NGNL 6 Chapter 0. Opening Talk
Disclaimer: No Game No Life punya Yuu Kamiya.
XXXX
Saat dia masih anak-anak, dia berpikir jika dunia ini sangat
sederhana. Tidak ada pertandingan yang tidak bisa dimenangkan. Kerja keras
pasti mendapatkan hasil yang setimpal. Semuanya bisa dilakukan jika ada
kemauan. Apa yang dia percayai saat masih menjadi anak-anak yang bodoh dan
kurang pengetahuan, saat dia masih bisa melihat dunia dengan mata berbinar… apa
semua itu salah?
… Apa itu benar-benar salah?
….
Di dalam ruang sempit yang hanya diterangi dengan lampu
remang-remang, anak itu mengambil satu bidak. Hanya ada dia di dalam sana.
Meski begitu, anak itu menatap tajam sosok yang hanya bisa dia lihat… Jauh di
dalam kegelapan sosok itu juga sedang merenung, sama seperti dirinya.
Game pada akhirnya hanyalah mainan anak-anak. Saat sedang
sendirian, anak itu membayangkan sesosok lawan dengan kekuatan sempurna dan
kemudian dia meletakkan bidak yang dia pegang di papan dengan hati-hati. Sama
seperti yang dia lakukan sebelum ini. Di luar ruangan, teror dan ketidak
pastian–rasa putus asa dari mereka yang tidak bisa mengetahui apa yang akan
terjadi setelahnya–pun membekukan kegelapan malam itu. Akan tetapi, suasana di
dalam ruangan itu terasa seperti sebuah dunia lain. Cahaya temaram itu
memancarkan panas yang semakin besar. Dengan sebuah bidak di tangannya, anak
itu kembali merenung.
Saat seseorang tumbuh dewasa, mereka semua pasti akan mulai
meninggalkan game. Kenapa? Karena mereka tidak punya waktu bermain? Karena
dunia ini tidak sesimpel game? Apapun alasannya, saat seseorang menjadi dewasa
mereka akan menganggap game sebagai sesuatu yang kekanakan… Tapi anak itu tidak
pernah berpikir seperti itu. Dia hanya memikirkan langkah selanjutnya yang
harus dia buat dan kemudian dia meletakkan bidak yang dia pegang di atas papan.
Dia adalah anak yang selalu dan selalu bermain game
sendirian. Dia tumbuh sambil menerima tatapan aneh dari orang-orang yang ada di
sekitarnya, tapi dia tetap memainkannya. Anak itu tidak mengerti alasan di
balik tatapan aneh itu. Tapi yang dia tahu, saat dia duduk menyendiri di dalam
kegelapan, ‘dia’ selalu duduk di seberangnya. Di mata anak itu, ‘dia’ memiliki
umur yang sama dengannya, dan selalu tersenyum lebar kearahnya.
Anak itu berpikir jika ‘dia’ sangat kuat. ‘Dia’ selalu bisa
berpikir lebih jauh, dan anak itu selalu kalah darinya. Semua itu terasa
normal, seakan dia memang tidak punya kesempatan untuk menang meski hanya
sekali. Perasaan yang muncul dari semua itu terasa … sangat menyenangkan, karenanya anak itu kembali menantang ‘dia’.
Sepanjang yang diketahui orang lain, anak itu selalu sendirian, tapi bagi anak
itu, ada mereka berdua di sana. Itu saja. Di dalam kegelapan ‘dia’ tidak pernah
berbicara. Tapi ‘dia’ selalu menemukan cara untuk mengungguli strategi anak
itu… ‘dia’ memiliki permainan yang lebih sempurna.
Langkah yang lebih tepat. Taktik yang lebih hebat! Strategi
yang lebih tinggi! ‘Dia’ selalu menggodanya dari dalam kegelapan, dan anak itu
menjawab tantangan itu dengan senyum yang tidak kalah lebarnya.
… Di mata orang lain anak itu selalu sendirian, tapi dia
tidak peduli. Dunianya sangat sederhana dan murni. Menang, kalah, atau seri…
hanya ada 3 hal itu saja. Tidak peduli apa hasilnya, meski pada akhirnya dia
selalu kalah, dia akan mencari cara untuk menang di pertandingan selanjutnya.
Itu… adalah dunia anak itu.
Tapi dunia di luar sana berhasil menghancurkan dunia
pribadinya tanpa ampun.
… Tidak ada peringatan sebelumnya. Sinar yang sangat terang
itu masuk ke dalam ruangan remang-remang tempatnya berada, karenanya anak itu
berdiri dan menghampiri jendela. Langit malam yang seharusnya diliputi
kegelapan sekarang berwarna putih cemerlang. Orang tuanya langsung masuk ke
dalam kamarnya, berteriak, dan langsung mencengkram tangannya. Dia yang tidak
tahu apa-apa hanya bisa memberikan respon yang sangat lambat. Beberapa saat
kemudian, sebuah pilar cahaya muncul dan menghubungkan dunia tempatnya berada
dengan surga. Kedua orang tuanya langsung menariknya dan kemudian meneriakkan
sesuatu. Wajah mereka terlihat sangat pucat. Saat itulah anak itu menjulurkan
tangannya.
… Permainan belum berakhir.
Anak itu langsung mengambil papan catur yang baru saja dia
mainkan bersama’nya’, mendekapnya di dada, dan kemudian… saat dia membuka
matanya, muncullah sebuah cahaya terlihat sangat terang seakan bisa membakar
matanya.
…
Mereka benar. Dunia tidak sesimpel game. Anak yang terbangun
karena bau daging gosong itu pun akhirnya sadar. Dia langsung membebaskan diri
dari pelukan sang ibu yang sudah terbakar dan kemudian memperhatikan daerah
sekitarnya. Apa yang ada di depan matanya berhasil menghancurkan dunia
kecilnya. Semua hal yang tidak masuk akal itu berhasil menguasai semua
inderanya. Rasa darah di mulutnya. Bau daging terbakar yang menusuk hidungnya.
Telinganya yang hanya bisa mendengar kesunyian neraka. Kulitnya yang merasakan
panas menyengat. Dan penglihatanya… yang dipenuhi pemandangan kehancuran sejauh
mata memandang. Anak itu pun menatap langit. Langit di atas sana terlihat
seperti kanopi merah yang bisa jatuh kapan saja… bukti kehancuran yang sangat
nyata. Para dewa selalu berperang karena alasan sepele tanpa memikirkan manusia
yang ada di bawahnya. Hanya karena satu serangan yang salah sasaran saja…
seluruh dunia dan orang-orang yang ada di dalamnya langsung hancur tanpa sisa.
Mereka benar. Dunia tidak sesimpel game. Itu
semua karena dunia ini tidak memiliki peraturan. Tidak ada peraturan di
dunia ini. Tidak ada yang bisa disalahkan. Tidak ada… bahkan sejak awal
penciptaan dunia ini. Tiba-tiba anak itu berdiri saat melihat sesosok bayangan
yang terlihat di antara asap dan debu yang berterbangan. Sosok itu pun
menyadari keberadaan anak itu dengan cepat.
Anak itu menatap sosok yang sudah mengambil semua darinya…
si penghancur, begitu pikirnya. Dia pun berpikir ’Ya. Bagi mereka, manusia bukan pemain’. Mereka menghancurkan dunia
nya (kami) tanpa berpikir panjang seakan kami manusia hanya debu yang tidak
berharga. Di tengah kehancuran ini… di antara api dan bebatuan ini, dia bisa
melihat sosok yang mirip dengan manusia itu, tapi…
“....”
Saat anak itu sadar jika dirinya sedang ditatap balik, dia
langsung berbalik dan menyeret kakinya. Dia mengabaikan tatapan yang dia
rasakan di punggungnya dan mulai berjalan ke tempat yang sangat jauh dari sini.
Semua untuk bertahan hidup. Hari itu, sambil memegang papan caturnya dengan
sangat erat, anak itu telah menjadi seorang laki-laki.
Dunia ini dipenuhi kekacauan, tidak memiliki masa depan, dan
hanya dipenuhi dengan kebetulan acak. Tidak masuk akal, absurd, dan tidak
berarti. Tapi ditengah semua itu, di mana dia bisa menemukan… waktu untuk
bermain?
+++
Saat ini, sudah 6000 tahun berlalu sejak berakhirnya Perang
Besar yang mengguncang surga dan dunia serta membunuh planet-planet. 6000 tahun
telah berlalu sejak konflik untuk memperebutkan posisi sebagai One True God
yang memiliki kekuatan penuh untuk mengatur dunia ini. Ini adalah dunia dimana
dewa yang berhasil mendapatkannya secara default–Tet–telah menetapkan 10
Perjanjian. Sebuah dunia di atas papan permainan yang memaksa semua pihak yang
berseteru menyelesaikan semua masalah mereka dengan menggunakan game–Disboard.
Di dunia ini, di benua bernama Lucia yang berada di sebelah barat, ada sebuah
kota di sana.
“Persemakmuran Sementara” Elkia–Ibu kota, Elkia. Sebuah kota
yang beberapa bulan yang lalu hampir saja hancur dan tenggelam dalam
keputusasaan. Kota terakhir dari Exceed peringkat terakhir, Immanity. Tapi
sekarang keadaan telah berubah. Tiga negara…
Eastern Union,
negara para Werebeast yang tersusun dari ratusan pulau.
Oceand, negara
dimana para SIren dan Dhampire hidup di bawah laut.
Avant Heim, surga
dimana malaikat Flügel tinggal
… Dengan populasi 4 ras telah berhasil ditaklukkan oleh raja
dan ratu baru tepat setelah penobatan mereka. Kota ini sekarang menjadi ibu
kota dari sebuah persemakmuran yang kian berkembang. Jalan utama kota dipenuhi
oleh berbagai aktivitas. Para pedagang dan petani yang baru saja
mendapatkan–atau mungkin kehilangan–banyak tanah dan sumber daya. Pengerajin
yang membeli dagangan mereka. Mereka semua berpergian dari dan ke dengan
menggunakan kuda. Suara percakapan mereka terdengar saling tumpang tindih
dengan suara lainnya.
Dunia dimana semua perselisihan dan konflik diselesaikan
dengan menggunakan game. Ya, rasanya dunia itu terdengar sangat simple. Akan
tetapi, perubahan ini terjadi terlalu cepat. Immanity mulai mencaplok ras-ras
lain dan beberapa negara dengan menggunakan game dan kemudian membuat mereka
semua menjadi sekutunya. Tidak peduli bagaimana kau menghiasi kata-katamu,
semua yang dilakukan oleh raja dan ratu baru Immanity adalah sebuah kebijakan
agresi. Berkata jika semua negara itu telah menjadi suatu persemakmuran…
terdengar terlalu baik. Di bawah kondisi seperti ini, para penguasa seharusnya
berada dalam kondisi kacau karena mereka saling memperebutkan kekuasaan. Itu
adalah hal normal dalam kondisi seperti ini.
… Hal itu pasti akan terjadi jika raja dan ratu yang baru…
kakak beradik bernama Sora dan Shiro tidak turun tangan. Mereka memenangkan
game antar negara… bermain demi mendapatkan kekuasaan… menelan mereka semua dan
kemudian… berhasil menjalankan peperangan
tanpa darah, tanpa ada seseorangpun yang kehilangan nyawanya.
Di jalanan yang ramai itu, kau bisa menemukan para Werebeast
dengan mudah. Konsep dari pembentukan persemakmuran multiras adalah untuk
melampaui batasan antara ke-16 ras Exceed sedikit demi sedikit. Mungkin hal ini
terdengar mustahil, tapi hasil dari niat baik itu perlahan-lahan mulai
terlihat.
Dunia sedang berubah dan kota ini, Elkia menjadi pusatnya.
Pasti ada beberapa orang yang merasa agak tidak nyaman dengan firasat itu. Tapi
pada saat yang sama, hati orang-orang mulai berdegup dan mata mereka berkilau.
Karena tidak bisa dipungkiri lagi, mereka adalah saksi mata dari revolusi dunia
ini.
… Jadi, kembali ke topik utama. Seperti yang diceritakan
tadi, 10 Perjanjian yang ditetapkan oleh One True God menyebabkan semua masalah
didunia ini harus diselesaikan dengan menggunakan game. Sedangkan One True God,
Tet, tidakkah kau penasaran bagaimana dia menghabiskan hari-harinya? Bagaimana
sosok omnipoten itu hidup? Hari ini, aku akan memberimu servis spesial dan
memberitahukannya kepadamu. Sekarang, di sebuah gang di Elkia, dia sedang
dicolek dengan menggunakan tongkat oleh sesosok gadis Werebeast…
“Hey! Hey, kau. Apa kau hampir mati, desu?”
… One True God sekarang sedang terbaring di tanah.
“… Se-Sekarang, saat kupikir lagi… Immanity… mati jika mereka tidak makan… iya kan?”
“Aku juga, desu. Apa kau bodoh, desu?”
Saat hinaan itu diucapkan oleh seorang gadis dengan wajah
polos, Tet pun semakin menekankan wajahnya ke tanah. Gadis Werebeast dengan
rambut hitam dan telinga seperti fennec fox itu bernama Hatsune Izuna. Dia
adalah mantan duta besar dari Eastern Union untuk Elkia, dan sekarang dia
adalah teman bermain dari raja dan ratu Elkia yang baru… ah, maaf. Dia adalah
penasihat mereka berdua. Saat Izuna mencoleknya, Tet pun berpikir. Meski ini
adalah kali pertamanya menyamar menjadi seorang Immanity, dia seharusnya memang
tidak melakukan ini.
… Jadi, apa yang dilakukan One True God di tempat seperti
ini? Apa dia hanya… membuang waktu? Kau tahu, menjadi One True God sangatlah
membosankan. Kau tidak bisa berkata “Aku adalah One True God” Pada orang lain,
tapi mengamati dunia tanpa melakukan apa-apa hanya akan membuatmu merasa bosan.
Dan lagi, Tet adalah dewa game, tentu saja sekali-kali dia ingin bermain game
dengan seseorang. Dia pun memutuskan untuk menyamar sebagai anggota ras yang
ingin dia susupi dan kemudian membatasi kekuatannya sendiri. Setelah itu dia
akan menjelajahi dunia, bermain satu atau dua game, dan kemudian pulang ke
rumah—itulah yang dilakukan Tet, One True God untuk mengisi waktu luangnya yang
tidak terbatas. Hari ini, karena dia merasa bosan, dia pun memutuskan untuk
pergi mengunjungi Sora dan Shiro, tapi…
‘Aku tidak sengaja
jatuh di sini. Hehe~!’
… Sepertinya sebelum dia sempat mampir, dia sudah keburu terkapar kehabisan tenaga. Dia merubah
dirinya menjadi seorang Immanity, berjalan selama beberapa hari tanpa makan,
dan sekarang lihatlah hasilnya. Tet hanya bisa merasa kagum dengan kerapuhan
ras Immanity yang sudah berada di luar imajinasinya. Dan sekarang, sang One
True God merasa sangat marah… ah, yang benar merasa sangat lapar…
“…. Ini. Makan ini, desu.”
Setelah berkata begitu, Izuna menyodorkan salah satu ikan
yang dia bawa. Mata sang One True God—yang mulai berkilauan seakan dia sedang
berada di depan sosok dewi—menatap Izuna dan kemudian dia bertanya.
“Be-benarkah?
“… Ambil saja, desu. Cepat sebelum aku berubah pikiran,
desu.”
“… Mereka bilang kita semua akan melakukan perjalanan jauh,
jadi aku harus membeli makanan dulu, desu.”
Saat Izuna sibuk bergumam, Tet memperhatikan tas kulit
raksasa yang ada di belakang gadis itu.
“Uh, jadi mereka memintamu membeli makanan untuk kalian
semua?”
“…? Ini semua milikku, desu. Mereka semua sudah membeli
barang dan makanan mereka sendiri, desu.”
Sasuga Werebeast. Sepertinya mereka memang membutuhkan sebegitu
banyak kalori untuk menjaga kemampuan fisik mereka.
“Aku hanya memberimu sedikit, desu. Mereka hanya memberiku 300 en untuk uang jajan, jadi aku tidak
bisa mendapatkan banyak makanan, desu.”
Tet tahu jika banyaknya uang yang dimaksud oleh Izuna adalah
300 keping emas, tapi dia tidak
mengatakannya pada gadis itu. Dia pun menerima pemberiaan dewi itu, tapi…
“Tapi aku tidak punya barang sebagai penggantinya… Oh, aku
tahu. Apa kau mau main game denganku?”
Telinga Izuna langsung naik saat mendengar ajakan dari Tet
yang sedang sibuk memakan ikan yang ada di tangannya. ‘Ingin bermain game?’ ekspresi Tet saat mengatakannya memicu indera
Werebeast miliknya.
“… Kau sepertinya kuat, desu?”
“Ehehehe! Aku tidak bermaksud untuk pamer, tapi aku memang
tidak pernah kalah selama hidupku. Kecuali satu kali!
“Oke! Ayo main, desu!”
…..
“Kenapa… kenapa aku tidak bisa menang darimu, desu!?”
Satu jam. Mereka bermain kartu hingga Izuna 9 kali kalah dan
0 kali menang.
“Ahahahaha! Jika kau tidak bisa mengalahkan mereka berdua,
tidak mungkin kau bisa mengalahkanku!”
“… Mereka berdua? Kau kenal Sora dan Shiro, desu?”
… Bagus. Tet
tertawa pada dirinya sendiri. Setelah itu dia melihat ‘Filsuf muda’ yang ada di
depannya dan berkata,
“… Oke, ayo lakukan ini. Aku akan menceritakan sebuah kisah
padamu saat kita bermain.”
“Kau hanya ingin menggangguku, desu. Sama seperti Sora,
desu.”
“Ahahaha. Jangan khawatir. Aku tidak akan melakukannya… mau
bagaimanapun juga aku pasti menang!”
“… Aku akan menendang bokongmu, desu.”
Izuna menatap kartunya dengan sangat tajam seakan dia ingin
melihat Tet yang ada di baliknya.
“Kalau kau mau bicara, bicara saja, desu. Aku pasti menang,
sialan! Desu.”
Tet hanya tersenyum simpul sambil menatap ke kejauhan.
“Tapi cerita ini… kau tahu, ini bukan cerita yang kau dengar
tiap hari. Kuberitahu saja, kau pasti belum pernah dengar cerita ini, iya kan?”
“… Aku tidak dengar, desu.”
Izuna sebenarnya bisa mendengarkan perkataan Tet, dan dewa
itu hanya terkikik geli.
“Kalau kau tidak bisa dengar, tidak apa-apa. Terserah sajalah.
Lagipula ini adalah cerita mitos yang
tidak pernah diceritakan oleh siapapun.”
Ingatan yang muncul karena sosok Werebeast yang ada di
depannya pun menjadi awalan dari cerita Tet sang One True God—Zaman dahulu kala…
“Ada sebuah perang besar yang sangat-sangat-sangat amat
bodoh… mereka bilang…”
Komentar
Posting Komentar