I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 116

 Disclaimer: This novel isn't mine.

(•ω•)(•ω•)(•ω•)(•ω•)

Aku berbalik untuk melihat siapa pemilik suara itu.

Um... Dia siapa?

Mata coklat kemerahan itu sedang menatapku dari balik kacamata. Gadis itu memiliki wajah yang cantik dan sopan, semua orang pasti akan berpikir jika dia adalah nona muda yang selalu terlihat rapi dan teratur. Rambutnya digelung ke belakang, gaunnya terlihat rapi dan bersih tanpa noda.

"Maafkan aku, tapi kurasa akan lebih bijak jika kau meninggalkan akademi ini secepatnya."

Aku sempat ragu saat mendengarnya... Apa dia benar-benar mengatakan itu kepadaku?

Memangnya dia siapa? Padahal dia hanya terlihat sebagai anggota komite, lady A. Apa dia punya hak untuk menyuruhku pergi?

"Hah?" Gilles bersuara duluan karena aku terlalu terkejut untuk membalas perkataan gadis itu.

"Ya!" teriak seseorang dari keramaian. Teriakan itu kemudian diikuti teriakan lainnya.

"Jane benar!"

"Cepat pergi dari sini!"

Waah... Sekarang mereka malah ikut-ikutan. Apa opini seorang anggota komite biasa punya kekuatan sebesar ini? Padahal aku yakin jika orang setingkat anggota osis sekalipun tidak akan bisa mengumpulkan orang sebanyak ini dengan cepat.

Jadi putri yang sopan dan rapi ini bernama Jane? Seringai menang di wajahnya membuatku muak. Aku ingin menghilangkan seringaian itu dari wajahnya.

Suaranya melengkingnya juga tidak membantu. Telingaku malah tambah sakit.

"Um, Ali..."

Di saat yang sama, sebuah bogem mentah sudah mendarat di wajah Jane. Kurasa ini yang namanya 'urat sabar yang sudah putus'.

Menghinaku itu beda soal, oke. Tapi kenapa aku harus pergi dari akademi ini? Dan karena saat ini aku tidak bisa menggunakan sihirku sama sekali, aku terpaksa menggunakan kekuatan fisikku.

"Gehg!!" Jane mengeluarkan suara aneh yang sama sekali tidak mirip dengan suara aslinya.

Oooh... Pose terbangnya lumayan juga.

aku tidak pernah berpikir jika aku bisa melihat hasil latihanku secepat ini.

Sebenarnya aku tidak berniat membuatnya terbang sejauh itu... Jika dia sampai meninggal dunia aku mungkin akan langsung dikeluarkan dari akademi ini. Tapi, aku tidak memukulnya SEKERAS itu! Jadi seharusnya dia tidak akan mati.

Ah, tapi sepertinya hidungnya patah.

Jane jatuh di atas rerumputan dengan suara 'bruk' keras.

Ya ampun... Saat aku melihatnya, ada begitu banyak darah yang keluar dari hidungnya. Sepertinya dia juga pingsan.

Mata Gilles terlihat sangat bulat saat dia menatapku. Di sisi lain para murid langsung terdiam dan tidak mengatakan apa-apa. Aku sempat berpikir jika semua kemarahan mereka hanya prank yang tidak lucu.

Ah... Tanganku terasa agak sakit. Serangan fisik seperti ini adalah kartu as terakhirku. Memukul seseorang itu sangat sakit.

"Aku tidak akan dikeluarkan gara-gara ini kan?" tanyaku pada Gilles, tapi bocah itu sama sekali tidak menjawab pertanyaanku. Apa dia masih terkejut ya?

Hm... Sambil menunggu otak Gilles kembali, haruskah aku mengancam mereka? 

Aku membalikkan badanku dan menatap mereka semua.

Rasa takut dan waspada tercetak jelas di wajah mereka.

Benar. Ini adalah tatapan yang kuinginkan.

"Apa ada yang ingin lagi?" tanyaku dengan ramah. Sebuah senyum kejam terpasang di wajahku, dan aku mengulurkan tanganku seakan sedang menawarkan sandwich mahal pada mereka.

Sesaat setelah aku mengatakannya, aku sadar jika kata-kataku terdengar sangat gila. Aku ingin memukul diriku beberapa detik yang lalu karena sudah berkata seperti itu tanpa pikir panjang. Jika begini aku kan kedengaran seperti preman pasar biasa! Harusnya aku mengatakannya dengan cara yang lebih elegan! Tapi semua sudah terlambat, nasi sudah menjadi bubur.

Saat mereka mendengar kata-kataku, wajah mereka berubah menjadi seputih kertas.

Lebih tepatnya, mereka terlihat sangat ketakutan. Saking takutnya, jika mereka ditanya apa yang sedang terjadi, aku yakin jika mereka tidak akan bisa membuka mulut mereka. Kalaupun mereka bisa menjawab, aku yakin mereka pasti bilang 'Tidak ada apa-apa!' dengan suara gemetaran, lalu mereka akan kabur secepat mungkin.

Mereka benar-benar lemah.

Menyedihkan.

"Ufufufufu!"

Aku langsung merinding saat mendengar tawa itu. Kalau kau mengalami hal seperti ini, kau pasti juga akan berpikir kalau itu sangat... Creepy, kan?

Aku menoleh ke arah suara itu dan ternyata tawa itu berasal dari seseorang yang sedang duduk di atas pohon tidak jauh dari tempatku berdiri.

Saat mata kami bertemu, gadis itu tiba-tiba melompat turun. Dia membersihkan roknya dan kemudian berjalan ke arahku.

Saat itu aku merasa jika sebaiknya aku tidak berurusan dengannya.

Meski gadis itu lebih tinggi dari Gilles, dia masih terlihat mungil. Matanya besar, bundar, dan berwarna seperti raspberry, rambutnya berwarna peach dan diikat twintail... Dia terlihat seperti boneka. Seorang boneka yang sangat imut.

Saat dia mendekatiku, aku bisa mencium aroma yang sangat manis.

"Hai, Alicia-chan~! Namaku Mel! Senang berkenalan denganmu!" sapanya dengan riang dan dengan nada ceria yang imut.

Berbanding terbalik dengan sapaan cerianya, Mel langsung memperhatikanku dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan serius. Beberapa saat kemudian dia tersenyum.

"Aww~ kau sangat imuuut! Kulit halus itu, dan mata menawan itu... Walau hanya ada 1, tapi kau terlihat sangat cantik! Aku jadi ingin memakanmu~!" ucapnya sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku.

Intuisiku berteriak untuk menjauhi gadis ini... Agar aku tidak berhubungan dengannya. Dia terasa sangat berbahaya. Rasanya seperti ada aura gelap yang selalu mengelilingi tubuhnya, dan aura itu seakan berkata jika aku akan terbakar saat mendekatinya.

Sepertinya Gilles juga berpikiran sama denganku. Matanya terlihat sedikit goyah dan seakan berkata jika gadis yang ada di depan kami bukan gadis biasa.

"Jika kau mencari kakak-kakakmu, mereka ada di ruang osis." kata Mel dengan senyuman terkembang. Aku tidak tahu apa yang membuatnya bisa sesenang itu.

"Dan kau tahu~, dari yang kulihat, situasi di sana juga tidak begitu kondusif. Para anggota osis sedang bersitegang sekarang~. Bahkan sepertinya mereka sudah saling benci! Ah, benar juga! Ngomong-ngomong... Ali-Ali, tunanganmu jadi ketua osis di sini."

Huh? Ali-Ali?

"Dan dari yang kudengar~ sepertinya tunanganmu sangat tidak akur dengan Liz-chan, wakil ketua osis tercinta kami... Kira-kira ini salah siapa ya...~." tanyanya sambil mengedipkan mata. "Terima kasih, kau sudah membuat akademi ini jadi kacau~."

Kenapa dia terlihat bahagia saat mengatakannya?

"Ah, ngomong-ngomong aku 1 kelas dengan Henry dan Alan~."

"Eh, kau sudah 18 tahun?"

"Yup, usiaku 18 tahun. Kau boleh memanggilku Mel, oke."

Dari penampilannya kau tidak akan pernah menyangka jika dia sudah berusia 18 tahun... Dan caranya berbicara itu membuatnya terlihat jauh lebih muda.

Mata Mel mengarah pada Gilles dan mengamatinya dengan cepat.

"Kau juga imut. Siapa namamu?"

"..."

"Kau tidak bisa bicara?" tanyanya dengan suara agak keras. Mungkin Mel berpikir jika Gilles kesulitan mendengar pertanyaannya.

"Namanya Gilles." jawabku mengantikan anak itu. 

"Oooh..." ucapnya dengan mata penuh kalkulasi.

Entah kenapa, tatapan itu membuatku takut. Gadis ini benar-benar berbahaya, aku bisa merasakannya. Seluruh sel ditubuhku berteriak agar aku segera menjauh.

"Oh, Ali-Ali. Kau tidak perlu waspada begitu kepadaku." kata Mel sambil tersenyum manis.

Setelah itu dia menggenggam tanganku dan Gilles dengan erat.

Di saat yang sama, pemandangan di depan kami mulai berputar dan bercampur aduk.

Ah, sihir transportasi...

... Jadi dia juga bisa melakukannya...

Aku menutup mataku dan menarik nafas dalam-dalam. Gilles juga sepertinya tahu apa yang sedang terjadi, karena itu dia juga menutup matanya.

Di saat seperti ini, yg harus kau lakukan adalah berusaha menahan mualmu sebaik mungkin. Aku tidak bisa membiarkan diriku merasa mual hanya karena transportasi dadakan seperti ini.





Komentar

Postingan Populer