NGNL Vol 6 CHAPTER 2. 1 X 1 = RECKLESS PART 1
Disclaimer: Not mine
XXXXX
…. Jadi, mari kita ulang kejadian barusan. Aku, Riku, usia
18 tahun, masih perjaka…. Apa! Ada masalah!?
Tidak, tidak, tidak, tidak, tidak. Semua pertanyaan yang
muncul di dalam otakku ini…. Tunggu, tunggu, tenang, sialan! Aku harus
menenangkan pikiranku dulu. Aku tidak bisa memahami situasi ini, dan itu
artinya situasi ini lebih berbahaya dari apa yang sudah kuantisipasi di awal.
Tentukan prioritas untuk memberinya pertanyaan…. Apa yang baru saja terjadi?
Apa yang sedang terjadi sekarang? Apa yang akan terjadi kedepannya? Itu saja.
Pertama, cek kunci yang ada di hatimu.
…. Baiklah. Gembok hatiku masih tertutup rapat meski situasi
tidak karuan seperti ini—tapi jujur saja, jika keadaan menjadi semakin parah,
aku tidak tahu apa gembok itu masih bisa bertahan atau tidak. Sekarang aku
harus mencoba untuk memahami situasi ini dalam sedetik, ah, tidak, tapi dalam
sepersepuluh ribu detik. Jika tidak…
“…. Penilaian….
Memproses informasi…”
Tidak peduli mau gadis itu—monster dalam selubung—sedang duduk di atas tubuhmu atau tidak, aku
tetap akan mati! Berpikirlah dengan cepat…. Hentikan waktu…
+++
Dari desa, Riku mengendarai kudanya ke arah timur, ke
reruntuhan yang ditulis dalam peta milik para Dwarf. Reruntuhan itu adalah
sisa-sisa dari kota Elf yang dihancurkan oleh Flügel dengan satu serangan saja.
Informasi tentang Elf sangatlah rumit dan berharga. Riku sudah mencari ke seluruh
medan pertempuran tapi dia tidak menemukan apapun, dan intel yang dia dapatkan
penuh dengan lubang. Mau bagaimana lagi, mereka sama sekali tidak bisa menggunakan
alat sihir apapun. Sihir yang tidak memerlukan katalis bisa dihapuskan dengan
bersih. Di tengah perjalanan, abu hitam menjadi semakin tebal, karena itu Riku
berlindung di sebuah bangunan terdekat. Di sanalah dia bertemu dengan satu
sosok—anggota dari ras lain. Dia memiliki penampilan seperti gadis tanpa
pakaian dengan mesin di beberapa bagian tubuhnya—dia adalah Ex-Machina, salah
satu ras paling berbahaya. Tapi tidak
apa-apa. Mungkin. Riku mencoba untuk tidak menghiraukannya dan terus
berjalan.
Dalam sekejap, dia terlentang di atas tanah. Semua
peralatannya dihempaskan dari tubuhnya bersama dengan abu hitam yang menempel,
dan kemudian ada sosok yang mendorong tubuhnya—mungkin. Riku tidak tahu apa
yang baru saja terjadi padanya…. Tapi sepertinya dia belum mati. Saat ini,
bagian torsonya tidak ditutupi kain apapun, dan dia terlentang dengan punggung
menyentuh tanah, sedangkan Ex-Machina itu sedang duduk di atas tubuhnya,
mendekatkan wajahnya ke wajahnya dan berkata.
Kakak, aku sudah tidak
tahan lagi. Buat aku menjadi wanita yang sesungguhnya.
---
Apa dia mengalami gangguan ingatan? Sekarang dia sedang
terlentang di tanah, dan kemungkinan besar kepalanya membentur tanah dengan
cukup keras. Tapi jika memorinya bisa dipercaya, Riku percaya jika kalimat tadi
dikatakan dengan nada yang monoton, dan tiba-tiba….
Kenaifannya—keperjakaan bibirnya tiba-tiba dirampas begitu
saja.
Hanya itu yang bisa dia deduksi, dan hal itu menjawab
pertanyaan pertamanya, “Apa yang baru saja terjadi?” Sekarang dia sedang
bergelut dengan pertanyaan kedua, “Apa yang sedang terjadi sekarang?”, tapi…
“…. Error…
komprehensi tidak bisa dilakukan.”
Ex-Machina yang masih duduk di atas tubuh Riku itu,
menggumamkan kata-kata itu dengan wajah mekanis tanpa ekspresi.
‘…. Hm, bagus dirikuku.’
Riku menyelamati dirinya sendiri dalam hati karena dia berhasil menahan
mulutnya dan juga reflex yang terpupuk karena pengalaman hidupnya selama ini
yang sebenarnya ingin berteriak—‘Aku yang
sebenarnya tidak mengerti, sialan!’
Ex-Machina. Mereka adalah ras special diantara semua ras
yang terlibat dalam perang besar. Pertama, mereka adalah ras mesin—mereka bahkan tidak bisa disebut makhluk
hidup—dan sistem operasi mereka terhubung dengan sesuatu yang dinamakan
‘Cluster’. Itu artinya, jika satu Ex-Machina menemukanmu, seluruh ras akan
menyadari keberadaanmu. Berhadapan dengan satu Ex-Machina berarti berhadapan
dengan seluruh Ex-Machina. Tapi, yang membuat mereka special adalah cara
bertarung mereka. Saat satu unit menerima serangan, mereka akan menganalisisnya
tidak sampai satu detik dan kemudian mendesain armament yang setara. Entah itu
sihir milik Elf, spirit arms milik Dwarf, atau bahkan nafas Dragonia…
Ex-Machina bisa mereproduksinya kembali
dan membalas serangan mereka. Di sepanjang perang besar, jumlah senjata
mereka semakin banyak, dan secara teoritis—mereka bisa menambah kekuatan tempur
mereka tanpa batas. Mereka adalah ras paling berbahaya. Dan mereka juga
memiliki satu ciri yang cukup penting.
Mereka tidak melakukan serangan secara proaktif. Jika mereka
diserang, mereka akan menyerang balik. Tapi selama kau tidak memprovokasi
mereka, mereka tidak akan melawanmu. Atau itulah rumor yang menyebar selama
perang besar terjadi. Karena alasan inilah, pada Dwarf menyebut mereka dengan
nama ‘yang tak tersentuh’.
Inilah yang membuat Riku terdiam. Jika dia salah mengatakan
sesuatu, dia mungkin akan dianggap sebagai musuh—dan seluruh umat manusia akan
dihabisi.
Dan hal ini membuatnya bertanya, ‘Apa yang terjadi di sini!?’
Situasi yang melampaui pikirannya ini membuat Riku marah
pada dirinya sendiri. Mereka tidak
menyerang secara proaktif. Asumsinya beberapa saat yang lalu adalah sosok
itu tidak akan menghiraukannya, karena itu Riku terus berjalan, tapi lihat
sekarang. Riku langsung mengumpulkan semua informasi yang dia miliki, tapi dia
tetap tidak bisa memahami situasinya saat ini, dan tiba-tiba…fwip, sensasi kulit yang menyentuh
tubuhnya menghilang meski ‘gadis’ itu masih berada di atas tubuhnya.
“Hipotesis: nilai
dari parameter fantasi tidak valid?”
Saat Riku mendengar pertanyaan tidak terduga itu…. dia telah
memutuskan apa yang harus dia lakukan. Manusia adalah hantu. Mereka tidak ada.
Mereka tidak boleh ada. Mereka tidak boleh dikenali…. Apakah dia tidak perlu
menjawabnya dan tetap diam seperti ini?
“…. Aku tidak peduli kau menganggap itu fetishku atau bukan.
Apa kau sudah mendapat izin dariku sebelum melakukan semua ini?”
Riku memutuskan untuk merespon Ex-Machina itu. makhluk itu
berbicara dengan bahasa manusia. Hal ini membuat RIku yakin jika keberadaan
manusia sudah dikenali…. Setidaknya oleh Ex-Machina yang ada di depannya. Fakta
ini saja sudah membuatnya merinding hingga ke tulang sumsum, tapi dia tidak
menghiraukan perasaan itu…. Penolakan juga bisa dianggap sebagai permusuhan.
Akalnya pun berkata: ‘Ikuti saja alurnya.
Hingga kau bisa memahami situasi ini, kau tidak boleh bergerak.’
Makhluk yang kelihatannya tidak tertarik dengan apa yang
dikatakan oleh Riku itu pun berkata dengan nada datar.
“Laden: Preset:
072—‘A-aku sebenarnya tidak mau. Ini hanya kecelakaan.’. Benar, ini hanya
kecelakaan.”
Reaksi tanpa perasaan itu, dan kata sambung dengan panggilan
‘kakak’ itu membuat Riku blank sekali lagi.
‘…. Apa-apaan dia
ini?’
“Konfirmasi: Tidak
ada perubahan pada suhu tubuh, denyut nadi, dan respon organ reproduktif dari
subjek.”
“Apa kau tidak bisa tidak mengintip reaksi fisik seseorang?”
Riku yang berusaha keras untuk menjaga ketenangannya hanya
bisa tertawa saat menemukan fakta yang tidak dia inginkan ini: ‘Makhluk ini sedang mengukur respon
fisikku.’ Kemungkinan jika kebohongannya akan dianggap sebagai tindakan
antagonis—sangatlah tinggi. Entah apakah makhluk itu tahu kekhawatiran Riku
atau tidak, gadis mekanis itu meneruskan interogasinya.
“Ragu: manusia biasanya
akan memberikan respon jika diberikan stimulasi seksual. Data tidak benar?”
“…. Ya. Kurasa itu tergantung dari orang per orang.”
Riku tidak bisa berbohong. Tapi dia juga tidak bisa melihat
tujuan gadis mesin itu. Dia tidak bisa memahami situasi ini. Meski begitu, jika
makhluk itu mengukur respon fisiknya, dia pasti sudah tahu seberapa takutnya
Riku, jadi apa yang dia inginkan…?
“Pertanyaan: unit ini
tidak memiliki seksualitas—tidak ‘menarik’?”
Setelah merasa pusing dengan semua isi pikirannya, pertanyaan
sulit dari Ex-Machina itu sukses membuatnya migraine mendadak. Bencana yang
pasti bisa melakukan anihilasi jika bertemu dengan musuh itu menanyakan sesuatu
yang cukup rumit untuk seorang manusia…. Dan Riku tidak bisa berbohong.
Riku menguatkan dirinya dan menatap Ex-Machina yang ada di
atasnya dengan serius.
Ex-Machina itu terlihat seperti gadis manusia yang berumur
10 tahun. Rambut hitam panjangnya terlihat sangat kontras dengan kulit putih
dan mata rubynya. Dia terlihat sangat cantik—atau mungkin jika dia bisa menutupi
mesin yang mencuat dari beberapa bagian tubuhnya dan juga 2 kabel yang terlihat
seperti ekor di belakangnya.
“Secara objektif, kurasa kau cantik. Tapi untuk masalah
seksual, aku lebih suka dengan seseorang dari rasku sendiri. Dan kau terlihat
terlalu muda untukku.”
…. Bagaimana dengan itu? Riku tidak berbohong atau
menghinanya…. Dia bukan pemuda sempurna, tapi dia masih perjaka, iya kan? Saat
Riku sedang memuji dirinya sendiri, Ex-Machina itu bertanya sekali lagi.
“Ragu: user tanpa
pengalaman seksual bermaksud untuk memilih pasangan?”
“Apa kau ingin bilang kalau perjaka tidak punya hak untuk
memilih?”
….
Dalam percakapan ini, otak Riku mulai melihat apa yang
sedang terjadi padanya sekarang. Percakapan ini membuatnya merasa curiga. Dan
jika dia benar…
“Jadi…. Boleh aku tahu apa maumu?”
Sebaiknya dia bertanya saja. Riku tahu jika pertanyaan
ceroboh akan membuatnya dalam bahaya. Tapi, dilihat dari prediksinya dan dari
informasi yang dia kumpulkan hingga sekarang, tidak melakukannya akan
membuatnya mendapatkan krisis absolut. Ex-Machina itu menjawab pertanyaan Riku
dengan suara datar.
“Jawaban: aku ingin
menganalisis bahasa unik yang digunakan diantara manusia.”
“…. Bahasa unik?”
Riku mengulanginya dan berharap jika prediksinya tepat
sasaran. Tapi Ex-Machina itu hanya mengangguk dan memberikan respon lanjutan.
“Afirmasi: bahasa
unik dari ‘hati’.”
….
“Konfirmasi: ‘Menjadi
satu’…. Bahasa unik yang melibatkan kontak epidermis. Kegiatan yang melibatkan
pertukaran ‘hati’ yang tidak dimiliki Ex-Machina. Hasil analisis
mengindikasikan jika unit ini bisa memiliki ‘hati’ jika melakukan kegiatan
tersebut…. Data tidak benar?”
‘…. Ya Tuhan. Perasaan
burukku selalu punya cara untuk menjadi nyata.’pikir Riku. Sejak dia
digasak, dia sudah membuat strategi untuk membunuh dirinya sendiri saat
Ex-Machina itu tidak melihatnya…. Tapi makhluk itu malah berbicara dengan
bahasa manusia, membuat konjektur tentang hubungan seksual manusia (meski tidak
tepat), dan bahkan mencoba untuk merangsang respon fisiknya. Saat Riku menyadarinya
dia hanya bisa tertawa dalam hati tanpa khawatir tentang apa yang harus dia
berikan sebagai jawaban. Tidak ada bedanya apakah mereka mengetahui eksistensi
manusia atau tidak.
‘…. Mereka sudah
mengamati kami. Dan mungkin untuk waktu yang cukup lama.’
“Oke… baiklah. Jika bertukar ‘hati’ segampang ‘menjadi satu’
secara fisik, kami manusia tidak akan memiliki masalah dengan sesama kami.”
Saat Riku melihat jika Ex-Machina itu sedang memikirkan
jawabannya, dan Riku merasa jika pikirannya menjadi kosong, hingga dia merasa
sulit untuk mempercayai apa yang terjadi padanya saat ini. Untuk alasan apapun
itu, manusia telah mendapatkan perhatian dari ras terburuk yang pernah mereka
ketahui dan menjadi bahan observasi mereka—dan mungkin untuk percobaan mereka.
Saat umat manusia sedang sibuk menyembunyikan diri mereka, mereka tidak tahu
jika ada satu sosok yang selalu memperhatikan mereka. Entah apa alasan yang
membuat para Ex-Machina menyadari keberadaan mereka, situasi saat ini bisa
dibilang yang terburuk, iya kan? Ras yang ditakuti oleh ras-ras lain sedang
memperhatikan gerak-gerik mereka, umat manusia. Itu saja sudah menjadi
alasan yang cukup untuk kehancuran mereka.
Jadi apa yang harus dilakukan? Tentu seperti biasanya.
Mungkin ini bukan pilihan terbaik, tapi ini yang paling mungkin untuk dilakukan
saat ini. Itu saja.
Chapter 1-5 Daftar Isi Chapter 2-2
Komentar
Posting Komentar