya anak kecil seumur hidup?

Karena mereka saudara? Hancur—alasan itu sudah hancur karena kata-kata Shiro! Mereka memang saudara dan Sora tidak membenci Shiro karena alasan itu. Jika begitu harusnya Sora bisa melakukannya—mandi bersama tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Rasa bersalah?

 

... Ada yang aneh, begitu pikir Sora.

... Perasaan apa ini? Perasaan ini biasanya muncul saat aku hampir menyadari sesuatu yang tidak boleh kuketahui—dan yang paling penting...

Sora bisa merasakan detak jantung Shiro di pinggangnya karena perbedaan tinggi mereka berdua. Saat ini Shiro sedang menatapnya dengan jantung yang berdegup kencang seperti suara bel.

... What!? Apa-apaan mata yang seakan berkata ‘Lihat aku!’ itu!?

Sekarang mereka sedang memainkan game dengan tema pengkhianatan dan penipuan. Tapi dari semua orang yang mungkin mengkhianatinya—kenapa harus Shiro—

—Yang berhasil menangkapnya...? Saat dewa kematian hampir berhasil memenggal kepala Sora...

 “Permisi, master... Sora-sama...”

 “Whoaaaaa, Jibril kecil!! Ka-ka-ka-kau... dadumu... Ya Tuhan! Hanya tersisa 2!? Gawat! Ayo, kemari! Akan kuberikan 8 dadu milikku! Ayo, kau tidak boleh ragu. Jika tidak, akan kutendang bokongmu!”

“Huh? Um, apa…?”

... Malaikat liar itu akhirnya turun dan masuk ke dalam pemandian yang tidak kalah liarnya.

 

Sepertinya jumlah dadu sama sekali tidak berpengaruh pada penampilan Jibril. Meski begitu, dimata Sora seorang Messiah—yang menatapnya tajam saat melihat dadu dilempar begitu saja ke arahnya—baru saja datang untuk menyelamatkannya.

Wajah Jibril kembali melembut setelah beberapa saat. Tapi hal itu sama sekali tidak penting untuk Sora yang hampir saja menari karena merasa bahagia.

 “Sungguh tragedi yang tragis! Aku memang, errr... masih manusia, tapi coba bayangkan rasa sakit dalam hatiku karena sudah melakukan kesalahan yang membuatku menjadi anak kecil! Sekarang aku tidak bisa menyentuh erotisme, aku tidak punya harapan! Oh, Tuhan! Kenapa kau tidak memberiku kesempatan untuk mandi bersama gadis cantik... Apa dosaku seberat itu!?”

Seperti seorang aktor yang sedang memainkan drama Shakespeare, Sora—usia 3,6 tahun—sedang tenggelam dalam ekstasi.

Aku selamat. Aku tidak tahu dari apa, tapi yang penting aku selamat. Sora merasa sangat berterima kasih pada malaikat dan Tuhan yang ada di atas sana, tapi...

Doooom... Aura mengerikan yang membuat semua bulu kuduk Sora berdiri tegak tiba-tiba muncul begitu saja.

 

 “...Jibril...lihat...situasinya...aku ingin...”

Gadis Immanity berambut putih itu mengeluarkan aura yang sama mengerikannya dengan raja neraka. Sora dan Jibril bisa merasakan aura itu dengan sangat jelas.

 “Oh, sepertinya aku akan matti... Master, apa anda bisa memberitahu dosa apa yang sudah kulakukan?”

 “Maaf, aku juga tidak tahu. Tapi sepertinya dosamu cukup berat...”

Jawaban itu berhasil membuat Jibril menghitung dosanya dengan tubuh yang bergetar hebat.

Kau belum selamat, satu sosok seakan muncul dari dalam bayang-bayang—matanya menatap Sora dengan sangat tajam. Dewa kematian dengan sabit raksasanya pun menunjukkan senyum jahat sambil terus menatapnya dari dalam kegelapan.

 

Chapter 2-4     Daftar Isi     Chapter 2-6


Komentar

Postingan Populer