I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 139
Disclaimer: pemilik novel ini bukan saya :)
🥝🥝🥝🥝
Aaahh... Kuharap sihirku segera kembali.
Aku memang tidak menggunakannya setiap saat, tapi tetap saja! Rasanya aku tidak bisa tenang saat tahu aku tidak bisa menggunakan sihir kapanpun aku mau. Aku tidak bisa begini terus... Gelisah bukan sesuatu yang harus dirasakan oleh wanita jahat. Aku harus tampil percaya diri dan berwibawa di depan semua orang.
Jika ada keajaiban yang terjadi padaku sekarang, itu adalah aku bisa lebih sering bertemu dengan Liz-san. Sekarang hari-hariku dipenuhi dengan banyak kesempatan untuk menunjukkan hasil kerja kerasku dalam bidang jahat-menjahati. Jadi situasiku saat ini bisa dibilang tidak terlalu buruk.
Saat ini aku sedang duduk di dalam sebuah kereta kuda sambil menikmati pemandangan yang ada di luar. Aku tenggelam dalam pikiranku sendiri. Aku bahkan baru sadar saat bangunan akademi masuk ke dalam bidang pandangku.
Setelah kami turun dari kereta, kami langsung berjalan menuju gedung sekolah seperti biasanya. Akan tetapi...
"Alicia-sama. Um... Kami benar-benar mengagumimu!"
Beberapa saat kemudian langkahku dan Gilles terhenti karena ada seseorang yang memanggil namaku.
Uuugh, rasanya aku bakal diseret ke dalam sebuah pembicaraan yang menyebalkan.
Saat aku melirik Gilles, aku tahu jika dia juga sedang berpikiran sama denganku. Akan tetapi dia bersikeras untuk tidak menghiraukan suara itu, karena itulah kecepatan langkahnya sama sekali tidak berkurang. Dia terus berjalan ke arah gedung tanpa menoleh ke arahku.
"Kami semua cukup membenci Liz-san."
"Dia sangat menyebalkan. Hanya karena dia sedikit cantik, dia merasa jika seluruh dunia berpusat padanya!"
"Memang dia pikir dia siapa? Beraninya rakyat jelata sepertinya bergabung dengan osis!"
"Dia juga selalu mendekati anggota osis lainnya... Dasar gadis nakal! Dia berpura-pura naif agar bisa mendapatkan perhatian mereka semua. Dan para laki-laki malah menikmati semua itu!"
Karena merasa tidak nyaman dengan semua keluhan mereka. Aku pun membalikkan badanku.
Mereka berempat menatapku dengan penuh harap. Dari pengamatan singkatku, aku bisa melihat para nona muda dengan seragam super rapi, sifat angkuh, dan sikap sempurna. Ini menunjukkan jika mereka memiliki status sosial yang lumayan tinggi.
"Alicia-sama, tidakkah kau setuju dengan pendapat kami?" tanya seorang gadis berambut oranye terang dengan ekspresi menggebu-gebu. Dia terlihat tidak sabar untuk mendengar jawabanku.
Kalau kalian ingin aku memiliki pendapat yang sama... aku bisa kesusahan.
Aku menatap para nona muda itu dengan alis berkerut.
"Bukankah alasan dia bisa menjadi anggota osis adalah karena nilai akademiknya yang bagus?" tanyaku dengan nada lelah.
Liz-san dan aku mungkin selalu berbeda pendapat dan mungkin aku juga membencinya, tapi aku tidak pernah berpikir jika dia adalah orang yang mrnyebalkan.
Sebaliknya, aku berpikir Liz-san adalah keberadaan yang sangat penting agar aku bisa menjadi wanita jahat yang hebat. Tanpa dia, bagaimana aku bisa tampil mencolok di depan semua orang?
"Itu tidak benar! Dia menggunakan kekuatan spesialnya agar bisa bergabung dengan osis!"
"Benar! Dia adalah sampah menjijikkan yang selalu bertingkah seperti malaikat baik hati!"
"Aku juga tidak setuju dengan keberadaan rakyat jelata yang mengotori kesucian akademi ini!"
"Hanya karena dia sedikit cantik dia bisa disukai oleh semua orang! Menyebalkan sekali!"
Mereka bergantian mengatakan banyak keluhan dan hinaan pada Liz-san.
Aku tidak tahu apakah itu perasaan asli mereka... Ataukah ini hanya sebuah jebakan untuk menghancurkan reputasiku. Jujur saja, kata-kata mereka terdengar sangat absurd.
Aku merasa sudah mebuang-buang waktu karena mau meladeni mereka.
"Kalau keluhan kalian sebanyak itu, kenapa tidak kalian sampaikan langsung kepadanya? Atau... Jika kalian punya begitu banyak waktu luang untuk memikirkan semua hinaan itu, lebih baik kalian gunakan waktu kalian untuk meningkatkan kemampuan dan mempercantik diri sendiri, iya kan? Kalian benar... Kemampuan spesial-nyalah yang membuat Liz-san menjadi anggota osis, tapi itu karena tidak ada orang lain dengan kemampuan yang sama seperti dirinya. Wajar jika dia mendapatkan perlakuan khusus karena kamampuan uniknya itu."
Aku merasa sebal kepada mereka, jadi kata-kataku terdengar tajam.
Saat aku menatap salah seorang dari mereka, gadis itu hanya bisa diam dengan tubuh gemetaran.
Aku tahu jika hal seperti ini akan terjadi cepat atau lambat. Orang populer biasanya membuat beberapa orang biasa merasa sangat iri. Seandainya Liz-san punya wajah jelek, aku yakin mereka tidak akan bertingkah sejauh ini. Memang benar ya, kadang kecantikan bisa membuat orang tidak bisa berpikir jernih.
Para gadis itu menatapku dengan heran, tapi aku tidak menghiraukan mereka. Aku hanya berbalik dan mulai berjalan ke arah gedung.
Ah, aku lupa mengatakan sesuatu pada mereka.
Beberapa langkah kemudian aku kembali berbalik dan mulai berbicara.
"Asal kalian tahu. Anak laki-laki yang tadi bersamaku, dia bukan bangsawan. Sebelum kalian menghina rakyat jelata di depanku, mungkin kalian harus sedikit mencari tahu soal diriku dan orang yang ada di dekatku." aku merasa senang saat melihat ekspresi ketakutan mereka ketika melihat seringaiku. "Lalu, alasan kenapa aku membawanya bersamaku sama sekali tidak ada hubungannya dengan status sosial yang dia miliki. Aku percaya dengan sistem meritokrasi. Kau harus membiarkan kemampuanmu yang berbicara pada orang lain, bukan status orang tua dan keluargamu. Dari segi kemampuan, anak laki-laki itu adalah yang terbaik dari yang terbaik. Dia lebih pintar dari semua anak bangsawan yang bersekolah di akademi ini. Jadi, jika lain kali kalian ingin mendekatiku... Tolong jangan lakukan itu. Aku lebih suka rakyat jelata yang cerdas daripada bangsawan bodoh yang hanya tahu caranya pesta dan bergosip."
Sebagai penutup, aku menunjukkan senyum lebar pada mereka.
Para gadis itu menatapku dengan mata terbelalak. Mereka juga langsung kabur karena merasa ketakutan.
Aaah... Reaksi yang membahagiakan... Mungkin poin wanita jahatku sudah naik drastis sekarang. Aku tersenyum senang saat melihat mereka berlarian menjauh dariku.
"Alicia... Mulutmu terlihat hampir robek." ucap Gilles yang tiba-tiba muncul di sebelahku. Tampaknya dia kembali menghampiriku dan menungguku selesai berbicara dengan mereka.
Aku langsung menghapus senyumku dan memasang wajah datarku yang terkenal.
Ini adalah salah satu kelemahanku. Aku mudah menunjukkan ekspresi senangku saat terlalu bersemangat. Tapi setidaknya, di akademi aku harus terus tetap fokus menjaga ekspresiku. Aku tidak tahu jika ada seseorang yang melihatku dari balik kegelapan.
"Alicia? Aku suka padamu. Bukan sebagai kekasih atau apa... Tapi jika itu untukmu, aku siap memberikan nyawaku kapan saja." kata Gilles dengan nada serius.
Aku langsung berbalik untuk menatapnya, dan karena kata-kata itu terlalu mendadak aku tidak tahu harus bilang apa.
Aku adalah wanita jahat jadi aku tidak boleh berkata seperti 'Dia harusnya tidak berpikir seperti itu' atau 'Harusnya kau lebih menyayangi nyawamu sendiri'.
Itu adalah nyawanya, jadi dia berhak melakukan apa saja yang dia mau. Dan lagi, setiap orang memiliki pemikiran dan nilai yang berbeda. Itu artinya, wajar jika tujuan dan cara hidup masing-masing orang berbeda dengan orang lainnya.
Jadi aku tidak bisa memutuskan apa yang harus dilakukan Gilles dengan nyawanya sendiri. Memangnya aku siapa? Lagipula moralitasku juga tidak terlalu tinggi, jadi pembicaraan menyentuh hati seperti itu bukan keahlianku.
"Terima kasih. Kalau begitu aku akan bekerja keras agar kita tidak perlu menghadapi situasi yang membahayakan nyawa kita." kataku sambil menepuk kepalanya.
"Alicia... Kadang kau lebih mirip laki-laki daripada perempuan. Tapi, jika aku harus mati, setidaknya aku ingin mengalahkanmu di bidang akademik lebih dulu."
"... Gilles, kurasa kau yang sekarang sudah jauh lebih pintar dariku."
"Itu tidak benar." gumamnya sambil menggembungkan pipi.
Yang kukatakan barusan bukan bohong, loh. Aku benar-benar percaya jika Gilles sudah jauh lebih pintar dariku. Dengan semua pengetahuan yang dia miliki saat ini, levelnya sudah berada jauh di atasku.
Kami pun kembali melanjutkan perjalan menuju gedung akademi tanpa mengatakan apa-apa.
Komentar
Posting Komentar