NGNL Vol. 7 Chapter 2 Part 7

 Disclaimer: Novel ini bukan punya saya.



 “.... Aku mengerti. Perkataanmu ada benarnya...”

Ino berbalik sekali lagi dan menatap Sora. Sora pun bertanya dengan suara pelan.

 “... Ngomong-ngomong, apa aku boleh bertanya juga?”

 “Apa?”

 “... Punyamu. Ukurannya kurang lebih sebesar tanganku. Apa itu memang selalu seperti itu? Atau ukurannya jadi seperti itu saat darurat saja?”

Ino berbalik sekali lagi dan berjalan keluar sambil menjawab pertanyaan Sora.

 “Hahaha! Tidak sepertimu, Sora-sama. Aku selalu mempertimbangkan perasaan orang lain. Aku juga tidak ingin mengakibatkan luka yang tidak diinginkan, yang mulai. Karena itu aku menolak untuk menjawab pertanyaanmu.”

 “Itu juga jawaban? Iya kan? Aku benar kan!?”

Sora berteriak marah pada Ino yang terus berjalan sambil tertawa keras. Setelah itu—poik.

 “Master, kau tidak perlu mengorbankan telingamu untuk mendengarkan gonggongan anjing itu.”

Sepertinya Jibril yang sudah bebas dari hukuman Shiro mengintip dirinya yang ada di balik pembatas.

 “Bukannya orang-orang di dunia master juga mengatakan hal seperti ini? ‘Jangan berlebihan’? Bukannya wanita lebih senang jika ukuran ‘itu’ tidak terlalu besar~~.”

 

Sora bisa merasa jika semua wanita yang ada di balik pembatas menganggukkan kepala mereka.

 

 “... Aku merasa terisolasi di sini. Mungkinkah...?”

Ya Tuhan... Apa ini situasi di mana aku satu-satunya orang yang tidak punya pengalaman? Jika begitu, aku tidak akan bisa bangkit dari keputusasaan itu. Sora menangis dalam hati.

 “Jangan khawatir, master. Aku sendiri juga tidak pernah merasakannya. Dora-chan sendiri pasti hanya tahu soal itu dari buku...”

 “... Apa!? Tidak-tidak... Aku... Tunggu. Aku tidak bisa menolak atau membenarkannya, iya kan!? Ma-maksudku, kalau itu benar-benar seukuran tangan Sora... mau kau punya pengalaman atau tidak.... Itu sudah pasti akan membunuhmu!”

 “Aku.. bahkan... sudah tidak... peduli... Semuanya... tentang pak tua... itu sangat...menakutkan... hii.”

Mata Sora menyipit saat mendengar respon tidak terduga dari para wanita. Terima kasih Tuhan... yang berpikir seperti itu bukan cuma aku.

 “Kalau boleh menambahkan, sebelum sosokmu berubah sesuai dengan jumlah dadu yang sekarang kau pegang, kau tidak perlu khawatir atau merasa sedih.”

 “Be-benarkah...? Pu-punyaku tidak apa-apa?”

Bukan Sora yang hanya memiliki 2 dadu dan berusia 3,6 tahun, tapi Sora asli yang berusia 18 tahun. Dia tidak tahu dari mana Jibril mendapatkan informasi itu, tapi jika perpustakaan berjalan ini—ahem, perpustakaan kataklismik berjalan ini—berkata seperti itu, maka mungkin dia...

 “Ya, ukuran master masih termasuk dalam kategori fun-sized. Jika ingatanku benar, ukuran itu sangat cocok untuk anak kecil~.”

 “... Jibril... kau, dimaafkan... Kau baru... saja mengatakan... informasi terbaik...”

 “Aku menyerah. Selesai sudah. Mari kita kembali ke sosok asli kita...”

Ya, ayo kita mulai hidup baru. Sora menangis dalam hati.

 “Oh, master, tunggu sebentar! Yang perlu dilakukan budak penurutmu—Jibril ini hanyalah membentuk ulang tubuh dewasaku menjadi tubuh anak kecil!”

 “... Jibril... kau tidak... dimaafkan... Tenggelamlah... dalam kolam.. hitung... dosa yang... sudah kau perbuat...!”

Perintah Shiro diikuti oleh suara deburan air yang keras. Jibril menyelam seperti sebuah batu dan langsung mendarat di dasar kolam.

Grbrbrbrbubrbebububub!

Oooh!Aku diinjak master lagi.... Bahagianya!!

 “... Jibril, kau lagi apa sekarang?”

Setelah memunculkan banyak gelembung sabun karena kesulitan menggunakan sihirnya—Jibril memasukkan pertanyaan itu ke dalam otaknya dan mengesampingkannya. Sora menghela nafas lelah.

Percakapan santai mereka sangat tidak cocok dengan game yang dipenuhi pengkhianatan, tipuan, dan pembunuhan ini.

 “Aaah, aku kembali hidup... Sihir dari pemandian air panas milik Elf katanya bisa menghilangkan rasa lelah dan mempercantik wajahmu...”

Steph adalah satu-satunya orang yang menyerah untuk berpikir. Dia terus berkata ‘Nyaman sekali pemandian ini!’ dan melarikan diri dari kenyataan.

XXXXXXX

Sora bangun dan menatap ke sekelilingnya. Dia menggaruk kepalanya sambil berpikir jika mungkin saja dia sudah memaksakan diri lebih dari biasanya. Dia ingat keluar dari dalam kolam dan membagikan dadu pada anggota kelompoknya, tapi hanya itu yang dia ingat. Manusia yang terus menerus bertahan dalam cobaan yang tidak berakhir pasti akan merasa kelelahan dan melupakan beberapa hal. Itu adalah hal yang biasa terjadi saat kau kelelahan, lalu orang yang memeluknya—Shiro?

 “... Nghh... otot... pergi... jauh-jauh... Nii... tolong aku...”

Shiro langsung memeluk dada Sora seakan itu adalah hal yang lumrah. Bahkan saat tidur, Shiro sedang berjibaku dengan trauma yang tidak akan pernah menghilang.

... Ini terlalu kejam. Bagaimana bisa kekejaman seperti itu ada di dunia ini? Sora mengelus kepala Shiro dan berpikir apakah dia harus mengajukan komplain pada Tet dan menyuruhnya untuk segera datang kesini atau tidak.

 “Ya ampun. Maafkan aku master. Apa aku membangunkanmu?”

Hmm?

 “Sepertinya Shiro tertidur saat mandi, jadi aku membawanya ke kamar. Lalu aku juga ikut tidur karena kelelahan.... gumamannya soal otot membuatku bangun. Kira-kira seperti itu?”

 “Eksposisi mu sangat indah, master.”

 “Bagaimana denganmu? Aku paham niat pak tua itu, tapi apa yang kau lakukan di sini, Jibril?”

Jibril duduk di kursi sambil menulis sesuatu. 2 dadu yang ada di dadanya disinari oleh cahaya spirit. Sepertinya Ino datang hanya untuk menginterogasi Sora, tapi bagaimana dengan Jibril...?

 “Yah... Aku melihat master tidur tanpa selimut. Aku khawatir master kena demam....”

Jibril menjawab pertanyaan Sora dengan senyum manis di wajahnya.

 “... Dan karena itu aku mengambil keuntungan dari master yang tidur dan memberikan kehangatan dengan tubuh bugi...”

 Sialan! Bagaimana bisa...? bagaimana bisa aku tidur saat itu!?”

Shiro sedang tidur lelap, kalau aku tahu aku pasti bisa merasakan sensasi itu dengan legal! Bagaimana bisa aku... melewatkan waktu kritis itu...!? Sora menangis dalam hati dan memegangi kepalanya dengan erat.

 

 “... Aku datang untuk melihat wajahmu, master... Hanya itu.”

Di ruangan remang-remang itu, Jibril berbicara pada Sora dengan suara pelan, senyumnya terlihat sangat lembut. Sora yang bingung hanya bisa menatapnya, tapi Jibril terus menulis di dalam jurnalnya—mungkin. Setelah beberapa saat kemudian, Jibril bertanya.

“Master, what do you think…of reincarnation?”

 “...? Aku tidak tahu. Apa kau mau bilang kalau reinkarnasi ada di dunia ini? Ya ampun, kalian benar-benar bisa melakukan apa saja ya.”

Reinkarnasi. Sebuah konsep yang banyak dipercayai oleh orang-orang di dunia asal kakak adik itu. sebuah konsep yang tidak pernah dibuktikan. Apa yang harus dia katakan soal pengetahuan umum di dunia seperti Disboard ini...?

 

 “Oh, tidak. Tidak ada reinkarnasi di dunia ini.”

Tidak ada? Sora menyipitkan matanya dan terus menatap malaikat itu. Jibril yang terus menulis tiba-tiba berkata.

 “... Jiwa yang sudah kehilangan tubuhnya akan menyatu dengan koridor spirit dan kehilangan arti.”

Jibril sedang menjelaskan konsep kematian di dunia ini.

 “... Sama seperti tidak ada alasan bagi air mengisi gelas yang sudah rusak, jiwa tanpa tubuh akan menyatu dengan tanah, menyebar menjadi atmosfer, dan kembali ke dalamm planet... Karena itu tidak ada reinkarnasi di Disboard. Tapi...”

Jibril berhenti menulis. Dia menatap Sora dan berkata dengan nada lembut.

Mungkin ada kemungkinan yang sangat kecil...

... Sama seperti kemungkinan dimana monyet bisa menulis sebuah novel...

 “Secara teoritis orang dengan jiwa yang sama mungkin memang bisa terlahir kembali.”

 

Di titik ini, keberadaan jiwa adalah pengetahuan umum yang sudah ada sejak zaman dahulu kala. Sora merasa jika keberadaan jiwa sama seperti keberadaan DNA, tapi...

 “... Jadi apa kau mau bilang jika klon bisa terlahir karena kebetulan?”

Katakanlah jika ‘jiwa’ yang mengandung lebih dari sekedar DNA—dibuat dalam kondisi yang sama. Kalau memang benar begitu, ya mungkin kau bisa menyebutnya sebagai reinkarnasi.

 “Master, secara hipotesis, jika Shiro-sama adalah reinkarnasi dari orang lain, apa yang kau pikirkan...?”

 “Aku tidak akan memikirkan apa-apa. Hal itu tidak berhubungan dan tidak ada bedanya untukku.”

Sora menjawab pertanyaan Jibril dengan nada santai.

 “Shiro ya Shiro. Tidak ada orang sepertinya di masa lalu, dan jika mungkin ada orang sepertinya di masa depan, itu bukan dia.”

Untuk keperluan argumen, klon seperti itu memang benar-benar ada. Yang diperlukan hanya orang asing yang terlihat seperti Shiro.

 “... Kalau begitu izinkan aku menanyakan pertanyaan hipotesis lain... Bagaimana jika ada yang terjadi pada Shiro-sama...”

Sebuah premis yang tidak pernah dia pikirkan. kalau kau ingin membuatku menangis, katakan saja. Gerutu Sora.

 

 “... Dan lalu bagaimana jika klon dengan jiwa yang sama datang kepadamu? Apa yang akan master pikirkan?”

Dimana batas antara diri sendiri dan orang asing berada? Ini adalah pertanyaan yang sangat filosofis, tapi otak Sora tidak pernah memikirkan yang seperti itu.

 “HAHAHAHA! Kalau begitu premis mu sama sekali tidak berguna.”

 “... Kenapa master berpikir seperti itu?”

 “Karena dia orang yang berbeda! Tidak peduli apa yang kupikirkan. Dia tidak akan bergantung atau peduli padaku!

Aku punya adikku, Shiro yang peduli dan selalu ada disampingku... Bagaimana dengan itu? Bukankah kemungkinan ada orang lain yang eksistensinya sama dengan Shiro itu lebih kecil daripada kemungkinan adanya orang lain dengan DNA yang sama? Setelah Sora mengatakannya, ujung matanya basah karena air mata. Jibril yang tidak merasa puas dengan jawaban Sora hanya bisa menundukkan kepalanya. Tiba-tiba ada suara lain yang menyahut pembicaraan mereka berdua.

 “... Nii... kau salah...”

 “... Adikku, kapan kau bangun?”

 “... Saat...Jibril bilang.... ‘kehangatan dengan tubuh telanjangku’...”

Mata merah Shiro yang terlihat tajam di bawah lampu remang-remang itu membuat bulu kuduk Sora berdiri. Dia menatap Jibril dan berkata dengan suara pelan yang mirip bisikan.

 “... Aku...tidak mengerti...apa yang mau... kau tanyakan... Jibril..”

Sepertinya Sora (dan juga Jibril) tidak tahu. Tapi Shiro yang tahu jika dirinya tidak pernah memikirkan arti tersembunyi dari kata-kata orang lain pun memutuskan untuk mengatakan alasan kenapa pertanyaan Jibril sama sekali tidak membuatnya tertarik.

 “.... Reinkarnasi... aku tidak akan... pernah menerimanya...”

Persetan dengan kemungkinan dan hipotesis, bisik Shiro dengan nada yang tidak menyisakan ruang argumen bagi Sora dan Jibril.

 “... Klonku... akan kembali... pada nii.”

_____.

 “... Tidak peduli berapa kali pun... Jika aku... terlahir... kembali... aku akan... mencari nii dan... selalu bersamanya...”

Tatapan mata Shiro bahkan sanggup membuat Sora mempertanyakan dirinya sendiri.

 “... Dan aku... tahu kalau nii... tidak akan bisa... menolakku...”

Bisakah Sora menghadapi kulit putih itu, suara lembut itu, mata merah itu dan berkata –itu bukan Shiro. Dia orang lain—dan mendorongnya menjauh?

 “... Tapi jika ada... orang lain yang.. terlihat sepertiku... berbicara sepertiku... dan bersikap sepertiku...”

Itu hal mudah. Shiro mengatakannya dengan wajah merajuk yang biasa muncul di wajah anak-anak.

 “... Dipeluk nii... dan tersenyum... bahagia... tapi dia... bukan aku...”

Shiro mulai menitikkan air mata.

 “..... Aku tidak akan... pernah menerimanya...”

Dalam keheningan, Sora tertawa. Aku mengerti—ini masalah mudah. Coba pikirkan lagi, jawabannya ada di arah yang berlawanan. Bagaimana jika ada orang yang mirip denganku tapi dia tidak mengelus dan memeluk Shiro? Semua itu tidak ada hubungannya dengan Sora, Shiro, atau yang lain. Semua itu akan berhubungan jika kau melihatnya dengan bola matamu sendiri. Hanya itu.

Jibril yang merasa puas dengan jawaban Shiro akhirnya menundukkan kepalanya dan menutup jurnalnya. Setelah itu dia berdiri dan berkata.

 “Maaf karena telah mengganggu istirahat master. Aku akan pergi keluar sebentar. Silahkan beristirahat.”

 “... Hei. Kau masih belum memberitahu kenapa kau datang kemari, kan?” tanya Sora dengan mata menyipit.

Jibril yang baru saja mau pergi mengusap 2 dadu di dadanya dengan gembira.

 “Aku datang untuk melihat wajahmu, master... hanya itu~.” Jibril tertawa sekali lagi dan melanjutkan. “Tapi aku mendapatkan lebih banyak hal darimu... Yang terakhir, ada yang ingin kulaporkan pada master dan aku ingin memastikan sesuatu.”

Akan kumulai dari laporannya, ucap Jibril dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

 “Kedatanganku kemari adalah pilihan yang benar. Aku bisa melewatkan waktu berharga dengan master.”

Dan sekarang aku harus memastikan, Jibril melanjutkan dengan senyum percaya diri.

 “... Dalam game ini, aku diperbolehkan untuk menang, benar?”

 

Ini adalah game yang penuh tipuan dan pengkhianatan. Tidak peduli seberapa banyak kebohongan yang kau miliki, hanya ada satu fakta yang tidak bisa dibantah.

Hanya ada satu orang yang akan menang.

Sama seperti Sora yang sudah mempersiapkan semua yang dibutuhkan agar dia dan Shiro bisa menang—hal yang pasti dilakukan semua orang—Jibril juga pasti sudah melakukannya dengan izin masternya. Matanya berbinar saat Sora mengatakan jawabannya.

 “Tentu saja. Tapi kami tidak akan pernah membiarkanmu menang.”

 “... Jibril... aku akan... menghukummu... nanti...”

Jibril menundukkan kepalanya saat mendengar deklarasi Sora dan Shiro.

 “... Aku minta maaf yang sebesar-besarnya, master. Tapi aku harus memenangkan game ini. Dengan segala cara.”

Setelah Jibril mengatakannya, dia berbalik dan terbang meninggalkan kakak beradik itu.

Sora dan Shiro menatap langit malam tempat Jibril menghilang. Beberapa saat kemudian Shiro bergumam:

 

 “... Nii, berapa banyak... dadu... yang kau... berikan pada... Jibril...?”

 “Huh? Hei, dia cuma punya 2 dadu, kan? Aku menyuruhnya mengembalikan...”

dadunya padaku, itu yang ingin Sora katakan, tapi dia berhenti.

Apa aku ingat dia melakukannya? Tidak.

Mengingat Sora dan Shiro memiliki masing-masing 9 dadu di dada mereka dan Steph yang sedang tidur di kamar sebelah memiliki 1 dadu...

 “Jibriiiill!!! Apa-apaan dengan deklarasi perang yang dramatis tadi itu!? kau menipu kami ya!?”

Dia pasti menyamarkan dadunya dengan sihir dan menutupi 8 dadu lain yang dia ‘pinjam’! Sora menangis keras saat menyadarinya.

 “... Nii... kau sudah... gagal... dalam game ini... dan kehidupan...”

Dari mana kegagalan ini berasal? Transfer dibutuhkan agar dia bisa melarikan diri dari Shiro. Klaim Shiro jika semua ini adalah salahnya juga tidak bisa dia balas. Sora hanya bisa menangis dan memegangi kepalanya.

 

Chapter 2-6     Daftar Isi     Chapter 3-1


Komentar

Postingan Populer