I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 202
Disclaimer: novel ini bukan punya saya, minna-saaaan!!
๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ
Hingga siang, aku memfokuskan diriku agar tetap merasa
tenang dan merilekskan badanku setelah olahraga serta melakukan peregangan
badan.
Kau bisa melihat orang-orang yang mulai memenuhi bangku
penonton yang mengelilingi arena. Suara di sana juga menjadi lebih keras.
Seseorang mungkin akan mati di tempat ini, tapi kenapa
mereka kedengaran sangat bersemangat? Meski ini negara tetangga, kenapa
kebudayaannya bisa seberbeda ini?
“Sudah saatnya.”
Suara penjaga itu menggema ke seluruh penjara.
Rasanya aku seperti seorang tahanan yang sedang digiring ke
tempat eksekusi. Aku tidak akan mati hari ini, tapi gerak-gerik para penjaga
menciptakan suasana seperti itu di tempat ini.
Para penjaga membuka sel penjaraku dan menyuruhku keluar
dari sana. Aku menghela nafas dan kemudian berjalan keluar dengan tenang.
Langkah kaki kami pun bergema di dinding penjara.
“Bodoh. Anak sepertimu maah mati secepat ini.”
Salah satu penjaga membuka mulutnya. Dia menatapku dengan
mata kasihan, seakan dia sedang bersimpati padaku.
… Dia orang yang cukup baik? Tenang saja, aku sudah
memutuskan untuk menapaki jalan ini, jadi aku hanya harus menikmati saja.
“Apa anak seusiaku jarang dijadikan sebagai tontonan di
sini?”
“... Ya. Biasanya hanya laki-laki dewasa yang melakukannya.
Anak-anak biasanya melakukan pekerjaan lain.”
“Aku mengerti.”
Tidak mungkin aku menghabiskan waktu di sini hingga dewasa.
Semakin dekat kami dengan pintu keluar, suara para penonton
menjadi semakin jelas. Teriakan mereka terdengar sangat meriah meski
pertandingan belum dimulai.
“Kuharap kau bisa kembali dengan selamat.”
“Terima kasih.”
Kupikir semua orang disini membenci para tahanan yang
dideportasi, tapi penjaga itu sangat baik. Apa karena aku terlihat seperti anak
kecil? Apa aku membuatnya teringat pada anaknya yang berada di rumah?
Pintu masuk ke arena ditutupi oleh jeruji besi setinggi
dinding lorong. Tempat duduk para penonton pun didesain agar mereka bisa
melihat ke arah kami dengan jelas.
Tempat ini mirip seperti arena yang ada di Romawi kuno…
Mungkin model bangunan ini memang dari sana.
“Tunjukkan sesuatu yang bagus pada kami!!”
“Tontonan apa yang akan muncul hari ini?”
“Apa kau benar-benar bisa melawan singa? Aku yakin kau
sangat kuat!”
Aku bisa mendengar suara dari arah atas.
Baru-baru ini aku memikirkan hal ini… aku bisa dengan mudah
mengerti bahasa yang ada di negara lain, tapi kenapa kultur di 2 negara ini
sangat berbeda? Apa karena ini otome game?
Yah, mau manapun itu, hal ini tetap menguntungkanku.
Komunikasi akan menjadi lebih mudah jika bahasa yang kami gunakan sama. Tapi,
aku juga bisa berbicara bahasa kuno berbagai negara… Aku ingat aku pernah
membacanya saat aku masih kecil.
Saat aku sedang memikirkannya, jeruji yang ada didepanku
mulai terangkat. Di saat yang sama, teriakan para penonton menjadi semakin
menggila.
Aku mengambil pedang pendek yang ada di dinding dan
menggantungkannya di pinggangku.
Sebuah pedang besar memang memberikan kerusakan yang lebih
besar, tapi pedang seperti itu hanya akan mengganggu pergerakanku. Meski begitu
aku tidak merasa bisa mengalahkan singa itu dengan pedang sekecil ini… tapi
tidak ada yang bisa kulakukan.
Aku merasa gelisah, tapi suara teriakan para penonton
menenggelamkan suara detak jantungku yang semakin keras.
Jeruji itu terus naik ke atas, dan aku pun menapakkan kakiku
ke dalam arena.
Komentar
Posting Komentar