I’ll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 22

“Istana...?”

Kenapa orang yang pernah bekerja di istana bisa berakhir di tempat seperti ini...

“Aku tidak setuju dengan beberapa orang berpengaruh saat itu dan saat aku mengatakan keberatanku, mereka sangat marah. Mereka membuatku buta dan mengirimku ke tempat ini.”

“Memangnya... keberatan apa yang kakek miliki?” Suaraku sedikit bergetar saat menanyakannya.

“Siapa namamu?”

“Alicia.”

“Aku mengerti. Alicia... nama yang bagus. Namaku Will... Will saja.” Katanya sambil mengusap kepalaku.

Apakah dia bisa mengetahui ekspresi wajahku saat ini ya... sekarang wajahku terlihat tenang dan serius.

“Alicia, kau mungkin belum memahami hal ini. Tapi, hanya karena kita selalu melakukan hal yang kita anggap benar selama ini bukan artinya jika kita harus membatasi diri kita dalam hal itu. Kau pasti tahu apa artinya belajar dari masa lalu?”

Meskipun aku tahu jika dia sedang menunggu reaksi dariku, aku sama sekali tidak bisa mengatakan apa-apa.

“Belajar dari masa lalu tidak berarti membenarkan semua hal baik yang dilakukan oleh pendahulu kita dan terus melakukannya hingga saat ini. Daripada menggunakan cara lama yang berhasil dulu kala, kita harusnya mempelajari dan memperbaikinya. Itu artinya kita ikut berkembang sebagai masyarakat dan negara setelah kita belajar dari kesalahan yang mereka buat sepanjang sejarah.”

Tanpa menyadarinya, saat aku sedang mendengarkan penjelasan kakek Will, air mata menetes dari mataku.

Kakek Will menyeka air mataku dengan lembut.

“Kau anak pandai. Untuk membuat pilihan bijaksana, kau harus mengetahui semua pengetahuan penting dalam berbagai bidang. Tapi jangan lupa, pengetahuan tanpa kebijaksanaan sama sekali tidak ada artinya.”

“Kakek Will, karena istana... apa sekarang kau membenci para bangsawan?”

Saat mendengar pertanyaanku wajahnya menjadi sedikit kaku.

“Aku akan berbohong jika aku berkata tidak membenci mereka. Bahkan sekarang aku masih bisa mendengar diriku yang dulu selalu memanggilku dalam mimpi, menggodaku dengan semua keindahan masa laluku. Tapi saat aku berhasil meraihnya, tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Momen itu masih menyiksaku dari waktu ke waktu. Tapi aku tidak menyesal, dan aku bisa menerima perasaan itu. Aku tetap berpikir jika apa yang kulakukan tidak salah. Dan aku percaya jika akan datang waktu di mana semua orang mengetahuinya. Berkat itu, aku bisa terus hidup dengan bangga hingga hari ini.”

Aku mulai merasa malu pada diriku sendiri. Karena baru pertama kalinya dalam 8 tahun hidupku, aku mengerti seberapa beruntungnya diriku.

Air mataku mengalir lebih cepat. Aku menangis sesenggukan sekarang. Aku tahu jika hal ini sangat memalukan, tapi aku tidak bisa berhenti menangis.

Laki-laki ini kehilangan penglihatannya karena dia membuat seorang bangsawan sepertiku marah, dan aku hidup tanpa mengetahui hal seperti ini. Lalu apa? mencoba menjadi wanita jahat? Setelah mendengar cerita seperti ini, aku merasa jika diriku merasa sangat naif dan bodoh. Berbagai macam perasaan sekarang bergelut dalam dadaku dan aku tidak bisa menahan air mata yang terus jatuh membasahi wajahku.

Tanpa mengatakan apa-apa, kakek Will mulai menepuk punggungku untuk menenangkanku. Aku bersumpah, aku tidak akan pernah melupakan kehangatan yang dia tunjukkan padaku saat ini, selamanya.

Aku tidak mau menutupi aspirasiku yang ingin menjadi seorang wanita jahat, jadi aku memberitahukan semuanya pada kakek Will.

Dan aku juga memberitahu alasan kenapa aku datang ke desa ini.

Kakek Will hanya diam dan mendengarkan penjelasanku.

Dan saat aku sudah selesai menjelaskan semuanya, dia hanya tersenyum lembut sambil menepuk kepalaku.

“Kau bensr-benar pintar.” Katanya sambil menyeka air mata yang masih membekas di wajahku.

Aku yakin jika sekarang wajahku terlihat sangat berantakan. Apakah aku masih bisa membuka mataku besok pagi setelah aku menangis sekeras ini sekarang?

  “Jadi kau sudah belajar berpedang dan membaca banyak sekali buku yang ada diperpustakaan agar bisa menjadi wanita jahat yang hebat...”

Aku mengangguk pada kakek Will.

Kakek Will hanya tersenyum, matanya terlihat seperti berkerling.

“Jangan pernah kehilangan ambisi itu.”

Tidak kuduga, sepertinya dia tidak menyuruhku berhenti menjadi seorang wanita jahat... dia bahkan menyemangatiku? Kenapa ya...

Wanita jahat adalah orang yang jahat, kau tahu. Dia adalah wanita yang tidak perduli soal apa yang terjadi pada orang lain selama dirinya bisa hidup dengan bahagia...

“Kau harus pulang sekarang.”

“Aku akan datang lagi.”

Saat mendengarnya, wajah Kakek Will terlihat tidak terlalu menyukainya.

“Lebih baik kau tidak datang ke sini lagi.”

“Tidak. Aku masih ingin berbicara dengan kakek Will.”

Meskipun kakek terlihat khawatir, dia tidak bisa tidak tersenyum saat mendengar kata-kataku. Jadi, daripada mengatakan agar aku tidak berkunjung lagi, yang dia katakan adalah “Terima kasih.”

Aku berpikir jika mungkin kakek Will sudah tahu kalau aku sangat keras kepala, dan saat aku memutuskan untuk melakukan sesuatu aku tidak akan menyerah hingga akhir.

Dengan begitu, aku meninggalkan rumah kakek Will dan kembali menyusuri jalanan desa.

Saat aku berada di luar rumah, aku diserang oleh bau tidak enak itu lagi. Aku menututp hidungku dengan tangan agar aku bisa menghindari dari bau itu, aku juga mempercepat langkah kakiku.

Beberapa menit kemudian, aku berjalan melewati kabut dan sampai di tepi hutan. Aku menyalakan lenteraku dan mulai berlari pulang.

Saat ini mataku sudah terbiasa dengan kegelapan hutan, aku sama sekali tidak merasa takut seperti yang sebelumnya. Saat aku sedang berlari pulang, ada banyak hal baru yang bisa kulihat.

Dengan kata lain, desa itu hanyalah sebuah tempat di mana orang-orang dipaksa membusuk dan merasakan apa yang namanya putus asa.

Aku memang tidak mau pergi ke sana lagi, tapi aku masih ingin berbicara dengan kakek Will. Karena dari semua kenalanku, hanya dialah yang paling bijak.




Komentar

Postingan Populer