ORV CHAPTER 4. EPISODE 1 - OPSI BERBAYAR DIMULAI (4)

 Disclaimer: Ini cuma terjemahan suka-suka. Of course ini bukan novel punya saya.

*****

Aku tersenyum saat melihatnya, bahkan aku harus mengusap mata beberapa kali untuk memastikan jika file itu benar-benar nyata. Itu adalah file TXT. Kalau begitu orang ini… apa hadiah yang diberikan penulis adalah kopian dari ‘Cara Bertahan Hidup’?

[Kau berhasil mendapatkan atribut eksklusif.]

[Slot atribut eksklusif berhasil diaktifasi.]

Beberapa pesan muncul setelah aku membuka file itu. Tidak mengejutkan jika dunia nyata memang telah berubah menjadi dunia dalam novel ‘Cara Bertahan Hidup’, dan seingatku semua survivor memang memiliki atribut dan skill mereka masing-masing.

Aku mengucapkan ‘Jendela Atribut’ dalam kepalaku. Aku harus mengetahui atribut apa yang baru saja kuterima.

[Kau tidak bisa mengaktifkan Jendela Atribut.]

Apa? Aku mencoba memanggil Jendela Atribut sekali lagi, tapi hasilnya tetap sama.

Aneh. Apa ada sesuatu yang seperti ini dalam novel? Jika aku tidak bisa menggunakan Jendela Atribut, aku tidak bisa tahu atribut apa yang kumiliki.

Mengenali kemampuan diri sendiri dan musuh bisa membuatmu tidak terkalahkan. Tapi dalam situasi dimana aku saja tidak bisa mengenali diriku sendiri, bagaimana bisa aku mengetahui kemampuan musuhku?

Setelah menatap langit-langit selama beberapa saat, aku menyerah dan mulai membaca tulisan yang dikirimkan penulis untukku.

[Kecepatan membacamu meningkat karena efek dari atribut eksklusif.]

Aku tidak tahu apa atributku, tapi karena itu aku hanya membutuhkan waktu semenit untuk membaca act pertama dari ‘Cara Bertahan Hidup’.

Aku menemukannya. Tempat jariku berhenti adalah awal dari novel itu, dimana sang tokoh utama sedang melakukan beberapa ‘aksi’ dalam sebuah gerbong kereta.

[Dia melihat ke kerumunan orang yang berada di gerbong 3707. Roda pemantik api yang dia pegang dengan erat pun terasa sangat dingin.

Di kehidupannya kali ini, dia sama sekali tidak boleh membuat kesalahan sedikitpun. Dia akan melakukan apapun agar tujuannya terpenuhi.

Saat dia melihat wajah ketakutan dari orang-orang itu, dia sama sekali tidak merasa bersalah.

Semuanya berlalu begitu saja.

Dia menatap orang-orang itu dengan tatapan tanpa ampun. Setelah beberapa saat, ujung jarinya bergerak dan api mulai muncul. Lalu hal itu pun terjadi.]

Bulu kudukku berdiri saat aku membaca paragraf itu beberapa kali. Akhirnya aku tahu alasan dari rasa tidak nyaman yang kurasakan sejak awal.

“... 3707.”

Secara reflek, aku langsung mengecek nomor gerbong yang sedang kunaiki.

[3807]

Gerbong yang kunaiki saat ini adalah gerbong yang ada di belakang gerbong tempat protagonis berada. Tanganku gemetaran saat memikirkannya.

… Tunggu sebentar. Berapa orang yang berhasil selamat dari gerbong ini?

[Dia melihat ke dalam gerbong 3807 dari jendela lusuh itu. Semuanya sudah terlambat dan hanya ada 2 orang yang selamat dari gerbong itu.}

Hanya ada 2 orang yang selamat. Itu artinya semua orang yang ada di sini mati kecuali 2 orang saja. Dan aku tahu siapa 2 orang itu.

Aku mengangkat wajahku dan menatap Yoo Sangah dengan mata kosong. Mungkin wanita ini akan mati, begitu juga denganku.

“Dokja-ssi, bukannya kita harus menghentikan mereka?”

Sesuatu terjadi di tempat yang ditunjuk oleh Yoo Sangah. Dari sini aku bisa mendengar suara erangan kesakitan dan bisa melihat seorang pemuda yang berdiri di depan seorang nenek.

“Sial, aku lagi badmood, tapi nenek ini malah terus mengerang! Hei, bisa diam tidak!?”

Pemuda itu adalah seorang murid yang tadi bersandar di pintu keluar.

Tubuhnya ramping dan rambutnya berwarna putih. Namanya tertulis di badge yang terpasang di seragamnya.

Kim Namwoon. Itu adalah nama yang kukenal.

[Hanya Lee Hyunsung dan Kim Namwoon yang berhasil selamat dari gerbong itu. Tapi itu tidak masalah, karena hanya mereka yang kubutuhkan.]

“Bukannya aku sudah bilang diam, nek!?”

Kim Namwoon yang sedang gelisah langsung menyambar kerah nenek itu. Sang nenek yang tidak punya kekuatan lebih pun hanya bisa terhuyung mengikuti tarikan Kim Namwoon. Sedetik kemudian tangan pemuda itu mulai bergerak.

Plak plak.

Di situasi normal, orang-orang akan menghentikan perbuatan Kim Namwoon, tapi kali ini tidak ada yang bergerak. Tidak lama kemudian, tamparan itu berubah menjadi pukulan.

“To-tolong… tolong… aku…!”

Aku bisa mendengar permintaan tolong si nenek di sela-sela pukulan itu. Beberapa orang di sekitar Kim Namwoon merasa ragu, tapi mereka sama sekali tidak berusaha untuk menghentikannya. Yang lebih mengagetkan, orang pertama yang berusaha menceramahi Kim Namwoon adalah Han Myungoh.

“Anak muda sekarang, kenapa kau memperlakukan orang tua seperti ini...?!”

Tapi yang dia dapatkan malah cemoohan.

“Oi, om. Kau mau mati?”

“...Apa?”

“Kau masih tidak paham dengan situasi ini?”

“Omong kosong apa yang mau kau katakan?”

Kim Namwoon hanya tertawa keras ke arah Han Myungoh. Dia menunjuk ke arah atap gerbong dengan jarinya.

“Kau tidak bisa melihat itu?”

Di atap gerbong, sebuah layar holografik sedang menampilkan sesuatu.

-A-ampuni aku!

-Aaaarrghh!

-Mati! Mati!

Tidak hanya di SMA Khusus Perempuan Daepong. Semua itu adalah tayangan langsung dari orang-orang yang mati di seluruh Korea Selatan. Kim Namwoon melanjutkan perkataannya.

“Kalian masih tidak mengerti? Tentara tidak akan datang menyelamatkan kita. Karena itu, seseorang harus mati.”

“A-apa katamu…!?”

“Kita harus memilih seseorang untuk mati.”

Han Myungoh tidak bisa menyanggahnya, dan di saat yang sama dia bisa merasakan bulu kuduknya yang meremang.

“Tentu aku tahu apa yang sedang kau pikirkan. Kau harus membunuh orang lain demi bertahan hidup. Itu hanyalah sesuatu yang dilakukan oleh orang-orang brengsek. Tapi kau tahu, semua ini adalah situasi yang tidak bisa kita kontrol. Kita tidak bisa melakukan apa-apa. Kita akan mati jika tidak membunuh seseorang. Kalau begitu siapa yang akan menyalahkan kita jika kita melakukannya? Apa kau mau mati hanya karena moral tinggimu itu?”

“I-itu…”

“Pikirkan lagi baik-baik. Dunia yang kau ketahui baru saja berakhir.”

Bahu Han Myungoh bergetar saat mendengarnya. Bukan hanya Han Myungoh, sebuah retakan mulai muncul di mata mereka semua. Seluruh pemandangan yang mereka lihat sejak beberapa menit yang lalu adalah pemandangan yang menghancurkan semua nilai moral yang mereka ketahui selama ini, dan Kim Namwoon sudah menancapkan sebuah pasak ke dalam retakan itu.

“Sebuah dunia baru membutuhkan hukum yang baru.”

Kim Namwoon, seorang pemuda yang paling cepat beradaptasi dengan dunia ‘Cara Bertahan Hidup’.

Kim Namwoon berbalik dan kembali memukuli nenek yang ada di depannya. Kali ini tidak ada yang menghentikan pemuda itu. Tidak Han Myungoh, tidak orang lain… bahkan tidak Lee Hyunsung.

Tentara itu hanya bisa mengepalkan tangannya dan menatap pemandangan mengerikan itu dengan wajah kebingungan. Mungkin saat itu dia sudah membuat sebuah keputusan.

“Hhh… Susah sekali dibunuhnya. Apa kalian semua hanya ingin menonton? Apa kalian mau mati?”

Orang-orang merinding saat mendengar pertanyaan Kim Namwoon. Wajah mereka sangat mudah dibaca, sama seperti narasi yang ada dalam novel-novel murahan.

{Jika tidak ada yang membunuh dalam 5 menit ke depan, semua orang akan mati.}

Mata orang-orang itu mulai berubah.

‘Jika nenek itu tidak mati, kita akan mati dalam 5 menit…’

Itu adalah mata primitif yang dimiliki oleh semua binatang di dunia ini.

“Ya… si brengsek itu benar. Jika kita tidak melakukan ini, semua orang akan mati.”

Laki-laki pertama langsung berlari ke arah Kim Namwoon. Dia menendang si nenek yang sekarang sedang bergelung kesakitan.

“Apa kalian lupa? Seseorang harus mati agar kita semua bisa hidup!”

“Ah, sial… Aku tidak tahu lagi!”

Orang kedua dan ketiga.

Orang-orang yang berdiri membiarkan nenek itu. Laki-laki penakut yang hanya bisa bersembunyi. Anak kuliahan yang mengabadikan kejadian itu dengan smartphonenya. Seorang ibu yang sedang menggandeng anaknya. Lalu Han Myungoh.

Mereka semua memukuli dan menendang nenek itu dengan tujuan untuk membunuhnya.

“Mati! Cepat mati sana!”

Mereka semua terlihat seperti algojo yang sedang bekerja sama untuk melakukan sebuah hukuman mati. Mereka layaknya para eksekutor yang menarik pelatuk bersama-sama jadi mereka tidak tahu siapa yang menembak sang tahanan. Orang-orang itu terus memukul dan menendang tubuh si nenek.

Dan aku melihat semua ini. Aku terus berdiri diam, seperti seseorang yang sedang melihat suatu kejadian di dunia lain.

Nenek yang aku tidak tahu namanya itu bukan seseorang yang bertahan hidup dalam cerita ini. Di skenario asli, nenek itu meninggal dunia. Jadi… mengamati kematian seperti itu bukanlah suatu dosa.

Detik itu, Yoo Sangah berdiri dari kursinya.

“Kau bisa dibunuh.” kataku sambil reflek mencengkram lengannya. “Sudah kubilang jangan bergerak.”

“Aku tahu, aku tahu itu…!”

“Yoo Sangah-ssi, kau akan mati jika pergi sekarang.”

Mata Yoo Sangah memancarkan rasa takut. Meski begitu…

Aku menyadari sesuatu. Meski genre cerita ini berubah, beberapa orang masih bersinar dengan terang.

“Yoo Sangah-ssi, duduk.”

Tapi, orang yang bisa mengubah cerita ini bukan Yoo Sangah. Yoo Sangah bukan protagonis dunia ini.

“Huh? Tapi…”

“Lakukan apa yang kukatakan, kali ini saja. Aku tidak akan melarangmu setelah ini.”

Setelah memaksa Yoo Sangah kembali duduk di tempatnya, aku menarik nafas panjang dan berbalik. Aku menegakkan punggungku dan menghenbuskan nafas perlahan. Setelah itu aku mulai meregangkan pergelangan kaki dan tanganku.

Faktanya, apa yang ingin kulakukan mungkin terlalu cepat… dan ini bukan rencana asliku.

“... Dokja-ssi?”

Aku tidak menjawab panggilannya dan malah menatap orang-orang yang sedang berusaha membunuh nenek itu.

Aku tidak melakukan apa-apa bukan karena takut pada Kim Namwoon atau pada orang-orang itu, tapi aku juga tidak mau menerima ketidak manusiaan mereka begitu saja.

Aku sedang menunggu, dan ini saat yang tepat untuk melakukannya. Karena itu…

Blaaaaarr!

Sekarang!

“Ah! Apa…!?”

Sebuah ledakan memenuhi telingaku dan membuat seluruh kereta berguncang. Semua orang mulai berteriak dan asap mulai muncul dari bagian depan gerbong ini. Sudah dimulai. ‘Dia’ sudah bergerak.

Aku langsung menjejak lantai sekuat mungkin dengan kakiku. Aku melewati beberapa orang yang sedang sibuk berteriak dan terus berlari ke arah nenek itu.

“Apa!? Aaargh!”

Kim Namwoon bertabrakan denganku dan jatuh ke lantai sambil berteriak. Orang lain mungkin berpikir jika aku ingin menyelamatkan nenek itu, tapi bukan itu tujuanku saat ini.

Di mana? pikirku sambil terus mencari.

Seseorang jatuh menimpa nenek itu karena efek ledakan yang baru saja terjadi dan akhirnya aku bisa melihatnya. Tidak jauh dari tempatku berada sekarang ada seorang anak yang sedang menangis di tengah kejamnya neraka dunia ini, dan anak itu sedang memegang sebuah kotak yang berisi serangga-serangga yang sudah dia kumpulkan.

“Maafkan aku.”

Aku langsung mengambil kotak itu dari si anak.

Setelah aku memasukkan tanganku ke dalam kotak itu, aku bisa merasakan kitin yang membentuk kulit belalang-belalang itu. Aku mengambil satu ekor dan meletakkannya di tangan anak itu. Setelah itu aku berbalik ke arah para penumpang.

“Semuanya berhenti. Kalian tidak akan bisa bertahan hidup meski sudah membunuh nenek itu.”

Untungnya suaraku terdengar jelas karena keheningan yang muncul setelah ledakan itu. Semua orang yang ada di gerbong itu mulai menatapku satu per satu.

“Katakanlah kalian berhasil membunuh nenek itu. Lalu apa yang akan terjadi?”

Wajah kaget mereka kelihatan lumayan juga. Izinkan aku memberitahukan ini pada kalian semua.

“Kematian nenek itu hanya akan diakui dokkaebi sebagai ‘pembunuhan pertama’ dan hanya akan memberi kita sedikit waktu. Lalu bagaimana selanjutnya?”

“Ah…”

“Jika yang dikatakan dokkaebi itu benar, kalian harus membunuh 1 makhluk hidup. Jadi siapa yang akan kalian bunuh setelah nenek itu mati? Orang yang ada di samping kalian?”

Orang-orang yang mulai memikirkan hal itu mulai menjauhi satu sama lain. Mata mereka memancarkan ketakutan yang amat sangat. Faktanya mereka semua sudah tahu jika nenek itu hanyalah awalnya.

Kim Namwoon menyadari jika para penumpang mulai merasa goyah.

“Haha, apa yang kalian takutkan? Kalau begitu kita hanya perlu membunuhnya setelah ini! Dasar pengecut. Jangan biarkan rasa khawatir menghentikan langkah kalian! Kita punya kesempatan bertahan hidup yang sama!”

Aku tahu jika Kim Namwoon akan berkata seperti itu, karena itu aku langsung memotong perkataannya dengan lambaian tanganku.

“Tidak perlu bertaruh seperti itu. Ada cara lain supaya kalian bisa bertahan hidup tanpa perlu menjadi pembunuh.”

“Apa?”

“Ba-bagaimana caranya?”

Para penumpang menjadi semakin tertekan dan wajah Kim Namwoon terlihat semakin menyeramkan.

“Apa kalian lupa? Syarat menyelesaikan skenario ini bukan membunuh ‘seseorang’.”

Hampir semua orang merasa bingung dengan kata-kataku, tapi ada beberapa orang yang menyadari sesuatu.

[Bunuh satu atau lebih makhluk hidup.]

Benar. Sejak awal, skenario ini tidak pernah menyebutkan ‘orang/manusia’ secara spesifik.

Membunuh satu atau lebih makhluk hidup. Dengan kata lain, semua macam makhluk hidup bisa digunakan. Orang-orang dengan pikiran tajam langsung menunjuk kotak yang sedang kupegang.

“Serangga! Serangga!”

Belalang yang ada di dalam kotak mulai berlompatan. Mata mereka semua mulai bersinar kembali dan aku menganggukkan kepalaku.

“Benar. Serangga.”

Aku menaruh tanganku dan mengambil seekor belalang. Ini adalah belalang gendut yang kulihat tadi.

“Ce-cepat berikan padaku!”

“Hanya satu! Aku hanya butuh satu saja!”

Aku langsung melangkah mundur saat melihat mereka mulai melangkah mendekat. Saat ini aku sedang melihat wajah penuh kegilaan, sama seperti wajah orang-orang yang tadi memukuli nenek itu. Meski begitu aku tetap tersenyum. Kenapa? Meski keadaan sangat berbahaya, kenapa jantungku berdetak penuh kebahagiaan?

“Apa kalian mau ini?”

 Aku mengayunkan kotak itu seperti sedang memprovokasi binatang-binatang liar. Beberapa orang yang tidak sabaran langsung melompat ke arahku.

“Cepat tangkap dia!”

Aku langsung membunuh belalang yang ada di tanganku.

[Kau berhasil mendapatkan predikat ‘Pembunuh Pertama’!]

[100 koin sudah diberikan sebagai bentuk kompensasi.]

Di saat yang sama, aku langsung melemparkan kotak yang ada di tanganku sekuat mungkin. Aku melemparkannya ke arah yang berlawanan dari tubuh nenek dan para orang yang sedang berkerumun.

“Ini gila!”

Semua serangga yang lepas dari kotak itu langsung berlompatan ke segala pernjuru gerbong.


Chapter 3     Daftar Isi     Chapter 5


Komentar

Postingan Populer