NGNL Vol. 7 Chapter 3 Part 4
Disclaimer: Novel ini punya Yuu Kamiya
“... Kenapa aku...
Tidak cukup...?”
Bahkan sekarang saat nyawa Ino sudah berada di ujung tanduk,
dia masih tidak bisa memahami apa yang sudah ditemukan oleh Miko-sama.
“.... Kenapa kau...
Kenapa kau bisa membuat Miko-sama kembali tersenyum...?”
Mereka berdua—bukan Ino—lah yang menemukan apapun itu dan
membuat senyum Miko-sama kembali. Apa yang beliau lihat dari dua monster yang
bisa melihat seseorang mati dengan tatapan apatis seperti ini? Setelah
melemparkan tatapan iri ke arah langit, Ino meminta sebuah jawaban dari mereka.
“.... Kakek. Izinkan
aku memberitahumu rahasia dasar untuk memenangkan sebuah game...”
Sora dan Shiro menunjukkan ekspresi yang sulit dijelaskan
pada Ino, seakan mereka tidak yakin apa yang harus mereka katakan.
“Itu adalah tidak
membiarkan lawanmu melakukan apa yang mereka inginkan dan melakukan semua yang
tidak mereka inginkan.”
“.... Maksudmu...
Kami memang... Bajingan... Yah.... Sayang sekali...”
Karena itu.... Alis
Sora mulai menekuk tajam.
“Kau mungkin memang
orang baik dan hebat.... Tapi kau payah soal game.”
Pada akhirnya, Ino adalah laki-laki yang baik.
“.... Kurasa aku
harus menerima niat baik yang kalian tunjukkan...”
Jangan biarkan musuhmu
melakukan apa yang mereka mau dan lakukan semua yang mereka tidak inginkan.
Sebagai gamer, itu kata mereka. Kami
tidak punya niat untuk memberi tahu jawaban yang sebenarnya.
“Setelah aku berada
di seberang bersama Miko-sama, aku akan menikmati teriakan kalian dengan
bahagia.”
Ucap Ino sambil tersenyum lebar.
“Niat baik? Apa yang
kau katakan? Ngomong-ngomong, ada hal lain yang ingin ku katakan soal ‘titik
terakhir’ atau apalah itu, tentu kalau kau tidak keberatan.”
Di saat kesadarannya semakin menghilang, Ino merasa sangat
yakin. Ada sesuatu yang tidak biasa... Sama seperti biasanya. Dan hal itu
membuatnya ingin memukul wajah pemuda yang ada di depannya.
“Game ini. Harusnya
ini adalah game untuk mengambil dadu milik player lain, mengambil nyawa mereka.
Sora tersenyum.... Senyum yang sama dengan yang ada di dalam
ingatannya, dan pemuda itu bertanya padanya...
“... Kalau begitu kenapa ingatanmu tidak ikut menghilang?”
—.
.
“Sampai jumpa!
Hubungi kami setelah kau sampai di ‘seberang’ nanti, oke...”
“.... Sampai...
Jumpa... Kami akan... menunggu...!”
XXXX
Tubuh Ino diliputi cahaya dan perlahan mulai menghilang.
Dalam game dimana waktu seseorang menjadi intinya, usia fisik akan dibagikan
dalam dadu-dadu yang mereka miliki. Nol dadu artinya adalah menyangkal keberadaan
mereka. Kembali menjadi anak-anak, lalu menjadi bayi, lalu fetus, lalu sel,
hingga akhirnya yang tersisa dari keberadaan bernama Hatsuse Ino hanyalah
sebuah kebohongan dimana dia pernah ada.
“Ini.... Benar-benar
membuat trauma...”
“... Aku... benci...
membuatku ingat... pada mimpi buruk... lagi...”
Ini mengingatkan mereka pada sebuah dokumenter mengenai asal
kehidupan atau omong kosong lain yang mereka lihat bersama. Sora dan Shiro
tidak menyukai kontemplasi dari pemandangan yang terjadi di depan mereka.
Tayangan pendidikan
atau bukan, tolong jangan mengulang-ulang proses bagaimana fetus yang sedang
berkembang...
“.... Bagaimana
bisa... Kalian berdua... Terlihat sangat tenang...?”
Steph sedang menangis di belakang mereka.
“Apa kau sudah gila!?
Kau sudah membunuh Ino-san...!”
“Uuuh, mungkin kau
harus meluangkan sedikit waktu untuk memikirkan bagaimana Sora-san juga hampir
mati di tangan kakek tua itu...”
Meski bisa dibilang Steph hanya terbawa suasana, gadis itu
juga ikut andil dalam kejadian ini. Dia merasa sangat bersalah dan merasa takut
saat melihat Sora yang terlihat biasa saja.
“.... Kotak yang
tersisa.... 147... penggunaan tiap giliran, enam dadu.... Dua giliran lagi,
dengan dice randomization analysis.....!”
“Kita sudah melewati
banyak kejadian, tapi sekarang keselamatan Ino sudah keluar dari jalur. Kita
tidak punya banyak dadu yang tersisa, tapi semuanya berjalan sesuai
rencana...~!”
Sora and Shiro
merely fiddled with
their dice as
they assessed the situation. They eliminated Ino and one other player, just like they’d
planned. At last, their path to victory was clear… The two smiled faintly.
Sora dan Shiro malah memainkan dadu mereka dan menganalisa
situasi yang ada di hadapan mereka. mereka mengeliminasi
Ino dan satu player lain, seperti
yang sudah mereka rencanakan. Setidaknya jalan mereka menuju kemenangan
terlihat sangat lebar.... Keduanya tersenyum tipis.
Ino, saat dia kembali tenang, dia melakukan banyak kesalahan
saat membaca situasi.
Jika kau menanam sesuatu, buat itu menjadi sesuatu yang mematikan.
Itu yang Sora—yang semua orang, bahkan Miko-sama—akan lakukan. Meski begitu,
dia hanya satu langkah lebih maju...
“Baiklah! Bagaimana
kalau kita mengumpulkan semua dadu sekali lagi dan segera pergi dari sini!?”
“…Okay…”
Sora dan Shiro tidak menghiraukan satu masalah yang tersisa
(masalah utama) yaitu transportasi. Mereka tidak berusaha memikirkannya dan
malah mengangkat tangan ke udara...
“Aku menolak.”
—Tapi mereka memulai dari tempat yang salah.
“Aku tidak mau pergi
bersama orang-orang yang bisa membunuh orang lain sambil tersenyum.”
…
……Uh…okay?
“... Nii, sebaiknya
kau... Memberitahunya...”
“Uh... Huh? Apa
maksudmu...?”
Komentar Shiro berhasil membuat Sora tertegun. Dia lupa jika
ada satu orang yang harus diberi penjelasan agar dia mengerti.
“Hhh, kau masih tidak
mengerti, bego? Kita bahkan tidak bisa melihat tempat dimana bendera kita
tertancap! Jika ini video game, kami pasti akan mengajukan komplain pada
penulis ceritanya dan berkata ‘Berapa lama kau akan terus menyembunyikan
petunjuk sejelas ini?’”
“... Nii...
langsung.... Saja...”
Adik manisnya mulai merengek dan Sora pun berbisik tepat di
telinga Steph—
—Dan menyebabkan gadis itu berteriak keras hingga menembus
langit dan bumi.
“Ino-san memang benar! Dunia ini akan jadi
lebih baik jika kalian berdua matiiiii!!”
XXXX
Eastern Union: Ibu kota Kannagari. Di suatu tempat di dalam
kota itu terdapat organisasi bernama Chinkai Tandai District (CTD). Tempat itu
sudah ditetapkan sebagai markas militer saat masa Perang Besar untuk mengatasi
musuh dari laut. Sekarang karena perang sudah selesai, lokasi dan fungsi organisasi
itu berubah 180 derajat tapi misinya masih tetap sama—mengatasi masalah yang
muncul dari dalam air.
Rumor mengenai hantu yang
gentayangan mulai ramai di antara para anggota CTD. Itu adalah cerita tidak
masuk akal, terutama di dunia seperti ini. Hantu tidaklah nyata—itu adalah
sebuah fakta yang tidak terbantahkan. Sebuah kehidupan tersusun dari wadah dan
jiwa, dan keadaan dimana wadah itu terluka, sakit atau menua hingga tidak bisa
menahan jiwa di dalamnya disebut sebagai kematian. Menjaga bentuk jiwa tanpa
menggunakan wadah akan membutuhkan sihir di level ilahi. Karena itu semua hal
yang disebut sebagai hantu—sesuatu yang tetap tinggal meski wadahnya sudah mati
hanyalah halusinasi semata. Tapi belakangan ini di CTD, rumor mengenai
kemunculan hantu mulai menyebar luas.
Seseorang berkata jika dia pernah mendengar geraman Raaaaaaaage.... di sebuah ruangan
kosong. Beberapa orang lainnya mengaku pernah melihat bayangan yang menembus
dinding, benar-benar sebuah pemandangan yang mengerikan. Mereka berkata jika
sosok bayangan itu memancarkan cahaya lemah.... Yang lebih menakutkan.... dia
adalah musclehead yang bercahaya.
Faktanya rumor itu sudah tidak berada di level rumor semata.
Di sini, di depan seorang wanita. Di sebuah ruang resepsi kosong, sosok mirip
gumpalan daging itu menggeliat di lantai, wanita itu bisa melihat otot tembus
pandang yang terus menggeliat. Oooh... ya.
Itu memang terlihat seperti musclehead yang bercahaya. Wanita itu terus menatap
sosok itu sambil menangis ketakutan.
“... Apa...?”
Dia orang yang selalu berbicara dengan gagah... Oh, siapa
namanya...?
“Apa anda....
Komisioner Diplomatik, Hatsuse-sama?”
“Raaaaaaaaaaaaagggge!!”
Namanya adalah Hatsuse Ino, makhluk mirip hantu yang tidak
mau ditatap oleh Werebeast lainnya—musclehead yang bersinar. Setelah memastikan
identitasnya, wanita yang ketakutan itu kembali bertanya.
“Ha-hantu dari
Komisioner Hatsuse? Ma-maafkan aku, tuan. Ta-ta-ta-tapi... anda tidak
mati,ka-kan?”
“Err-hrr, err-hrr-heh-heh… Tidak, tidak... Entah ini bagus atau
tidak.... Sepertinya aku tidak mati!!”
Ya, Ino menghilang dan pergi ke ‘sisi seberang’—atau lebih
tepatnya, dia kembali. Setelah menerima kematiannya dan mengucapkan caci dan
makiannya, Hatsuse Ino terbangun di Kuil Utama dan terlihat seperti apa yang
diharapkan Sora dan Shiro...
“Aku masih hidup.... Sialan, apa iniiiii!?”
Ino terus bergelung di lantai sambil terus berteriak. Dia
kemudian berguling sambil memegangi kepalanya. Tidak, dia tidak
hidup—setidaknya tidak seperti yang dia ketahui selama ini. Akal sehat
sepertinya memang berkata jika dia memang sudah mati, tapi saat dia mengingat
kembali peraturan dari game yang baru saja dia mainkan...
01: 7 orang diberikan 10 DADU yang mewakili SUBSTANSI WAKTU
masing-masing.”
Substansi waktu. Ya, mungkin yang dimaksud adalah waktu yang
dimiliki oleh tubuh (fisik). Jika begitu, peraturan
tersebut tidak mengikut sertakan jiwa yang tidak memiliki massa.
15: Dalam situasi dimana semua pemain kehilangan dadu mereka atau binasa, maka game akan dianggap TIDAK
MUNGKIN DISELESAIKAN, dan game akan berakhir secara otomatis.
16: Jika game TIDAK MUNGKIN DILANJUTKAN, Old Deus memiliki hak untuk mengumpulkan semua yang dimiliki oleh
semua partisipan tanpa kecuali.
Jika pemain kehilangan dadu mereka, kehabisan dadu, atau
binasa. Harusnya ini sangat jelas jika kau memikirkannya sekali lagi. Jika nol
dadu sama dengan mati, maka kau tidak perlu memisahkannya dengan kata atau. Itu
adalah fakta yang sebenarnya...!
“Peraturan mana yang
berkata jika kau akan mati saat kehilangan semua dadumu?”
“Tidak adaaaaaaa!
Yang bilang jika kau mati saat kehabisan dadu adalah—monyet sialan ituuuuuu!”
Jadi Ino hanya kehilangan dadunya, ‘substansi waktunya’.
Hanya itu. Itu artinya dia hanya kehilangan usia
fisiknya saja. Akibatnya, tubuhnya (wadahnya) menghilang dan hanya
meninggalkan jiwanya yang terlihat transparan. Normalnya, hal itu juga berarti
mati, tapi di bawah peraturan tidak masuk akal ini...
—Nyawanya hanya akan diambil saat game sudah berakhir.
Ino mengingat ekspresi Sora dan Shiro saat dia mulai
menghilang. Ekspresi mereka terlihat sulit untuk digambarkan... Seakan mereka
tidak tahu apa yang harus dikatakan... Ya, itu dia. Sekarang dia sadar. Mereka
pasti sedang menahan tawa dengan mata berkilat jahat.
Harusnya ini adalah
permainan untuk merebut dadu orang lain—merebut nyawa orang lain. Kenapa
ingatanmu tidak berubah sedikitpun?
Pertukaran dadu hanya mempengaruhi wadahnya saja. Mereka
menyadari hal ini selama permainan berlangsung. Karena itu meski kau kehilangan
semua dadu mu...
—Kau tidak akan
langsung mati. Sungguh, peraturan omong kosong apa ini...!
Tapi itu artinya...
“Kalau begitu Miko-sama juga belum benar-benar
mati!?”
Ino merutuki kebodohannya sendiri, tapi hal itu sudah tidak
ada gunanya. Ino yang tadinya percaya jika dirinya sudah mati pun langsung
mengucap makian paling mengerikan, tapi sekarang dia sudah tersadar. Ah,
setidaknya... Aku mengerti. Respon dari
monyet sialan—bukan, gentlemen itu—sepertinya cukup kuat. Pertanyaan
seperti tidak pernah muncul di benak Ino... Apakah Miko-sama, orang yang
memikirkan strategi dimana dia tidak membutuhkan pengorbanan orang lain—akan
mengorbankan dirinya sendiri? Suara
lembutnya terngiang di telinga Ino.
Tentu itu karena kau
itu bodoh.
Ino menggunakan tubuh jiwanya dengan baik. Dia tenggelam ke
dalam lantai sambil memegangi lututnya.
Aku mengerti. Aku
sudah gagal.... saking parahnya kegagalanku, aku mulai menghargai kedalaman
dari rasa gagal itu. Tapi.... Apa yang harus dia lakukan di situasi seperti
ini? Ino terus berpikir sambil menatap papan sugoroku raksasa yang
diciptakan oleh Old Deus.
Aku mengerti....
Peraturannya sengaja dijelaskan dengan tidak benar.
Aku mengerti.... Game
ini adalah game yang memperebutkan dadu—artinya ini sama seperti membunuh orang
lain.
Aku mengerti.... Meski
kau kehilangan dadu mu, kau masih akan tetap hidup kingga akhir.
Aku mengerti.... Ini
artinya Old Deus sedang mempertahankan bentuk jiwaku.
Tapi... Kenapa?”
00a: Papan game ini
adalah simulasi kenyataan, tapi semua hal yang terjadi di sini, termasuk
kematian adalah kenyataan.
Jika itu benar, maka kematian
karena kehabisan dadu akan jadi instakill berbahaya. Kematian yang disebabkan karena Tugas atau kelengahan player akan
menyebabkan kematian yang sesungguhnya, tapi mati karena kehabisan dadu hanya
akan menghilangkan fisiknya saja. Apa alasan Old Deus menambahkan peraturan
spesifik seperti itu? Apa dia tidak bisa bilang Jika kalian kehabisan dadu, kau akan langsung mati? Apa masalah
yang dia khawatirkan? Misalnya saja, untuk argumen, ada beberapa masalah yang
muncul... Bukannya dia bisa mengurung jiwa itu di suatu tempat? Situasi
mengerikan ini, peraturan aneh ini lah yang membuat Ino berakhir sebagai
hantu...
Chapter 3-3 Daftar Isi Chapter 3-5
Komentar
Posting Komentar