I'll Become A Villainess That Will Go Down In History Chapter 111

 Disclaimer: Sampai kapanpun novel ini nggak bakal jadi punya saya.

(´⊙ω⊙`)(´⊙ω⊙`)(´⊙ω⊙`)

Alicia terlihat sangat lega setelah dia berhasil melakukan sihirnya dengan baik.

Kakek terdiam sambil menatap gadis itu. Sepertinya dia tidak bisa mencerna apa yang baru saja terjadi kepada dirinya.

... Aku tahu. Aku tahu kalau 'orang itu' adalah kakek Will. Aku sudah menebaknya dari dulu, tapi saat aku menatap wajahnya sekarang, aku tahu kalau tebakanku tepat sasaran.

"Kakek Will?" panggil Alicia dengan suara pelan. Dia mendekatkan wajahnya ke wajah kakek Will.

Kakek menatap Alicia selama beberapa detik dan kemudian mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah gadis yang ada di depannya itu. Tangannya terlihat gemetaran saat dia menyentuh pipi Alicia.

"Kau terlihat sangat cantik..." kata kakek Will dengan suara bergetar karena sedang menahan tangisnya. Aku bisa melihat air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

Selama bertahun-tahun aku mengenal kakek Will, aku tidak pernah melihatnya seemosional ini. Dan aku juga tidak pernah mendengarnya berbicara dengan nada yang tidak yakin seperti sekarang.

Saat melihatnya dalam kondisi seperti ini, sesuatu dalam hatiku tiba-tiba membuncah dan kemudian keluar melalui mataku.

"Kakek Wil, kau..." Alicia menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Saat itu aku yakin jika Alicia sudah menyadarinya.

"Aku tidak percaya."

"Pak tua Will sudah punya mata sekarang."

"Siapa gadis cantik itu...?"

"Apa dia datang untuk menyelamatkan kita?"

"Tapi lihat pakaiannya. Dia kelihatan seperti bangsawan."

Orang-orang mulai berbicara, dan kerumunan di sekitar kami pun mulai menjadi ramai dengan pendapat dan komentar. Dalam sekejap seluruh penduduk desa yang berkumpul di sana memiliki spekulasi mereka masing-masing.

Saat aku mendengarkannya, aku bisa merasakan jika... pembicaraan mereka terdengar berbeda dari biasanya? Kata-kata mereka tidak setajam biasanya, dan mereka tidak menunjukkan sikap curiga yang terlalu berlebihan... kurasa mereka terlihat lebih lembut dari yang dulu.

Meski mereka tahu jika mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengalahkan Alicia yang bisa menggunakan sihir, biasanya ada 1 atau 2 orang yang tidak akan segan memaki dengan kata-kata kasar.

Tapi sekarang tidak ada orang seperti itu. Mereka semua terlihat lebih tenang. Apa mungkin kakek Will dan Rebecca berhasil menjinakkan mereka semua?

"Apa yang terjadi di sini?" gumamku.

"Karena Alicia selalu melakukan yang terbaik, kami merasa kalau kami juga harus melakukan hal yang sama. Meski... yah, tidak banyak yang bisa kami lakukan di sini. Pada dasarnya aku akan membantu di lapangan, Master lah yang berhasil mengontrol mereka.

Aku tidak bermaksud menanyakan hal ini pada Rebecca, tapi gadis itu tetap menjawab gumamanku.

Jadi dia memanggil kakek dengan sebutan Master sekarang...

"Tentu saja tidak semua orang setuju untuk bersikap baik. Beberapa penjahat terkejam memutuskan untuk pergi ke pinggiran desa dan menolak untuk menaati beberapa peraturan. Sebelum mereka pergi, situasi di sini menjadi sedikit kacau, tapi saat mereka sudah pergi kami bisa hidup dengan lebih tenang. Rasanya seperti ada dinding yang memisahkan orang baik dengan orang jahat."

"Lalu? Apa yang kalian rencanakan setelah ini?"

"Kami sedang berdiskusi tadi, lalu kalian muncul." kata Rebecca dengan senyum kecil di wajahnya.

Sebenarnya, meski kakek dan Rebecca adalah tokoh utama dalam upaya perbaikan desa... orang yang membuat semua ini mungkin untuk dilakukan... orang yang sangat berperan dari balik layar adalah Alicia.

Aku ragu dia menyadarinya, tapi Alicia punya kemampuan untuk mempesona dan menarik perhatian orang lain. Meski dia tidak berniat seperti itu, dia akan memenangkan hati orang lain yang ada di sekitarnya. Aku yakin jika orang-orang yang tidak punya prasangka buruk akan jatuh dalam pesonanya. Tapi untuk para fans berani matinya Liz... hati mereka tidak akan terbuka untuk Alicia.

Aku sudah mendiskusikan hal ini dengan Alicia tapi... cuci otak yang dialami para bawahan Liz terlihat sangat kuat. Perasaan mereka sudah melampaui rasa kagum biasa. Kudengar beberapa anggota fans setia Liz bahkan memuja tanah tempat gadis itu berpijak.

Dalam 2 tahun ini, kesuciaannya, kepolosannya, dan sifat naifnya sudah tertanam dalam hati-hati mereka. Ideologinya sangat infektif hingga saat mereka mulai menerimanya, maka pikiran mereka akan langsung berubah menjadi pupuk yang akan membuat pemikiran itu berbunga. Tapi aku tidak bisa mengatakan jika semua orang sudah terpapar ideologi Liz hingga sejauh itu.

"Alicia, aku benar-benar berterima kasih kepadamu."

Setelah kakek Will mengatakan terima kasihnya, semua orang yang ada di sana terdiam. Mereka semua hanya menyaksikan, mereka terpaku, dan air mata kakek Will mulai berjatuhan.

Ini pertama kalinya aku melihat kakek Will menangis, dan jika dilihat dari ekspresinya ini adalah kali pertamanya dia menangis sejak tinggal di desa ini. Kerumunan orang itu tertegun saat melihat wajah kakek.

"Saat Master meninggal, apa mata Alicia akan kembali normal?"

Rebecca memecah keheningan itu. Dia menatapku dengan wajah penasaran dan sepertinya dia tidak perduli dengan suasana haru yang sedang menyelimuti kami semua.

"Ya. Saat penerimanya meninggal, bagian tubuh manapun yang Alicia berikan akan kembali padanya."

Meski aku tahu jika mata itu akan kembali, aku yakin tidak akan ada orang yang mau memberikan organ tubuh mereka pada orang lain. Alicia mungkin satu-satunya orang yang mau melakukannya tanpa meminta imbalan apapun.

... Dia masih punya jalan yang panjang untuk menjadi wanita jahat yang sebenarnya.

Aku hanya bisa menghela nafas dan tersenyum saat melihatnya.

Dia benar-benar melakukannya. Dia benar-benar merelakan matanya untuk kakek Will.

Sekarang aku merasa jika wajah kakek Will menjadi lebih muda dari terakhir kali aku melihatnya... percaya atau tidak, tidak memiliki mata benar-benar memberikan pengaruh besar pada wajah seseorang.

"Hey! Dia cakep juga~!"

"Iya kan? Dia lumayan tampan."

"Eh..? Jadi tipemu yang begitu ya? Kau suka kakek-kakek?"

"Peduli amat dia sudah tua. Mata adalah jendela jiwa~. Dia kelihatan sexy sekarang."

"Umurnya 50 tahunan ya?"

"Aku selalu berpikir dia sudah tua karena rambutnya warna putih."

"Ya! Dan lagi, caranya berbicara sangat persis dengan orang tua LOL."

Kikikan heboh dan tawa dari para pemuda dan gadis desa sampai ke telingaku. Suara mereka bisa kudengar dengan jelas dan sepertinya mereka memang tidak berniat untuk mengecilkan suara mereka.

Aku tidak tahu apa kata-kata mereka itu pujian atau malah ejekan untuk kakek Will.

Tapi pendapat mereka soal usia kakek Will memang benar. Rasanya sekarang aku harus memanggil kakek dengan sebutan paman Will.

"Kakek Will." panggil Alicia.

Gadis itu menatap kakek Will tepat di matanya. Ekspresinya berkata jika dia mengerti apa yang dirasakan kakek WIll sekarang.

Dengan 1 matanya yang masih tersisa, dia berhasil menyampaikan perasaannya dengan lebih jelas. Rasa percaya dan bahagia. Rasa bangga karena sudah melakukan sesuatu yang sangat tepat. Tapi dia masih memiliki pertanyaan yang harus dijawab oleh kakek Will.

Kakek balik menatapnya, dan aku sadar jika kakek Will tahu apa yang ingin ditanyakan Alicia. Wajahnya mulai dipenuhi emosi. Rasa bahagia, kagum, terima kasih... semua itu tumpah ruah dan muncul di wajahnya. Tapi, di kedalaman matanya dan dari rapatnya ia menutup mulut, ada determinasi yang sangat kuat di sana. Akhirnya kakek Will siap untuk menjawab pertanyaan Alicia.

Hari itu... aku tahu jika ada sesuatu yang familiar dengan lukisan itu. Karena itu aku bertanya pada Duke soal lukisan yang digantung di dinding istana itu. Aku punya sebuah tebakan soal siapa orang itu, tapi sekarang aku yakin. Bahkan sebelum kakek mengatakan jawabannya, aku sudah tahu apa yang akan dia katakan.

"Namaku adalah Will Seeker."

Nada suaranya sangat pelan tapi terdengar sangat bijaksana. Kata-katanya menyebabkan udara di tempat ini menjadi terasa lebih berat dan dipenuhi dengan energi.

 



Komentar

Postingan Populer