NGNL Vol 6 CHAPTER 2 PART 2

 Disclaimer: Not Mine

XXXX

Riku meletakkan tangannya di atas dada dan merapal mantra miliknya. Tapi kali ini, mantra yang dia ucapkan agak sedikit berbeda—segel semuanya. Segel, kunci, dan lupakan. Buang semua pengetahuan jika mesin mengerikan ini sudah membunuh manusia seakan manusia hanyalah lalat-lalat tak berharga—enyahkan semua itu jauh-jauh. Jadilah hantu. Ada 2 tujuan yang dimiliki Riku saat ini: temukan kebenarannya dan pancing makhluk itu.

Riku mengambil nafas panjang. Kau dan mesin ini adalah teman—percayai itu. Tipu respon tubuh dan memorimu. Pasung mereka dan ikat mereka dengan rantai paling kuat—dan kemudian kunci semuanya.

‘Bisakah? Ya, kau bisa melakukannya Riku sialan.’

‘Jika makhluk itu ingin menganalisa ‘hati’, itu artinya dia—tidak memiliki hati sejak awal. Menipu seseorang tanpa hati pastinya lebih mudah daripada menipu manusia. Dan kau-makhluk bedebah, kau adalah makhluk bajingan yang selalu melakukan semua itu semudah menarik nafas, iya kan…? Kalau begitu, tidak masalah untukku…’

KLANG! Suara itu terdengar lebih keras dari biasanya. Itu adalah suara hati Riku yang telah terkunci rapat di bawah alam sadarnya.

Di depan Riku, terdapat seorang gadis dengan rambut hitam panjangnya…. Sesosok Ex-Machina. Setelah memproses jawaban Riku untuk waktu yang cukup lama, dia akhirnya mencapai kesimpulan.

“Dimengerti: interpretasi dari ‘menjadi satu’ adalah metafora untuk proses reproduksi, benar…. Permintaan: lakukan proses reproduksi dengan….”

“Hmmm…. Aku menolak. Lalu kau mau apa?”

Jawaban Riku agak sedikit kuat, tapi itu tidak bisa diartikan tindakan agresif. Tapi secara tidak sadar pikiran Riku selalu berkata ‘Tidak apa-apa’, karena itu dia menambahkan:

“Bagaimana mungkin kau berpikir jika aku akan menyerahkan keperjakaanku pada seseorang yang bahkan bukan manusia? Dan lagi…”

Dia akan melakukan apapun untuk mendapatkan informasi yang dia mau.

“…. Ex-Machina terhubung dengan kluster atau apalah itu kan? Maaf, aku bukan exhibisionis.”

Tapi…

“Ditolak: unit ini telah diputuskan dari kluster.”

Itu adalah informasi yang dibutuhkan Riku dan juga sesuatu yang sudah dia antisipasi. Meski begitu, Riku masih harus waspada.

“Huh? Kenapa?”

‘Berikan respon yang tepat. Perlihatkan kalau kau sedang kebingungan. Tanyakan alasannya meski kau bisa menebaknya.’

“Jawab: unit ini… telah mencoba untuk menganalisa apakah Ex-Machina memiliki ‘hati’ ‘jati diri’ atau ‘jiwa’.”

Itu adalah jawaban yang bisa dia prediksi, tentu jika lawan bicaranya saat ini benar-benar mesin.

“Hasil: banyaknya inkonsistensi logis yang muncul menyebabkan unit ini diputuskan dan dibuang.”

Self-referential paradox. Akhirnya Riku mengetahui kenapa Ex-Machina ini bertingkah seaneh ini.

Dia sudah rusak.

Fakta itu menguntungkan untuk RIku. Tapi masih terlalu cepat bagi Riku untuk merasa lega. Meski begitu, setidaknya skenario terburuk menjadi lebih jauh dari perkiraan awalnya. ‘Baiklah, Riku. Kau berteman dengannya kan? Ini saatnya kau menunjukkan kekhawatiranmu padanya, kan?’

“Apa? Tapi itu artinya… kau…”

Saat Riku mengernyitkan alisnya dan menunjukkan rasa simpatinya, gadis itu hanya menjawab dengan anggukan datar.

“Kesimpulan: user bisa menggunakan unit ini sesuka hati. Tapi unit ini tidak memiliki lubang.”

“Aku tidak mau! Tunggu, kau tidak punya…!?”

Gadis itu tetap terlihat datar tanpa perasaan tercetak di wajahnya saat dia mengatakan permintaannya.

“Pengajuan: user bisa membawa unit ini ke desa dan menggunakannya hingga puas di sana.”

“Bukan itu masalahnya…. Ayolah.”

Investigasi berhasil dilakukan. Ex-Machina ini tahu soal desanya—tapi tidak usah pikirkan hal itu. ras lain juga bisa menemukan desa mereka kapanpun mereka mau. Riku dan yang lainnya tahu akan hal itu. Apa yang ingin dipastikan Riku adalah apakah Ex-Machina ini akan menyembunyikan fakta jika dia mengetahui desa Riku atau tidak. Ada dua kemungkinan yang bisa diambil Riku dari jawabannya dan dua-duanya sama-sama tidak terlalu berbahaya. Sekarang, setelah data yang dia inginkan terkumpul…. Dia harus menciptakan karakter yang diinginkan gadis itu. Riku mendengar bunyi ‘klang’ sekali lagi. Ini adalah apa yang dia mau—Riku yang terlihat seakan memiliki hati (meski hal itu terkunci rapat) pun selesai dibuat. Gadis yang sepertinya tidak memahami apa yang sedang dipikirkan RIku itu pun hanya mengangguk dengan sungguh-sungguh seakan dia mengerti.

“Dimengerti: user berpikir unit ini tidak menarik dan menolak proses reproduksi.”

“Ahh… kau benar-benar tidak paham, nona…”

Gadis itu mengangguk sekali lagi dan turun dari atas tubuh Riku. Riku yang sudah bebas perlahan berdiri sedangkan gadis itu tiba-tiba duduk di depannya.

“Pengajuan: unit ini meminta user memainkan game bersamanya.”

“…. Apa?”

“Lösen: Game 001: Catur….”

Tidak lama kemudian, di bawah tangan gadis yang terjulur itu—bukan, tapi di tanah yang ada di belakangnya—sebuah siluet papan catur beserta bidaknya muncul di udara dan perlahan menjadi semakin nyata.

‘Sialan!’ pikir Riku yang memperhatikan armament milik Ex-Machina yang ada di depannya itu.

“Kontes: jika unit ini menang…” ucapnya, “user harus membawa unit ini ke desa dan melakukan proses reproduksi dengannya.”

“Dan kalau aku yang menang…?”

“Jawaban: user diperbolehkan untuk membawa unit ini ke desa dan melakukan proses reproduksi sepuasnya dengan unit ini.”

“Hei, itu tidak ada bedanya kan!?”

Riku berteriak tidak sabar saat melihat wajah datar lawan bicaranya itu yang sekarang terlihat bangga dengan rencananya itu. Di saat yang sama Riku berpikir, Ini adalah kesempatanku.’

“Baiklah, oke. Aku akan mengikuti permainanmu, tapi dengan syarat berbeda.”

 

‘Mungkin ini bukan pilihan terbaik, tapi ini yang paling mungkin saat ini.’ Pikir Riku sambil berjalan bersamaan dengan kematian. Dia membuat beberapa strategi dalam sekejap. Dia akan mendapatkan informasi sebanyak yang dia bisa dengan giliran sesedikit mungkin. Dia akan mengeksploitasi situasi ini semaksimal mungkin. ‘Seberapa jauh kau bisa pergi? Ayo lihat kemampuanmu—charlatan.’

“Jika aku menang, aku ingin kau berpura-pura tidak pernah melihatku dan pergi sejauh mungkin dari desa kami.”

Saat Riku mengatakan ini, dia tahu jika dia tidak mungkin memenangkan permainan ini. Jika Ex-Machina adalah mesin dengan kemampuan analisis dan komputasi sehebat rumor yang beredar, maka permainan catur sama sekali tidak ada apa-apanya bagi mereka. Karena itulah gadis itu mengangguk dan berkata.

“Dimengerti: syarat diterima. Syarat jika unit ini berhasil menang tidak berubah.”

Ya, dia menerimanya. Tapi bukan itu yang dipermasalahkan RIku.

“Tidak, itu juga akan berubah.”

Karena…

“Karena ‘hati’ yang kau inginkan tidak bisa dianalisis dengan melakukan proses reproduksi.”

“….”

Riku menanggapi ekspresi tercengang gadis itu dengan dingin. Ada 2 alasan memungkinkan kenapa makhluk itu menyinggung desa tempat Riku tinggal. Entah itu hanya sekedar menyampaikan fakta atau…. Atau makhluk itu ingin memperingatkan dirinya untuk alasan tertentu. Riku tidak tahu alasan mana yang tepat, tapi dia bisa menebaknya berdasarkan apakah makhluk itu menerima syaratnya atau tidak. Jika dia memiliki tujuan lain, dia akan menerima perubahan itu. Jika tidak, rencananya akan sia-sia. Apakah mungkin mungkin membuat Ex-Machina—sebuah mesin—membuka rahasianya sendiri dengan membuatnya terkejut? Tapi gadis mesin ini, tetap dengan wajah dan nada datarnya, dia bertanya pada Riku.

“…. Heran…. Pertanyaan: apa metode analisis yang digunakan?”

….

‘Mungkinkah…. Apa dia hanya sekedar menyampaikan fakta yang dia tahu…?’ Skenario terbaik, skenario yang paling dia harapkan sekarang terasa semakin meragukan. Tapi, secara hipotesis, semua yang dia katakan hingga detik ini adalah kebenaran, dan jika Riku bisa memainkan kartu yang tepat, dia bisa menyegel makhluk itu dan mengeksploitasinya.

“Jika kau menang, aku akan mengizinkanmu bersama denganku hingga kau mengerti apa itu hati.”

“…. Pertanyaan: apa berada bersama user bisa memungkinkan unit ini menganalisis ‘hati’?”

Sekarang saatnya Riku meyakinkan makhluk dengan intelegensi tinggi ini dengan logika paling masuk akal yang pernah dia karang.

“’Hati’ adalah sesuatu yang bisa kau sentuh dan rasakan secara fisik.”

“…”

“’Hati’ adalah kata-kata yang tidak diucapkan. Itu adalah sesuatu yang kami rasakan dengan memahami satu sama lain. Kau harus bisa melakukannya tanpa membuka kedokmu sebagai Ex-Machina, tanpa meninggalkan sisiku—dengan kata lain, jika kau harus terus berkomunikasi tanpa mendapat penolakan dari orang lain. Itu akan butuh banyak waktu, tapi kau pasti bisa menganalisanya.”

“…..”

Ex-Machina itu tetap diam sambil menatap mata Riku. Mata merah itu membuat Riku yakin jika dia sedang ‘menganalisis’ seluruh kata-katanya. Tapi itu tidak berguna, karena Riku sama sekali tidak mengucapkan satu kebohongan apapun.

Gadis itu melakukan kalkulasi dengan hati-hati dan kemudian menganggukkan kepalanya setelah merasa yakin.

“Diterima. Mari kita mulai…”

Sepertinya Riku sudah menghindari skenario terburuk. Setidaknya untuk saat ini.

“Oh, sebelum itu, biarkan aku menambah satu syarat lagi.”

Riku menyeringai liar dan merubah sikapnya pada gadis itu.

“Aku hampir mati beku di sini. Bisakah kau memberiku pakaian lain sebagai ganti pakaian yang sudah kau hancurkan tadi?”

Riku mengatakannya dengan ingus yang keluar dari hidung dan gigi yang bergemeretak keras.


Chapter 2-1     Daftar Isi     Chapter 2-3


Komentar

Postingan Populer