I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 138

Disclaimer: not mine.

🐏🐏🐏

"Awal masalah ini bermula dari saranku untuk membagi wilayah kerajaan menjadi beberapa bagian dan menjadikan 5 keluarga bangsawan utama sebagai perwakilan pemerintahan raja di sana."

Aku setuju dengan usul paman Will. Jujur saja, awalnya aku mengira 5 keluarga utama ada untuk masalah seperti itu. Jika tidak, mereka hanyalah sekelompok orang dengan kekuatan finansial dan politik yang besar... Artinya kerajaan sama sekali tidak mendapat keuntungan apapun dari penunjukan 5 keluarga utama itu.

"Itu ide yang bagus." timpal Gilles dengan mata berbinar.

Yah... Kurasa tidak akan ada orang yang menolak ide bagus semacam itu.

"Tapi ibu Luke menentang ide ini."

"Hah?"

"Apa hubungannya pendapat ibu raja dengan ide brilian ini?"

Kami terperangah saat mendengar cerita paman Will. Aku yakin ibu yang mulia raja sama sekali tidak tahu-menahu soal masalah politik di kerajaan ini. Dan aku yakin jika Gilles memiliki pendapat yang sama denganku.

"Apa itu karena uang?" tanya Gilles dengan nada menusuk.

"Kalau hanya masalah uang..." kataku. "Kurasa para dewan bisa menghentikannya dengan mudah."

"Tapi dia ibu raja. Tidakkah dia bisa melakukan apa saja yang dia mau tanpa memikirkan konsekuensi yang mungkin akan dia dapatkan? Selama raja berpihak kepadanya, siapa yang bisa menghentikannya?" tanya Gilles dengan nada serius.

Sepertinya, semakin kami memahami apa yang terjadi di masa lalu, semakin kami mengerti betapa betapa berat masalah kerajaan ini. Akibatnya, rasa benci Gilles pada yang mulia raja menjadi semakin besar.

Bukannya aku tidak bisa menebak hal seperti ini... Aku bisa kok! Setidaknya masalah itu bukan sepenuhnya salah yang mulia. Ibunya lah yang membuat masalah terlebih dahulu.

Meski begitu, sebagai raja di negara ini, yang mulia raja harus bisa memerintah dengan adil dan bijaksana, tanpa memberikan perlakuan spesial bahkan kepada para anggota keluarganya.

"Kau benar. Luke sangat menyayangi ibunya. Siapa yang tidak jika wanita itu selalu memanjakan Luke setiap saat? Jika dibandingkan dengan perlakuan yang kuterima, kondisi kami seperti langit dan bumi. Wanita itu sangat membenciku." kata paman Will sambil meringis.

Kata-kata paman mungkin kedengaran kejam, tapi itulah hidup. Keluarga seperti itu bisa ditemukan di manapun. Bisa dibilang, paman Will adalah manusia langka karena dia tidak ingin balas dendam meski sudah mendapat perlakuan seburuk itu di istana. Aku jadi merasa malu sendiri saat memikirkan betapa cepatnya aku merasa kesal saat berhadapan dengan orang-orang yang membuatku sebal.

"Jadi... Wanita itu berusaha menjebakmu... Dan membuatmu di usir?"

"Ya... Rencananya sangat rapi. Dia membuat semua orang tidak bisa membantahnya saat dia berkata jika aku adalah seorang kriminal. Dia menuduhku melakukan pemberontakan dan ingin membunuh raja, setelah itu dia mengusirku dari istana. Tidak hanya itu, dia mencungkil mataku agar aku tidak bisa menemui Luke dan mengatakan kebenaran mengenai masalah ini."

Wajah Gilles terlihat menyeramkan saat ini, di sebelahnya Rebecca menangis sesenggukan.

... Untuk orang seluar biasa paman Will... Aneh rasanya jika tidak ada orang yang mau membelanya.

"Apa yang ayah..."

"Yang tahu mengenai kebenaran masalah ini hanya aku, ibu Luke, dan pelayan pribadinya."

"Jadi raja tidak tahu apa-apa soal ini?"

"Ya."

"Tapi, tidak mungkin wanita itu bisa menutupi masalah sebesar itu dengan mudah, iya kan?"

"Dia sangat teliti dalam membuat rencananya. Menyingkirkanku tanpa diketahui siapapun adalah hal mudah baginya. Lagipula aku bukan raja di sini."

"Tapi pasti ada yang menyadari jika semua itu hanya tuduhan palsu, iya kan?" tanyaku dengan suara bergetar.

"Memang ada beberapa orang yang mencoba membelaku. Tapi jika mereka berhasil, maka mereka akan dibunuh. Pada akhirnya, orang cerdas akan tetap diam."

"Di mana orang-orang itu sekarang?"

"... Mereka bukan orang-orang idiot yang sedang duduk di dewan pemerintahan sekarang, iya kan?"

"Mereka diasingkan ke luar negeri."

Kami semua terdiam saat mendengarnya.

Siapa yang mengasingkan orang-orang itu dari kerajaan ini?

Tidak peduli seberapa keras aku berusaha mengingatnya, hanya ada 1 nama yang muncul. Tapi seingatku orang itu tidak memiliki kekuasaan sebesar itu.

"Jadi wanita itu mengusir semua pendukungmu?" tanya Gilles yang menyuarakan pertanyaan kami semua.

"Tepat sekali." gumam paman Will.

"Aku tidak bisa percaya ini."

"Benar. Dia mengusir semua orang yang mendukungku dan mendeportasi mereka ke kerajaan Ravaal."

... Kerajaan Ravaal ya... Tidak aneh jika sekarang kerjaan itu menjadi sangat makmur.

Dari semua kerajaan dan negara yang ada, wanita itu malah mendeportasi para ahli kerajaan ini ke kerajaan terkuat... Dia orang terbodoh yang pernah kutahu.

"Ada berapa banyak orang yang diasingkan?"

"Kurasa ada 3 orang. Mereka sangat ahli dalam bidang keahlian mereka."

"Jadi dalam sekali tebas semua orang cerdas yang ada di negara ini menghilang dan hanya menyisakan anak-anak muda yang tidak berpengalaman untuk mendampingi raja yang masih kekanakan dan tidak kompeten? Pantas saja kerajaan ini mengalami kemunduran yang drastis. Seluruh kerajaan ini adalah kapal yaang hampir tenggelam." komentar Gilles dengan wajah jijik.

Di permukaan, kerajaan Duelkiss terlihat baik-baik saja, tapi saat kau masuk lebih dalam kau bisa tahu jika kualitas hidup rakyat jelata menjadi semakin buruk dari tahun ke tahun.

Kemarahan Gilles soal ini sangat masuk akal karena dia harus hidup dalam kondisi yang tidak berperikemanusiaan. Normal rasanya jika dia memiliki kebencian dan ingin membalas dendap pada orang yang menyebabkan semua itu terjadi.

Dan tanpa tahu situasinya, Liz-san malah berkata jika membalas dendam adalah perbuatan yang sia-sia.

Saintess memang luar biasa. Dia tahu apa yang terbaik bagi semua orang... Bukankah itu artinya dia adalah sosok omnipoten? Kalau itu aku, aku mungkin akan membantu orang itu agar dia bisa membalaskan dendamnya.

"Paman, apa raja tidak menyadari sesuatu yang aneh saat kau tiba-tiba menghilang dari istana?" tanya Gilles.

"Tidak. Luke membenciku. Dia mungkin merasa bahagia saat aku menghilang dari istana."

"Apa kau mendengar yang mulia mengatakannya langsung kepadamu?" tanyaku.

"... Tidak juga. Tapi saat aku bertengkar dengan ibunya karena masalah pembagian wilayah kekuasaan, dia berkata seperti ini padaku. 'Kau itu bukan raja! Apa yang membuatmu punya hak untuk sok berkuasa di sini!?'"

Uwaaah... Raja punya mother-complex ternyata...

"Pemuda 17 tahun pasti mengatakannya jika dia sedang sangat kesal..."

"Huh...?"

"Tapi, jika dia sudah menenangkan diri dan bisa berpikir normal, mungkin dia akan menyesali perkataan kasarnya itu."

"Raja yang itu? Tidak mungkin." kata Gilles.

"Gilles, sshh!" gumamku sambil menatapnya tajam.

"Karena paman tadi bilang kalau hubungan kalian berdua sudah hancur berantakan... Kupikir kau punya... Masalah yang lebih serius dari itu." kataku pada paman Will.

"Topik pertengkaran mereka memang sangat serius."

Aku tidak menggubris kata-kata Gilles.

"Apa paman pernah berpikir untuk bertanya langsung pada yang mulia raja?"

Paman Will terbelalak saat mendengar pertanyaanku, begitu juga dengan Gilles. Bahkan Rebecca langsung berhenti menangis dan menatapku dengan matanya yang berwarna merah.

Apa kata-kataku barusan kedengaran sangat aneh?

"Paman Will, dulu kau pernah berkata padaku jika kau tidak mau pergi dari desa ini. Tapi itu bohong kan?"

"Tidak, aku..."

"Bukannya kau ingin melihat dunia luar sekali lagi?" tanyaku. Kali ini kami bertukar peran dan aku bertugas untuk menjadi suara hati yang harus menyadarkan paman Will.

"Kalau paman benar-benar tidak mau pergi, kenapa paman tidak pernah menyerah? Kenapa paman membantu desa ini? Paman juga tidak bisa menyembunyikan kerlingan di mata itu. Aku saja sampai terpana saat merasakan auramu yang luar biasa... Aku bahkan berlutut di depanmu!"

Aku terus menatap mata paman Will saat mengatakan semua itu, dan aku juga tidak membiarkannya berpaling dari tatapanku. Awalnya dia hanya menatapku dengan mata terbelalak, tapi beberapa saat kemudian dia tersenyum lembut ke arahku.

Jantungku langsung berdebar-debar saat melihat senyum itu. Meski paman seumuran dengan ayahanda, dia masih terlihat sangat tampan. Kekuatan penghancur yang dimiliki wajah itu juga sangat luar biasa.

"Kau benar." kata paman Will. "Kurasa aku sudah siap sekarang. Aku siap untuk menatap dunia luar sekali lagi." ujarnya sambil tersenyum.

"Tapi untuk sekarang, kalian harus pulang. Kita bisa lanjutkan pembicaraan ini besok." perintah paman Will dengan nada lembut.

Aku hanya bisa menganggukkan kepala dengan patuh.

Masih ada banyak hal yang ingin kutanyakan, tapi aku dan Gilles memang harus pulang sekarang. Aku juga tidak mau membuat paman Will mengingat pengalaman buruk yang dia miliki.

Tanpa berkata apa-apa lagi, aku dan Gilles berjalan menuju dinding kabut.

saat kami sampai di dinding, Gilles menatapku seakan dia ingin mengatakan sesuatu.

"Ada apa?" tanyaku.

"Apa yang terjadi pada ibu raja?"

Aku terdiam.

"... Aku juga tidak tahu. Aku tidak pernah mendengar berita apapun soal dia."

"Aku juga berpikiran begitu."

Setelah itu kami berdua berjalan beriringan tanpa mengatakan sepatah katapun. Saat aku melirik Gilles, anak itu sedang memasang wajah serius... Seakan dia sedang mencerna semua informasi yang barusaja kami dapatkan dari paman Will.





Komentar

Postingan Populer