NGNL Vol. 6 Chapter 5 Part 7
Disclaimer: Not mine
XXXXXXX
Seluruh dunia menyaksikan momen itu. karena itu adalah salah
satu fakta dunia yang tercatat dalam sejarah...
Pertama, cahaya yang amat terang menyinari seluruh dunia. Cahaya
itu menyebar dari horizon yang berwarna putih lalu menuju langit yang kemerahan
dan kemudian bumi yang kebiruan, lalu pada akhirnya menghancurkan batas yang ada
di antara ketiganya. Saat cahaya itu berhenti menyebar tanpa suara sedikitpun—dunia
kehilangan warnanya. Semua orang merasa kebingungan. Mereka mulai memperhatikan
bumi dan langit, dan kemudian mereka pun sadar. Abu yang melayang di udara
berhenti bergerak dan api peperangan tidak lagi berkobar. Semuanya berhenti.
Bahkan, waktu sekalipun. Semua yang tidak hidup seakan
berhenti begitu saja. Semua makhluk hidup yang ada di atas planet hanya bisa
menyaksikan momen ini dengan mata terbelalak dan mulut yang terbuka lebar. Mereka
hanya bisa bertanya... Apa yang sebenarnya telah terjadi... Dan kemudian...
Sesuatu tiba-tiba mengguncang planet tempat mereka berpijak,
tapi itu bukan suatu yang membawa kehancuran. Kekuatan yang nyaman itu terasa
seperti kain sutra yang sangat lembut. Di saat yang sama, mereka yang menatap
langit pun berdecak kagum. Mereka hanya bisa terbelalak saat melihat sesuatu
yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Semuanya kecuali 177 hantu dan 1 manusia...
XXXXXX
Seorang hantu yang dulu memiliki nama, sekarang sedang
bersandar di sebuah batang pohon dengan tubuh yang digerogoti oleh mayat
spirit.
“... Kau benar-benar melakukannya... Jendral...”
Dengan pengelihatan yang sudah rusak, dia mengangkat kepalanya
dan melihat jika debu yang selama ini menghiasi langit seakan menghilang ditiup
angin. Debu kematian itu menghilang seperti kartu-kartu yang diambil dari atas
meja... Dan kemudian menghilang begitu saja seakan seluruh eksistensinya
hanyalah candaan semata.
...
Seorang hantu lain, yang dulunya memiliki nama, tapi sekarang
tidak bisa lagi merasakan hangatnya mentari karena gigitan Dhampir.
“... Ha-ha... Sialan. Dia benar-benar melakukannya...
bajingan itu...!”
Dia akhirnya bisa merasakan cahaya mentari setelah sekian
lama. Dia bisa merasakan tubuhnya yang mulai hancur, tapi di saat yang sama dia
melihat jika hutan dan gunung yang telah hancur mulai beregenerasi dengan
kecepatan tinggi... Seakan semuanya adalah trik sulap yang dilakukan dengan
sempurna.
....
177 hantu di tempat mereka masing-masing, dengan tubuh yang
sama-sama hancur itu mengerti apa yang sedang terjadi saat ini, dan mereka
melihat semua itu dengan emosi yang membuncah di hati mereka. Beberapa saat
kemudian, sebuah perintah yang tidak dapat dilanggar pun menggema di tengah-tengah
dunia yang sedang dibuat ulang ini. Manusia tidak bisa mendeteksi sihir, tapi
mereka bisa memahaminya. Mereka tidak tahu kenapa, tapi... Mereka mengerti jika
perang abadi—Perang Besar itu sekarang sudah berakhir. Saat mereka memahami hal
ini, mereka tertawa keras—dari dalam ‘hati’ mereka.
.....
Yang terakhir, ada 1 orang lain selain para hantu yang
melihat dan mengerti apa yang terjadi. Di benua Lucia, dia sedang menatap
langit dari jendela kamar Riku dan Shuvi.
“... Kalian benar-benar... mendapatkan Suniaster... kalian
semua...”
Sebelum dia menyadarinya, semua debu berhenti berjatuhan.
Dia mengalihkan matanya menuju langit. Dan di sana, ini adalah kali pertama
Couron melihat langit biru...
Dia bisa melihat matahari...
“... Kalian benar-benar hebat... adik-adikku...”
Meski Couron menutup matanya, cahaya matahari yang
berkilauan masih bisa menembus kelopak matanya dan menyakiti netranya.
Pastinya... Riku, Shuvi, dan semuanya—adik-adiknya tersayang—mereka berdua...
benar-benar... mengakhiri Perang Besar. Sebagai kakak mereka... sebagai kakak
perempuan yang paling menyayangi mereka... Dia harusnya merasa ba...
“Uhhh.... wua....
waaaaaaaaahhhh!”
Aku tahu... Ini tidak
mungkin—tapi aku... kau tahu...!
“Hei, Riku.... Shuvi... kakakmu ini masih tidak bisa
menerimanyaaaa!!!”
Karena... kalian sudah
membuat janji... dan menghancurkannya!
“Aku sudah bilang... Aku tidak mau kehilangan keluarga
lagi... Kenapa!? Kenapa kalian....!?”
Couron yang menangis karena hal tidak masuk akal ini terus
memanggil-manggil nama adik-adiknya. Dia terus melakukannya sambil memeluk batu
biru tempat Riku dan Shuvi menuliskan nama mereka masing-masing. Couron terus
menangis dan berpikir.
Kenapa harus mereka
berdua? Kenapa tidak aku saja? Kenapa aku tidak bisa melakukan apa-apa?
Ya, Perang Besar memang sudah berakhir. Hari-hari di mana
mereka harus bersembunyi dari kematian dan terus berduka atas kepergian orang
tersayang sekarang sudah berakhir. Sebagai gantinya, Couron kehilangan 2 orang
yang paling berharga bagi dirinya, adik perempuan dan adik lelakinya. Setelah itu...
Apa yang tersisa untuknya di dunia ini...?
“Ini terlalu berat... untukku... Kenapa mereka semua
meninggalkanku sendirian...?”
“... Hei, Couron Dola.”
Tiba-tiba Couron teringat dengan percakapan terakhirnya
dengan Riku.
XXXXXX
Setelah mendengar rencana Riku bersama Ex-Machina bernama
Einzig, Couron berkata.
“.... Jangan.”
Itu yang Couron katakan saat melihat mata hitam kelam yang dia pikir tidak akan
pernah dia lihat lagi... Tapi, sang adik terus mengatakan rencananya tanpa
memperdulikan tanggapannya.
“Lalu, jika semuanya berjalan dengan lancar...”
“.... Aku bilang jangan... Apa kau tidak mendengarkan
kata-kataku!?”
Couron berteriak keras dan memotong ucapan Riku.
“Kau tidak pernah memanggil nama lengkapku sebelumnya...
Tidak pernah sekalipun!! Dan sekarang...!”
Saat Riku melihat kakaknya—Couron Dola—berteriak histeris,
dia meneruskan ucapannya.
“Jika semua berjalan lancar, kupikir kau pasti bisa
melihatnya. Lalu...”
Mata Riku masih berwarna sekelam malam. Meski begitu, dia
menunjukkan senyum memohon pada Couron.
“Papan catur yang ada di meja. Bisakah kau menggerakkan
benteng putih... ke E6 untukku?”
“... Kenapa kau tidak... Kenapa harus kau yang
melakukannya!?”
Couron Dola mengepalkan tangannya dengan erat di depan dada,
seakan apa yang dia katakan memerlukan seluruh energi yang dia miliki.
Ya, Couron tahu. Hubungan mereka tidak sedangkal itu hingga
dia tidak bisa menebak apa yang dimaksud oleh Riku. Mau sepihak atau tidak,
Riku dan Shuvi adalah keluarganya. Hubungan mereka sangat amat dalam. Tapi,
karena alasan itulah—Couron tidak bisa mengatakannya. Dia tidak bisa berkata: Jangan pergi. Karena Riku.... Karena
Riku dan Shuvi...
Riku mengubah atensinya dari Couron menuju bangku kosong
yang ada di depan meja. Dengan mata menyipit dia bergumam lirih seakan sedang
berdoa.
“... Hei, dewa. Jika kau bukan hasil dari halusinasiku
semata... Jika kau benar-benar ada...”
...
“... Maukah kau mengingat jika ada orang bodoh yang berusaha
menghentikan perang dengan menggunakan permainan?”
Riku kembali menoleh ke arah Couron.
“... Couron Dola... bukan...”
Riku membungkuk untuk mengambil tasnya.
“... Kakak... Terima
kasih untuk semuanya. Dan juga...”
Setelah itu Riku berjalan pergi. Dan kata-kata terakhirnya terus
membekas di kepala Couron.
“’Manusia’, ‘lain kali’, ‘setelah ini’... Aku menyerahkan semuanya
padamu. Kau kan kakakku, dan aku percaya padamu.”
Chapter 5-6 Daftar Isi Chapter 5-8
Komentar
Posting Komentar