I'll Become a Villainess That Will Go Down in History Chapter 140
Disclaimer: novel is not mine.
Maaf banget ya udah lama nggak update. Maklum barusan sakit ๐ฉ
๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ
"Hmmm, mungkin begini akan lebih baik..." kataku sambil menambahkan beberapa tanda di atas papan tulis.
Saat ini kami berada di perpustakaan tua yang sudah tidak digunakan lagi. Karena itulah aku dan Gilles sering pergi ke tempat ini untuk mendiskusikan banyak hal.
Beberapa tahun yang lalu aku juga pernah menuliskan ide-ideku mengenai cara menaklukkan kerajaan Ravaal di tempat ini. Saat itu tidak ada seorangpun yang menggunakan perpustakaan tua ini... Ah, mungkin itu karena pelajaran sedang berlangsung.
Perpustakaan ini selalu kosong, tidak seperti perpustakaan akademi yang baru. Aku menyukai suasana tenang dan sunyi yang menyelimuti tempat ini.
"Tapi, dengan jumlah tentara sebanyak ini... Kau bisa mengalahkan mereka dalam sekejap jika kau melakukan serangan dadakan di sini." kata Gilles sambil mengetukkan jarinya di papan.
"Karena kita cuma bermain, kenapa kita harus mengakhiri semuanya dengan cepat? Aku lebih suka mempermainkan mereka terlebih dahulu. Siksa mereka sebelum menerima pernyataan kalah tanpa syarat dari mereka."
Kami sering memainkan game strategi saat berkunjung ke perpustakaan ini. Kami tidak menggunakan detail-detail rumit dan latar cerita menyayat hati saat bermain. Kami hanya menggunakan semua ide yang muncul di kepala kami. Meski begitu, permainan ini masih tetap menyenangkan.
"Kalau aku, aku akan melakukan yang seperti ini." kata sebuah suara dari arah belakangku. Sesaat setelah itu sebuah tangan melewati bahuku dan menuliskan sesuatu di papan dan tangan satunya diletakkan di atas kepalaku.
Tangan dan suara ini... tidak ada yang memilikinya selain Duke-sama. Kenapa dia bisa tahu kalau kami ada di sini?
Aku menatapnya dengan tajam dan tidak menghiraukan apa yang baru saja dia tulis.
"Boleh aku bertanya kenapa kau mengganggu permainan kami?"
"Wajah marahmu juga imut kok." kata Duke-sama sambil tersenyum.
Dia pasti sedang mempermainkanku, aku yakin itu. Tapi, meski aku mengetahuinya, jantungku tetap berdetak dengan sangat kencang.
Ugh, aku tidak tidak suka dengan keadaan ini. Aku terlalu gampang bereaksi pada setiap gerak-geriknya.
Aku mengehela nafas dan kemudian memberikan jawaban.
"Aku tidak bisa memahamimu, Duke-sama."
"Aku hanya melakukan yang kau mau. Aku sudah mengatakan apa yang sedang kupikirkan."
"... Oh, benarkah? Hanya itu? Kau pasti sengaja melakukan ini, iya kan?"
"Memangnya apa yang kulakukan?" tanya Duke-sama dengan wajah polos seakan dia tidak mengerti arti pertanyaanku.
"Barusan kau sedang mencoba membuat jantungku meledak dengan kata-kata manismu itu..."
Aku langsung menyesali kata-kata yang baru saja keluar dari mulutku. Tanpa sadar aku mengakui pada Duke-sama jika aku terlalu awas pada keberadaannya di dekatku. Meskipun itu tidak benar, tapi mengatakan hal seperti itu membuatku merasa sangat malu.
Mata Duke-sama melebar selama beberapa saat, lalu muncul sebuah senyum iseng di wajahnya.
"Oh~? Jadi aku membuat jantungmu berdegup sangat kencang hingga membuatnya seperti akan meledak?"
"Apa-aapan ekspresi wajahmu itu?" tanyaku sambil menatapnya tajam. Di saat yang sama aku bisa merasakan wajahku yang mulai memanas.
Aku tidak tahu kenapa, tapi sepertinya aku sangat lemah saat menghadapi laki-laki ini. Senyum provokatif dan mata menghanyutkan yang selalu menatapku dalam-dalam itu selalu berhasil membuat perutku penuh dengan kupu-kupu dan membuat lututku terasa lemas.
"Kurasa sebuah senyuman dan kata-kata menggoda masih lebih baik dibandingkan jika aku langsung memelukmu, kau setuju kan?" bisik Duke-sama dengan wajah sok serius seakan dia sedang mengatakan rahasia negara yang tidak boleh diketahui siapapun.
... Kupikir dia selalu memikirkan sesuatu sebelum melakukannya.
"Duke, mengenai tulisanmu yang ada di papan... kalau kau melakukan itu, kau tidak akan bisa mengambil kepala raja musuh." kata Gilles dengan mata yang terus tertuju ke benda hitam yang dipenuhi tulisan itu. Sepertinya dia tidak menghiraukan pembicaraanku dan Duke-sama dan malah memilih untuk memikirkan jawaban yang dituliskan Duke-sama di sana.
Saat aku mendengar komentar Gilles, aku pun ikut melihat tulisan Duke-sama.
"Oh, dia benar. Kalau kau melakukan itu, raja pasukan musuh bisa kabur."
"Selama bawahan mereka masih ada, tidak ada raja yang bisa melarikan diri sendirian." kata Duke-sama dengan kerlingan aneh di matanya.
Aku bisa melihat sifat asli Duke-sama dari senyumannya yang mengerikan. Aku merinding saat melihat senyuman itu... rasanya dia terlihat senang saat melihat skenario yang baru saja dia ciptakan.
"Daripada menghabisi mereka semua, akan lebih menguntungkan jika kau menghabiskan waktu untuk menghancurkan semangat mereka, bukan begitu?" kata Duke-sama.
"Hmm. Benar juga. Jadi, biarkan rajanya tetap hidup dan buat dia mematuhimu, begitu?" tanya Gilles.
"Liz-san pasti sangat membenci skenario yang seperti itu." ucapku dengan nada ceria.
"Dan lagi~ jika kau membiarkan rajanya hidup dan menghabisi seluruh pasukannya tepat di depan matanya, kau bisa melihat jiwanya yang hancur berantakan hingga dia jadi gila~!" sebuah suara melengking yang dibarengi dengan meguarnya bau wangi tiba-tiba muncul entah dari mana.
... Dia selalu muncul di saat yang tidak terduga, ya.
"Apa yang kau lakukan di sini, Mel?" tanya Gilles.
"Hey~ apa-apaan dengan wajah itu! Bukannya kau senang melihatku lagi~?" tanya Mel saat melihat alis Gilles yang menekuk tajam ke bawah.
"Sebagai tambahan! Menyiksa mental dan emosi seseorang akan sangat tepat dengan strategi milik Ali-Ali yang juga ingin menyiksa mereka!" kata Mel dengan nada yang sangat bersemangat.
Wajah Gilles semakin menekuk saat merasakan sebuah permen ditekankan kepipinya.
Seperti biasanya, dia mengatakan hal yang menyeramkan dengan wajah imut dan manisnya itu. Terlebih lagi, dia mengakui secara tidak langsung jika dia sudah memata-matai kami sejak awal.
Aku juga sudah memikirkan soal siksaan mental dan emosi seperti perkataan Mel, tapi aku merasa jika jenis siksaan kami berdua sangat bertolak belakang...
"Aku yakin Alicia bermaksud menyiksa mereka secara fisik, bukan menghancurkan kewarasan mereka." kata Gilles dengan nada lelah. Sepertinya dia benar-benar bisa membaca pikiranku.
"Kalau begitu, selain menghancurkan jiwa sang raja, kau juga berpikiran untuk membuatnya babak belur? Aku suka caramu berpikir~!" kata Mel sambil mengecap permen yang baru saja dia masukkan ke dalam mulutnya.
Setiap kali aku melihat gadis itu, aku selalu merasa aneh karena tidak pernah melihat sosoknya selama bermain game. Apa dia cuma sekedar tokoh sampingan yang dilupakan para admin?
"Itu bukan ide buruk." ucap Gilles dengan wajah serius.
Meski ini cuma game, jika Liz-san sampai mendengar betapa kejamnya strategi buatan kami... dia pasti pingsan di tempat.
Wow... sekutu-sekutuku mungkin cantik dan tampan di luar... tapi di dalam, mereka semua adalah makhluk penuh perhitungan yang sangat kejam. Meski begitu, pada akhirnya Liz-san... idealisme sang saintess akan tetap menang...
"Hmmm, kalau begitu selanjutnya kita harus memikirkan apa yang harus kita lakukan jika raja benar-benar berhasil kabur dari medan perang." ucap Duke-sama.
"Tapi Duke, barusan kau bilang kalau itu tidak akan terjadi." bantah Gilles.
"Memang, tapi selalu ada kemungkinan kecil di mana hal itu bisa terjadi. Jadi taktik militer kita harus menutupi segala macam skenario yang mungkin terjadi."
"Dia benar. Kita harus memiliki banyak strategi untuk jaga-jaga." kataku.
Duke-sama tersenyum lebar mendengar pendapatku.
"Menyenangkan sekali~~ Aku suka game yang seperti ini!" kata Mel dengan suara menggebu-gebu.
Kami melanjutkan pembicaraan ini dan menikmati waktu bermimpi sedikit lebih lama. Beberapa saat kemudian Henry-oniisama datang mencari kami.
Komentar
Posting Komentar