I’ll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 20
Saat aku keluar dari kabut itu, aku disambut oleh bau yang sangat menyengat.
Apa... itu...
Udara di sini dipenuhi dengan sesuatu yang membuatnya terasa
berat dan menjijikkan. Aku merasa kesulitan bernafas dan bahkan hampir pingsan.
Mataku berair saat aku mencoba mengamati keadaan yang ada di
depanku.
Tapi aku tidak punya kata-kata untuk menggambarkannya... ini
adalah kali pertamanya aku melihat kondisi yang semenyedihkan ini.
Ada beberapa orang yang terkapar di jalan, mereka mengerang
dan hanya mengenakan baju tipis yang sobek dibanyak tempat, kulit mereka juga
terlihat sangat kotor karena debu yang bercampur dengan keringat.
Aku berusaha untuk tetap tidak menarik perhatian, karena itu
aku semakin menurunkan tudung yang sedang kupakai. Aku juga mematikan lentera
yang sedang kubawa.
Jika ada orang yang mengenaliku sebagai salah satu anggota
keluarga bangsawan, aku pasti akan diserang. Saat memikirkannya, tubuhku
bergetar dengan hebat.
Setelah membaca semua buku di perpustakaan, aku bisa
memahami sebagian kondisi tempat tinggal orang-orang ini, tapi aku tidak pernah
menyangka jika kondisinya akan separah ini...
Yang kulihat sekarang terlihat lebih mengerikan dari apa
yang ditulis di dalam buku.
Di dalam game, apa yang dilakukan heroine di sini ya...?
Ugh, baunya terlalu kuat. Aku tidak bisa berpikir dengan
jernih.
Jujur saja aku tidak mau lama-lama di tempat ini. Seorang
wanita jahat memang tidak akan melakukan sesuatu karena belas kasih dan kebaikan.
Jadi aku tidak boleh berpikir untuk membantu mereka memperbaiki standar
kehidupan tempat ini.
Selama aku bisa hidup dengan nyaman, aku tidak perlu
memikirkan hal lain. Itu adalah jalan hidup seorang wanita jahat.
Tapi... kakiku terus melangkah ke dalam desa itu.
Saat aku terus berjalan, aku bisa melihat anak-anak
mengulurkan tangan mereka, tubuh mereka terlihat sangat kurus, hanya terdiri
dari tulang dan kulit saja.
Saat aku pergi ke empat yang mirip dengan alun-alun, ada
sebuah air mancur yang berdiri di sana. Tapi tidak ada air yang mengalir dari
sana.
Yang ada hanyalah sebuah kolam yang terlihat sangat keruh.
Dan di sekeliling ai mancur itu, banyak orang-orang yang tidur di jalanan.
Apa ada banyak orang yang tidak memiliki rumah di desa ini?
Aku menatap gedung-gedung yang ada di sekitar alun-alun. Banyak bangunan yang
seharusnya berfungsi sebagai rumah, tapi semua bangunan itu terlihat bisa roboh
kapan saja. Ada banyak retakan di sana-sini, bahkan beberapa rumah memiliki
lubang besar di beberapa temboknya.
Saat aku terus berjalan aku menyadari jika semua cahaya yang
ada di desa ini hanya berasal dari beberapa batang lilin. Tidak ada lampu jalan
yang menyala, dan bahkan tidak ada cahaya bulan yang bisa mencapai tempat ini
karena ada kabut yang sangat tebal mengelilingi tempat ini. Tanpa adanya angin,
udara di tempat ini jadi lebih terasa stagnan dan pengap.
“Nona muda.” Tiba-tiba seseorang memanggilku. Saat itu juga
tubuhku menjadi kaku dan aku tidak bisa bergerak.
Apa dia berbicara kepadaku? Apa dia sadar kalau aku adalah
orang luar? Apa dia tahu aku bukan orang sini?
Apa yang harus kulakukan? Aku cukup yakin dengan kemampuan
berpedangku, tapi aku tidak membawa pedang sama sekali...
Jika aku berlari secepat mungkin, apakah aku bisa kabur? Aku
tidak mau mati di tempat seperti ini!
Aku bahkan belum sempat membuli heroine!!?
“Nona muda.” Suara itu kembali terdengar, dan di saat yang
sama aku merasakan sebuah tangan menepuk pundakku.
Seorang wanita jahat tidak pernah menangis. Aku menatap
tangan besar yang terlihat keriput itu... dan aku menoleh pelan-pelan ke
pemiliknya.
Dia memiliki rambut putih, dan meski dia memiliki rambut
putih kurasa dia lebih muda dari penampilannya saat ini... kurasa dia memang
sengaja memperlihatkan diri sebagai orang tua biasa.
Laki-laki itu memiliki bibir tipis, hidung mancung, dan
wajah yang lumayan... tapi kenapa dia terus menutup matanya?
Apakah dia... buta?
Rasa teror yang barusan kurasakan pun menghilang.
Bukan karena laki-laki ini buta atau sudah tua, tapi lebih
karena insting yang ada dalam diriku. Instingku berkata jika laki-laki ini
adalah orang baik.
Atmosfer yang memancar darinya terasa lembut dan hangat.
Meskipun usianya tidak lagi muda, aku masih bisa melihat
ketampanan yang tersisa di sana.
Apa semua orang di negara ini memiliki paras di atas
rata-rata?
“Kau bukan dari desa ini kan?” katanya dengan nada lembut.
Meskipun dia tidak bisa melihat, bagaimana dia bisa tahu?”
“Tidak.” Jawabku pelan.
“Tempat ini berbahaya, jadi lebih baik kau segera pulang.”
“Tidak, tapi... aku...”
“Kalau begitu ikuti aku.” Katanya sambil berjalan
menjauhiku.
Ayahanda pernah bilang jangan mengikuti orang asing, tapi
rasanya aku bisa mengikuti laki-laki yang ada di depanku ini.
Meskipun kesan seperti itulah yang lebih berbahaya. Karena
orang paling mengerikan adalah orang yang awalnya terlihat sangat baik.
Meskipun begitu, aku tahu jika laki-laki itu tidak akan melakukan
apapun. Aku adalah penilai karakter yang sangat baik.
Apa ya namanya... aku punya kecerdasan tinggi? mungkin itu.
Meskipun itu kataku pribadi... yang mungkin terasa tidak kredibel di mata orang
lain... tapi untuk beberapa alasan aku merasa jika mataku bisa dipercaya dengan
baik.
Sama seperti membaca cepat yang kulakukan... atau saat aku
berlatih teknik berpedang dengan kakak-kakakku, bagaimana semua gerakan
terlihat seperti slow motion di mataku.
Saat aku sadar jika aku mulai tenggelam di dalam pikiranku
sendiri, aku kembali memfokuskan perhatianku. Saat aku menatap laki-laki itu,
ternyata dia sudah berjalan cukup jauh dari ku. Meskipun dia buta, tapi dia
bisa menghindari orang lain dengan sangat mudah. Apakah dia benar-benar buta?
Meskipun aku merasa ragu, pada akhirnya aku memutuskan untuk
melakukannya. Jadi aku mulai berselancar di antara orang-orang untuk mengikuti
laki-laki itu.
Komentar
Posting Komentar