I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 106

 Disclaimer: Novel ini bukan punya saya.

(•ω•)(•ω•)(•ω•)

Kepala keluarga Williams, Arnold: 41 tahun.

Sudah setahun sejak Alicia mengurung dirinya di dalam kabin itu...

Setahun yang lalu aku tidak pernah berpikir jika Alicia akan menerima syarat yang kuberikan dan kupikir dia tidak akan bisa bertahan selama ini. Aku sengaja memberikannya syarat yang tidak masuk akal karena alasan itu. Tujuan 2 syarat itu adalah membuatnya menyerah, tapi pada akhirnya itu malah memperkuat keteguhannya.

Hingga detik ini aku merasa sudah memahami semua sifatnya... Tapi sepertinya aku salah. Tingkat kesulitan yang tinggi tidak bisa mengubah pendiriannya, dan sepertinya dia sama sekali tidak patah semangat sedikitpun saat menerima syarat mustahil itu. Anak perempuanku sudah tumbuh besar, tapi aku sama sekali tidak sadar jika semuanya sudah terlambat.

... Dan sudah 1 tahun sejak saat itu.

Yang bisa kulakukan hanya mengiriminya makanan, baju, dan buku lewat maid pribadinya, Rosetta.

Tapi tentu saja, Alicia sama sekali tidak bertemu dengan Rosetta.

Maid itu hanya meninggalkan barang-barang itu di depan kabin dan langsung kembali ke rumah. Kabin yang ditempati Alicia memang sudah tua dan bobrok, tapi kabin itu memiliki semua kebutuhan dasar yang dibutuhkan seseorang untuk bisa tinggal di sana. Meskipun begitu, bagi nona muda yang terbiasa hidup enak dan nyaman, gaya hidup sederhana seperti itu pasti sangat menyusahkan.

Jika seseorang merubah gaya hidup dari biasa-biasa saja menjadi mewah, mungkin itu akan terasa menyenangkan. Tapi, jika yang terjadi adalah sebaliknya... itu pasti sangat susah.

Meski begitu, Alicia berhasil bertahan selama 1 tahun di sana. Berapa lama lagi dia bisa bertahan? Dulu dia selalu gampang menyerah. Aku tahu ini sangat jahat tapi... aku hanya ingin dia segera menyerah!

Meski aku terlalu terlambat menyadarinya… saat aku tahu Alicia sudah diculik, aku langsung menyesali keputusanku karena sudah menyetujui permintaan raja untuk menjadikannya sebagai pengawas Liz Cather.

Saat aku melihatnya pulang ke rumah dengan selamat dan dengan luka yang sudah sembuh sepenuhnya, imaginasiku pun semakin liar. Aku diberitahu kondisinya saat berhasil selamat, jadi hanya dengan melihatnya saja membuatku teringat akan semua kekejaman yang mungkin dia terima saat itu. Aku berpikir, apakah ada bekas luka yang tersisa? trauma apa yang mungkin dia rasakan saat menerima perlakuan sekejam itu... Semua itu terasa seperti pisau tumpul yang menghujam jantungku.

Anak perempuanku bisa saja mati hari itu. Fakta itu terasa menekanku, dan hanya dengan itu aku merasa amat sangat menyesal.

Mungkin tidak ada cara untuk memutar balikkan waktu dan merubah keputusanku, tapi kurasa aku masih bisa menjaganya tetap aman di masa depan. Jadi aku menguatkan pendirianku untuk membuatnya berhenti melakukan pekerjaan berbahaya seperti itu!

Tapi Alicia malah menolaknya mentah-mentah.

Aku tidak mengerti. Dia sudah menderita seperti itu, dia sudah mempertaruhkan nyawanya, tapi dia tetap ingin terus menjadi pengawas Liz Cather. Keinginannya untuk tetap melanjutkan pengawasan itu begitu kuat hingga dia bersedia menerima syarat tidak masuk akal yang kuberikan padanya.

Meskipun rasanya sangat frustasi aku percaya jika kau harus selalu bertanggung jawab dengan semua kata-katamu. Setelah aku memberikan syarat seperti itu dan berkata jika dia boleh kembali menjadi pengawas Liz Cather jika bisa memenuhinya... aku tidak bisa memberikan contoh buruk dengan cara membatalkan janjiku dan menyuruhnya untuk kembali menyerah.

Jadi aku akan membiarkan Alica untuk terus mencoba, dan tidak perduli apapun hasilnya, aku akan melakukan apa yang sudah kujanjikan.

Tidak lama setelah aku menyadari kesalahanku, aku pun sadar jika aku tidak pernah mengatakan hal ini pada yang mulia raja dan yang lainnya. Untungnya Luke cukup derdas dan bijaksana, jadi kurasa dia pasti akan mendengarkan penjelasanku dan mengerti perasaanku sebagai seorang ayah. Tapi kurasa semua anggota dewan yang lain tidak akan memaafkanku dengan mudah.

Jadi setelah aku mengirim Alicia pergi, aku memanggil semua anggota dewan untuk mengadakan rapat dadakan. Di sana aku menjelaskan semuanya.

Johan terlihat tidak suka karena aku bertindak sendiri dan kemudian bergumam 'dasar egois.' tapi aku berhasil meyakinkannya dengan susah payah.

Aku juga mengatakan kepada mereka jika Alicia tidak berhasil mencapai level 90, maka dia akan lansgung berhenti menjadi pengawas Liz Cather... itu karena dia tidak akan bisa memiliki autoritas pada Liz Cather jika level sihirnya berada di bawah saintess.

Mereka semua tidak bisa melawan logika yang kuberikan, karena itu mereka setuju dengan keputusanku. Meski mereka semua terlihat tidak senang karena mereka kehilangan waktu 2 tahun.

Saat Alicia kembali dari pengasingannya, Liz Cather akan berusia 20 tahun, itu artinya dia akan berada di tahun terakhirnya. Dan saat Liz Cather lulus dari akademi, Alicia tidak akan bisa bertemu dengannya dengan mudah, jadi kami punya 1 tahun untuk mengubah mentalitasnya.

Kami tidak punya waktu untuk dibuang-buang, aku tahu itu.

Tapi kenapa harus anakku yang melakukannya?

Alicia mungkin seorang enfant terrible sama seperti saintess, tapi itu tidak cukup dijadikan asalanku untuk tetap diam saat dia sedang berada dalam bahaya. Aku tidak bisa membiarkannya hampir mati tanpa melakukan apa-apa. Aku masih bisa merasakan darahku yang mendidih karena rasa marah saat tahu jika orang-orang biadab itu hampir membunuh anak perempuanku.

Dan dewan sialan ini membiarkannya begitu saja... mereka ingin melanjutkan hal ini meski Alicia bisa berada dalam bahaya, dan mereka merasa sebal saat tahu aku ingin menghentikan hal ini... Di suatu titik aku bahkan hampir tidak bisa menahan kemarahanku kepada mereka. Aku pun bertanya, "Kalian pikir anakku itu apa!? Hanya alat yang bisa kalian gunakan dan kalian buang sesuka kalian!?"

Pertanyaanku membungkam seluruh mulut mereka, seakan ada yang sengaja menjahit mulut mereka rapat-rapat.

Setelah keheningan yang lama, Luke akhirnya membuka suara. Dia hanya berkata, "Kalau kita ingin mengendalikan enfant terrible, kita juga harus menggunakan enfant terrible lainnya."

Aku tidak bisa melawan logika itu. Tapi aku masih berharap jika yang mereka maksud bukan anakku. Aku tahu aku sangat egois, tapi aku masih berharap jika Alicia akan menyerah. Aku berharap jika dia akan melupakan pekerjaan itu, kembali pada kami dan hidup bahagia seperti dulu. Setiap hari aku mengunjungi kabinnya dan melihatnya dari kejauhan, aku berharap dalam hati jika Alicia akan keluar dari sana... untuk kembali pulang ke rumah.

XXX

Di hari yang sama saat aku menjelaskan apa yang terjadi pada para dewan, aku juga menemui anak itu—Gilles—untuk yang pertama kalinya. Dan yang kutemukan adalah anak laki-laki dengan wajah masam. Dia memiliki tubuh yang agak kecil, bahkan untuk anak usia 9 tahun.

Saat dia melihatku, ekspresi wajahnya sama sekali tidak berubah. Tapi saat aku mulai menjelaskan apa yang terjadi kepadanya, wajahnya menjadi semakin kelam dari detik ke detik.

Saat aku mulai menjelaskan jika Alicia juga tidak bisa pergi ke desa miskin selama 2 tahun, dia menatapku dengan mata penuh permusuhan. Dia menatapku dengan sangat tajam dan ada banyak sekali aura membunuh yang tersembunyi dalam matanya. Aku tidak percaya jika usianya masih 9 tahun.

Setelah aku selesai menjelaskan semuanya, aku memberinya sebotol ramuan pink yang biasa disebut Abell. Aku menjelaskan jika dia bisa melewati dinding desa miskin setelah meminumnya, dan aku berkata jika dia bisa pergi ke sana sendirian.

Setelah itu aku berniat meninggalkannya agar dia bisa mencerna seluruh informasi yang kuberikan. Tapi jawaban yang dia berikan kepadaku benar-benar membuatku tidak bisa berkata apa-apa.

"Saat orang tua adalah orang bodoh, hal itu hanya membuat anak-anak mereka terlihat semakin menyedihkan." Dia mengatakannya dengan ekspresi yang sangat tidak bersahabat, setelah itu dia pergi meninggalkanku tanpa mengatakan apapun.

Aku sangat terkejut dan tidak tahu harus berkata apa kepadanya. Aku hanya bisa mengikuti sosoknya yang terus berjalan menjauhiku.

Beberapa jam setelahnya aku menyadari bagaimana dia berencana untuk menghabiskan 2 tahunnya. Sepertinya dia dan Alicia memang benar-benar mirip.

Saat dia tahu jika dia dibiarkan melakukan apapun yang dia mau, dia langsung mengurung dirinya di dalam perpustakaan.

Tidak seperti Alicia, dia tidak mau pergi dari sana saat malam hari. Bahkan para maid mulai membawakan makanan langsung ke perpustakaan. Meski begitu dia tetap kembali ke kamarnya hanya untuk mandi, meski tidak setiap hari.

Satu-satunya waktu dia tidak akan berada di perpustakaan adalah saat dia berjalan keluar dari rumah saat malam hari. Menurut laporan dari penjaga sepertinya anak itu berjalan ke arah desa miskin.

Gilles bukan satu-satunya orang yang harus kuberi penjelasan soal tidak adanya Alicia di rumah ini. Aku menjelaskannya pada seluruh anggota keluarga Williams.

2 anak laki-lakiku, Alan dan Albert sama sekali tidak menunjukkan reaksi berlebih saat mendengarnya. Mereka sama sekali tidak terlihat khawatir.

Tapi Henry berbeda. Saat aku mengatakan hal ini kepadanya, hal pertama yang dia lakukan adalah berteriak kepadaku.

"Kenapa ayah memberikan syarat tidak masuk akal kepadanya!?" teriaknya. "Bukannya ayah tahu jika Alicia akan menerimanya walau itu terdengar mustahil!?"

Dan sejak saat itu Henry sama sekali tidak mau berbicara kepadaku. Sepertinya di saat aku tidak memberikan perhatian yang cukup, salah satu anak laki-lakiku sudah mencoba untuk mengerti apa yang ada di pikiran Alicia.

Tidak hanya Henry yang marah kepadaku setelah Alicia diasingkan dari rumah. Aku juga selalu menerima tatapan tajam dari anak Luke, Duke. Seriap kali kami berpapasan, dia tidak akan mengatakan apapun dan hanya menatapku dengan mata penuh amarah.

Istriku juga sepertinya tidak setuju dengan keputusanku. Sejak Alicia meninggalkan rumah, dia selalu mengomentari semua yang kulakukan, dari hal yang penting hingga yang terkecil. Dan saat Alicia pergi, istriku memukulku tepat di wajah, karena itu mataku terlihat lebam selama seminggu.

Sisanya datang dariku. Setiap hari aku menyesali fakta di mana aku tidak mencoba memahami anak perempuanku. Aku masih melihatnya sebagai anak kecil yang selalu mengeluh, jadi aku tidak pernah menganggapnya serius.

Sepertinya aku melewatkan momen saat dirinya tumbuh menjadi wanita muda yang akan melakukan apapun untuk bisa mencapai impiannya.

Saat kami berbicara setahun yang lalu, Alicia terlihat sangat keras kepala dan aku tidak tahan melihatnya melalui semua kepedihan itu. Aku tahu jika aku sudah memberikan sebuah syarat yang tidak masuk akal, tapi aku tidak bisa menahan diriku.

Setengah tahun setelah hari itu aku menerima kata-kata terakhir dali Alicia. Aku menerima sebuah surat pendek darinya.

Surat itu ditujukan padaku.

[Untuk ayahanda tercinta, aku tidak sengaja mendengar percakapan tukang kebun yang bekerja di sekitar kabin, karena itu aku menulis surat ini. Mereka berkata jika kau sangat menyesali perkataanmu kepadaku di hari itu. Tapi ayahanda terlalu cepat menyesalinya. Aku akan memastikan jika aku bisa memenuhi 2 syarat yang diberikan ayahanda padaku, dan setelah itu baru ayahanda boleh merasa menyesal. Sebelum saat itu tiba, kuharap ayahanda bisa hidup dengan senang dan sehat selalu. Salam, Alicia.]

 



Komentar

Postingan Populer