NGNL Vol.7 Chapter 1 Part 11
Disclaimer: Not mine
>>>>><<<<<
“Oh, aku mengerti~~!
Sora, Soraaaa? Sepertinya aku tidak sebodoh yang kau pikirkaaaan!!!”
Suara yang sama terus berbicara di sebelah Sora.
“Yang mereka lakukan
adalah membuat Tugas dimana kau akan mati jika tidak menyelesaikannya—seperti
ini~~.”
Steph tersenyum dengan mata kosong. Dia terus melayang di
sebelah Sora yang tersenyum balik kepadanya.
“Hahaha! Kau
benar-benar bodoh. Hal itu tidak merubah fakta jika kau hanya bisa mendapatkan
1 dadu dari kita semua. Ngomong-ngomong, Shiro, dengarlah penilaian dari
kakakmu yang hebat ini.... Kita
benar-benar akan mati, iya kan!?”
“.... Selamat
datang... Nii... Tapi sebentar lagi... ini akan menjadi... bye bye...”
Ada yang bilang, saat seseorang sedang berhadapan dengan
kematian, dia akan melihat kilasan masa lalunya dengan cepat. Itu adalah
fenomena dimana otakmu telah melewati batasannya dan menjadi terlalu aktif dan
mulai memilah semua ingatan yang kau miliki untuk mendapatkan cara yang bisa
menyelamatkanmu—kira-kira seperti itu. Karena itu, kau akan merasa jika waktu
seakan berhenti.
Otak Sora yang sedang berakselerasi juga mengalami hal yang
sama.
Gadis bertelinga hewan memeluk dan menyentuh tubuhnya. Kami ingin dipeluk Sora-sama!! Kakek tua
yang sedang memamerkan otot besarnya. Sora yang dipeluk oleh banyak gadis seksi
bertelinga hewan pun berkata sambil tersenyum lebar. Oke, oke. Kalian yang akur. Kakek tua itu membuat para gadis
memijat kakinya sedangkan dia bersantai sambil merokok. Kain merah kecil
bergerak ditiup angin... kain—merah... Kakek tua...
Sialaaaan!!! Bagaimana aku bisa mati kalau kakek itu
terus memamerkan dirinya di depanku!? Dasar kakek siaaaal!! Aaaaaahhh!!!
Diantara kenangan palsu dan ingatan yang ingin dia hapus,
Apa yang ingin dilakukan oleh otaknya? Di tengah kekacauan ini, muncul sebuah
ingatan dalam otaknya yang berantakan.
“... Nii...”
... Satu tetes air jatuh ke tanah. Suara itu terdengar
lembut, tapi tangan yang memegangnya terasa solid dan kuat. Mata yang
menatapnya... Seakan sedang menolak kematian.
Tatapan Sora meyakinkan gadis itu. Aku tidak akan membiarkannya terjadi. Shiro pun menjawab.
“.... Tenang dulu...
oke...?”
Waktu masih berhenti, Sora mulai mengosongkan pikirannya.
Panas yang menguar dari lava yang ada di bawah mulai merayapi kulitnya seakan
ingin memandangnya hidup-hidup. Sora pun berteriak
Kau menghalangiku—Cepat
pergi sialan! Begitu perintah Sora.
Itu adalah jawaban yang dia berikan untuk kehangatan yang
ada di tangannya. Cahaya dari mata yang sedang menatapnya memantulkan apa yang
ada di bawah mereka—lava yang menyala...
Kau mengganggu, sialan!
Sora menggeratakkan giginya dengan sangat keras, dan dalam
sekejap dia mencapai sebuah kesimpulan.
Harusnya mengetahui siapa pembuat Tugas ini bisa dilakukan
dengan proses eliminasi, karena itu hal pertama yang harus Sora lakukan adalah
mendaftar dan memastikan motif yang mungkin dan solusi untuk memilah
pilihannya—tapi dengan hanya beberapa detik yang tersisa sebelum mereka
terpanggang hidup-hidup, yang bisa melakukannya dalam waktu sesedikit itu hanya
Shiro, bukan Sora. Karena itu Sora berusaha memecahkan masalah ini dengan
caranya sendiri. Dengan kata lain, dia menatap lava yang meledak-ledak itu... Dan
menyadari niat jahat di dalamnya.
“Kau berani juga, sialan! Aku pasti akan membalas ini!”
Pelaku dari semua ini adalah pemuda yang sudah membimbing
mereka tanpa satu kebohongan, memanfaatkan mereka, dan kemudian berencana untuk
memakan mereka. Dia adalah orang yang menyembunyikan kebenciannya di balik
senyum manis dan lugu—Dhampir.
Sora merasa jika
Plum sedang menyeringai ke arah mereka.
“Berikan celana
dalammu.”
“Apa?”
Sora berbalik menghadap Steph dan berteriak dengan wajah
serius:
“Celana dalammu,
nona. Celana dalam! Knickers, celana pendek, scanties!! Celana dalammu—linen
dengan tebal 0,18 mm. Celana dalam berenda dengan pita merah dan warna merah
muda. Itu celana dalammu, kan!?”
Sora tidak sedang bertanya. Dia hanya memastikan.
Setelah mengaktifkan perintah Ingat untuk menanamkan pemandangan itu di dalam otaknya, Sora bisa
melihatnya dengan jelas—pemandangan itu! Detik saat Shiro menarik turun celana
dalam Steph/ Sora tahu bagaimana kain itu tertarik, bentuk lipatannya,
jahitannya, bahkan benangnya—dia tidak akan salah!!
“Kau terus
melecehkanku seperti ini hingga akhir... Melihatmu yang tidak berubah meski ada
di depan kematian ternyata cukup imut...”
“... Nii... kau
masih... perjaka... bagaimana... kau bisa tahu... cukup banyak... soal itu...?”
Saat mereka bertiga semakin merasakan panasnya lava di kulit
mereka, Sora pun berkata.
Ini karena aku adalah perjaka.
“Lakukan saja—diam
dan berikan celana dalam yang mudah terbakar itu,
sialaaaann!!”
Sebelum Steph bisa merespon ucapan Sora...
“Uhaaaaaaah?!”
Shiro yang akhirnya memahami maksud Sora langsung memasukkan
tangannya ke rok Steph dan menarik celana dalam yang ada di sana. Momentum yang
tercipta dari gerakan Shiro membuat Steph berputar beberapa kali, tapi Shiro
tidak mempedulikannya. Setelah berhasil mendapatkan celana dalam Steph, Shiro
langsung melemparkannya sekuat tenaga ke arah lava.
Saat kejadian ini diputar dengan kecepatan lambat di dalam
kepalanya, rasionalitas Sora akhirnya bisa menyamai intuisinya dan mulai
mengumpulkan bukti untuk memperkuat asumsi yang dia miliki.
Kenapa mereka harus menyerahkan celana dalam Steph?
Karena mereka membutuhkan sesuatu yang akan terbakar sebelum
mereka. Tugas ini memindahkan mereka secara otomatis ke langit dan berkata jika
mereka akan jatuh. Tapi Tugas itu tidak mengatakan secara spesifik apa yang
harus terbakar...!
Sesaat setelah celana dalam Steph menyentuh lava—tidak,
bahkan lebih cepat dari itu—saat kain tipis itu menyentuh jilatan api dengan
suhu ribuan derajat celcius itu. Poof! Saat api itu menyentuh celana dalam
Steph yang berisi daging buruan mereka...
--Tugas berhasil diselesaikan.
Seakan tahu jika tugasnya sudah selesai, lava itu langsung
berubah menjadi danau tempat 3 anak muda itu terjatuh. Saat Sora tenggelam ke
dalam air, dia langsung menemukan bukti yang menunjukkan niat Plum.
Peraturan dari Tugas ini, tidak seperti yang tertulis di
atas kertas... mereka sangat membatasi tugas apa yang bisa diberikan.
Menuliskan sesuatu yang hanya bisa kau kerjakan dianggap tidak sah, tapi jika
kau mau membuat sebuah Tugas untuk mengambil dadu milik player lain dan menjaga
dadumu sendiri—itu jika kau memang ingin menang—maka kau bisa memberikan tugas
yang akan menahan lawanmu selama 72 jam. Tapi bagaimana jika kau tidak berniat
untuk menang? Hanya ada 2 alasan kenapa seseorang mau membuat Tugas yang bisa
dilakukan semua orang secara instan.
Satu, mereka tidak waras (seperti Ino), atau...
“Aku tidak mau
menunggu 72 jam. Tolong ambil daduku, kumohooon~~”... Apa itu yang mau dia katakan?
Ya. Sora menyeringai
sambil membayangkan wajah Plum (Jika kau
tidak melakukannya, aku akan matiiii), lalu ada simbol hati di belakangnya.
Kurasa itu yang dia lakukan saat menulis Tugas ini dengan senyum menyebalkan
yang jarang dia perlihatkan.
Hanya dia yang bisa. Plum adalah satu-satunya orang yang merasa
lebih baik jika dadunya diambil...
“—Guh! Hff… Hff... Ki-kita... selamat, kan...?!”
Suara Steph hampir tidak bisa didengar karena dia berenang
sekuat tenaga agar tidak tenggelam. Sora menyeringai dan menjawab pertanyaan
itu dalam hati.
..... TIDAK.
“Bubrbrbrbubebebubrbububrbubebebrbugubr !!”
Gelembung udara yang muncul di permukaan air diterjemahkan
sebagai berikut:
J-jangan pedulikan akuuu! Selamatkan adikku... Selamatkan
Shiro... Kumohoooonnn!!
... Aku ingin... tetap... berada... di sisimu... nii...
Meski mereka paling ahli dalam bermain game, mereka sangat
payah dalam hal lainnya. Hidup mereka adalah gambaran dari kelemahan itu
sendiri. Mereka bahkan lebih rapuh daripada kertas tradisional Jepang. Dan mereka
tenggelam seperti batu yang dilemparkan ke dalam air.
Chapter 1-10
Daftar Isi Chapter 1-12
Komentar
Posting Komentar