I'll Become a Villainess That Will Go Down in History, Chapter 357

 Disclaimer: Not mine



Manajer itu menatap mata Vian dan kemudian berkata dengan suara kecil. “Yang mulia.”

Atmosfer di antara mereka sangat tebal. Aku hanya berdiri dan memperhatikan mereka berdua.

Angin lembut berhembus dari jendela dan membelai kulitku. Gorden yang ada di jendela juga bergoyang pelan.

Rambut pirang milik Vian berkibar pelan. Rasanya semua ini seperti sebuah scene film.

“Kau tidak pernah melihatku menggunakan gaun ini.”

Suara Vian terdengar maskulin. Sang manajer tidak mengatakan apa-apa.

“Bagaimana menurutmu? Apa kau merasa tidak nyaman melihatku menggunakan gaun buatanmu?”

Vian bertanya dengan suara yang terdengar sedikit parau. Manajer itu menanggapi pertanyaan Vian dengan wajah kaget. Suaranya memang tidak keras, tapi aku bisa mendengarnya. “Tentu saja tidak.”

Aku mulai berpikir... Apa mungkin ada kesalahpahaman di antara mereka berdua?

“Dulu kau pernah bilang jika kau tidak tertarik melihatku menggunakan gaun buatanmu. Tapi kau selalu meminta pelanggan lain untuk menunjukkannya padamu. Apa kau khawatir jika gaunmu tidak cocok denganku? Atau mungkin kau pura-pura tidak merasa jijik padaku dan berpikir kau tidak mungkin bisa melihat laki-laki menggunakan gaun?”

Melihat emosi Vian yang meledak-ledak aku langsung paham. Hubungan antara Vian dan kakek ini ternyata cukup dalam.

Ini bukan waktunya ikut campur, tapi aku merasa jika gaun yang digunakan Vian saat ini adalah sebuah masterpiece.

Aku bisa melihat jika gaun ini hanya dibuat untuk Vian seorang.

Setelah keheningan selama beberapa saat, manajer itu pun menjawab.

“Aku harus memikirkan posisiku, yang mulia.”

“... Kau bisa berbicara seperti biasanya.”

“Seharusnya aku memang memperlakukanmu sebagai teman. Tapi aku juga berpikir jika karakter dari pangeran pertama negara ini tidak boleh ditunjukkan kepada publik. Aku memang bodoh. Aku tidak memiliki keinginan sedikitpun untuk melukai perasaanmu. Kau? Menjijikkan? Tidak, Vian. Kau adalah wanita tercantik di dunia ini saat kau menggunakan gaun buatanku.”

Manajer itu mengatakannya sambil memberi kode agar Vian melihat ke arah cermin yang ada di ruangan itu.

Vian perlahan berbalik dan melihat pantulan dirinya sendiri.

Aku berpikir, bagaimana sosok Vivian di mata Vian? Bagiku dia terlihat seperti seorang dewi dengan keinginan yang sangat kuat.

Aku bisa melihat mata Vian yang mulai melebar. Perlahan, sang manajer berjalan mendekatinya.

“Bagaimana? Apa kau menyukainya? Bukannya dia sangat cantik?”

Vian terus berdiri tanpa mengatakan apa-apa.

Mungkin saat ini Vian sedang menghadapi traumanya... Tapi bukannya itu sesuatu yang biasanya dilakukan para heroin?

Sepertinya sulit bagiku menjadi wanita jahat di negeri ini. Meski begitu aku ingin membangun unitku sendiri secepat mungkin.

Kuharap ada beberapa orang baik di negeri ini.

“Terima kasih.” Gumam Vian.

Manajer hanya tersenyum lebar, senang mendengar tanggapan dari Vian.

Atmosfer di sekitar mereka menjadi lebih cerah dari sebelumnya.

“Oh, aku baru ingat!”

Manajer itu berbalik ke arahku dan bertanya.

“Siapa namamu, nona muda?”

... Aku benar-benar lupa.

“Uh, Alice.”

Ups.... Aku tidak sengaja mengucapkan nama yang mirip dengan nama asliku. Harusnya aku langsung mengatakan nama asliku saja.... Apa aku ini bodoh?

Hei, tunggu sebentar. Bukannya punya banyak nama itu keren? Rasanya seperti mata-mata, kan?

“Alice. Nama yang bagus. Namaku Ben Rylton.”*
*) Nggak tau kenapa namanya tiba-tiba ganti dari Bill jadi Ben.

Ooh, jadi itu alasannya toko ini punya nama Rylton. Kuharap aku juga bisa membuka toko dengan nama Williams.

“Sepertinya kau punya kelainan di mata, ya. Tapi kau bekerja untuk Vian, kan?”

“Ya. meski begini saya masih bisa bertarung loh.” Jawabku sambil tersenyum tipis.

“Sepertinya dia tipe orang yang selalu menarik perhatian orang paling berbakat yang ada di sekitarnya.”

Ben menatap mataku saat dia mengatakannya, tapi sepertinya kata-kata itu ditujukan untuk Vian.

Apa itu cuma imajinasiku saja? Atau mungkin dia benar-benar berbicara kepadaku?

Di mata coklat Ben, aku bisa melihat pantulan diriku dengan wig hitam dengan ujung keriting dan kain satin yang menutupi mataku.

Dia pasti sadar jika aku adalah anak laki-laki yang bertarung dengan singa di arena. Anak laki-laki yang berhasil membuat namanya terdengar di negara ini.

Lagipula kau biasanya tidak akan menemukan orang cacat yang bisa bekerja di istana.

“Waktunya pergi.”

Setelah mengatakannya Vian mengenakan jubahnya kembali. Aku juga ikut menggunakan jubah dan tudungku agar wajahku tidak terlihat.

Karena hanya ada Ben di sini, Vian berbicara dengan nada yang biasa dia gunakan.

Aku mengikuti Vian dan berjalan ke arah pintu, tapi sebelum aku bisa melangkah, Ben menarik tanganku dan berbisik kepadaku.

“Soal dua  anak laki-laki berambut coklat yang kabur dari arena, mereka menunjukkan gejala awal dari penyakit bintik.”*
*) Di terjemahan inggrisnya ditulis ‘boys’, jadi kemungkinan ada 2 atau lebih anak laki-laki. Karena setahuku krunya para pangeran nggak ada yang masih anak-anak dan Alicia baru saja bertemu sama 2 anak laki-laki di penjara... I think informasinya Ben merujuk ke mereka berdua. Apalagi paragraf yang ada di bawah menjelaskan kalau 2 anak itu ‘ditangkap’ oleh pihak istana.

“Kenapa kau bisa tahu itu...”

Karena Ben susah-susah mengatakannya padaku, dia pasti mengenal penjaga istana yang sudah menangkap mereka...

Artinya, dia bukan penjahit biasa??? Mungkin karena itu Vian sangat mempercayainya.

Apa mungkin Ben ini sama seperti Paul, pemilik dari toko tanaman yang ada di Duelkiss?

“Kalau begitu jaga dirimu.”

Setelah itu Ben melepaskan tanganku.

Vian yang akan membuka pintu tiba-tiba berbalik dan menatap Ben.

“Terima kasih sudah menciptakan diriku yang asli, Ben.”

Senyum Vian terlihat sangat indah. Dia pasti bisa menawan hati semua orang mau itu muda atau tua.

Sungguh senyum yang sangat bahagia. Dan nada lembut itu... Itu nada milik Vivian.

Aku melirik Ben yang berdiri diam di tempatnya. Matanya tidak mau beralih dari sosok Vian.

Sebagai pencipta dari gaun yang sedang digunakan Vian, itu mungkin adalah pujian terbaik yang pernah diberikan seseorang kepadanya.

Setelah itu Vian menutup wajahnya dengan tudung dan kami berjalan keluar dari sana.

 

Chapter 356     Daftar Isi     Chapter 358


Komentar

Postingan Populer